Catatan Perjalanan ke Pulau Manipa Part 2



Oleh: Saadiyah Uluputty, ST

Saya melanjutkan catatan perjalanan ke Pulau Manipa bagian kedua di atas pesawat perjalanan dari Ambon menuju Jakarta. Tidak mudah memang menuliskan kisah perjalanan dan aktivitas kunjungan. Belajar untuk menulis dengan jiwa dan perasaan tentang apa yang dirasakan dan dilakukan. Mencoba menulis sepenggal kisah agar bisa terabadikan dalam sejarah. Terlebih sebagai politisi yang harus mempertanggung jawabkan aktivitasnya kepada publik. 


Saya sebut kisah perjalanan ke pulau Manipa sebagai perjalanan spiritual. Menghadiri peletakan batu pertama Masjid Al Istiqomah. Seperti biasanya sebelum keluar rumah melakukan perjalanan, saya selalu sholat dua rakaat untuk niat safar dan meminta doa agar Allah lindungi dan memberi petunjuk serta menitipkan keluarga dalam penjagaan Allah Ta'ala. Apalagi cerita yang saya dengar bahwa Manipa itu pulau "Suanggi", dan akan menempuh perjalanan melewati laut di musim timur yang kadang ombak datang tak menentu. 


Allah SWT sangat lembut dan mencintai kelembutan. Maha Raja di atas segala makhluk ciptaanNya. Dengan kekuasaan yang tak terhingga menguasai makhlukNya. Dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Siapa saja yang berdoa dan meminta padaNya maka akan diberikan dengan penuh kasih sayangNya. Siapapun dia pejabat atau rakyat biasa. Ya, siapa pun. Jika Dia sudah memilih hambaNya maka gunung dan lautan akan ditaklukanNya. Ini iman yang ada di hati saya. 


Setibanya di Desa Luhutuban Kecamatan Kepulauan Manipa Kabupaten SBB, saya serta rombongan disambut anak-anak kecil di tepi pantai. Biasanya saya selalu perhatikan, jika tiba di suatu daerah saya lihat anak anak kecilnya. Jika banyak anak anak yang menyambut itu pertanda kebaikan dibuka.


Masuk gerbang Luhutubang mendapat kalungan bunga mawar dan kamboja hidup dari ibu-ibu Majelis Taklim dengan bahasa tanah Luhutubang, yang berarti selamat datang di pulau Manipa pintu gerbang Luhutubang. Yang menerima saya dengan sapaan saat menatap ke wajah adalah Bapa Imam Masaoi, Haji Amin  teman umroh tahun 2018 silam. Saya yakin beliau sudah mendengar kedatangan saya dan datang khusus untuk menyambut. Adalah sebuah kebanggaan pernah tawaf di  Baitullah dan Sai antara Safa dan Narwah bersama. 


Saya teringat waktu di Jedah, mereka baru tahu kalau ternyata saya anggota DPRD Propinsi yang ikut bersama jamaah umroh. Beliau bilang, ibu kalau tiba di Maluku nanti saya undang ke Manipa ya, dan Alhamdulillah Allah memberi kesehatan dan kesempatan untuk bisa ke Manipa. Saya yakin bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Segala sesuatu pasti sudah ditakdirkan dan diatur oleh Allah SWT.


Berjalan beberapa meter, penari Cakalele sudah menunggu dengan atraksinya. Saya melihat dan mendengar bunyi parang yang ditarik di atas aspal. Bunyinya bikin merinding karena ternyata itu adalah parang benaran. Sesekali penari mendekat ke arah saya. Ada perasaan takut juga, jangan jangan ada yang kesurupan lalu menyerang benaran,  rupanya mereka sudah terlatih. Saya merasa ada acara adat yang digelar juga dari sambutan ini. 


Masyarakat  menunggu dalam sabuah adat dengan jamuan makan di atas tikar. Kami dipersilahkan makan dengan menyampaikan permohonan maaf karena makan di dulang tikar karena penjamuan adat. Sambil makan ada persembahan silat yang diiringi gendang tipa dari tetua adat Luhutubang. Benar-benar melengkapi sambutan dan penjamuan. 


Hilang ketakutan "semu" akan Manipa yang menakutkan, tergantikan dengan perasaan senang seperti anak adat di tengah pemangku adat. 


Tulisan sebelumnya: Ada Yoo Yaa Soal Listrik di Pulau Manipa


Saya dipersilahkan memberi sambutan kepada masyarakat. Dalam sambutan ada rasa haru yang terungkap. Melihat penyambutan dan jamuan yang tulus ikhlas dari masyarakat. Senang dan bahagia disampaikan, dan dalam sambutan saya mengajak masyarakat untuk fastabiul khairat. Berlomba dalam kebaikan terutama membangun mesjid. 



Meletakan batu pertama pembangunan mesjid adalah juga berniat membangun masa depan untuk kehidupan dunia menuju akhirat. Membangun mesjid tidak sekedar bangunan fisiknya tetapi juga membangun jiwa dan spiritualnya. Membangun sebuah peradaban selama kehidupan itu berada. Momentum pembangunan ini sebagai kesempatan untuk memperoleh amal kebaikan yang banyak. Karena setetes keringat yang dikeluarkan, seribu rupiah yang disumbangkan adalah bernilai ibadah yang dilipatgandakan. Terlebih merujuk kepada hadits Rasululullah yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasulullah bersabda: " Barangsiapa membangun mesjid karena Allah, maka Allah akan membangun rumahnya di Syurga". 


Maka perjalanan ke Manipa adalah sebuah bonus untuk menghimpun amal kebaikan. Saya menyebutnya dengan perjalanan spiritual. Karena niat itu pun, Allah memberi kesempatan juga untuk berkunjung ke mesjid Buano dan mesjid Masaoi. Saya juga dipertemukan dengan Kadus Labuhan Timur yang juga menyampaikan perihal pembangunan mesjidnya. Dalam kesempatan yang sama  saya juga datang ke dusun Sela untuk pelantikan DPC PKS Manipa. Ini sebuah rahmat dan Anugerah yang harus disyukuri. "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya akan kutambahkan nikmatKu kepadamu" (Q.S Ibrahim :7). Demikianlah Firman yang Agung dan Mulia.

Semoga semua perjalanan dan kiprah yang ditorehkan mendapat ridho dan berbuah amal kebaikan. Aamiin


Penulis adalah anggota Fraksi PKS DPR RI dari Maluku


#PKSPELAYANRAKYAT

#BANGKITMAJUKANMALUKU

#SALUTITUKATONG

Posting Komentar

0 Komentar