Memaknai Kenangan



oleh: Rusdy Haryadi 

 

Telah berbilang tahun lelaki hitam itu meninggalkan Madinah bersama akumulasi kenangannya yang membatin. Kepergian Rasulullah SAW ke haribaan Ilahi membuatnya tak sanggup lagi menetap di Madinah. Kenangan indah bersama Rasulullah membuatnya terpuruk dan seolah tak sanggup meneruskan hidup. Maka, pilihannya adalah pergi bersama pasukan penaklukan Muslim ke Negeri Syam dan menetap di sana, sekadar untuk melupakan kenangan. 

 

Hingga suatu malam, lelaki yang paling ia cintai dalam kenangannya, Rasulullah SAW, hadir dalam mimpi dan menegurnya, “Ya Bilal, waa maa hadzal jafa? Ya Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?” Ya, lelaki hitam itu adalah Bilal bin Rabbah radhiyallahu ‘anhu. 

 

Keesokan harinya, Bilal melakukan perjalanan ke Madinah. Ia berziarah ke pusara Rasulullah, lalu mengumandangkan azan di masjidnya. Seisi kota Madinah terhenyak. Mereka lantas tergopoh-gopoh berlari menuju masjid, tak terkecuali gadis-gadis Madinah yang sedang dipingit, demikian para sejarawan menceritakan. Ya, lantunan suara azan Bilal telah membawa penduduk kota Madinah berselancar pada gugusan hari-hari lalu yang sarat dengan kenangan indah bersama Sang Nabi. 

 

Begitulah kenangan. Ia hadir membayangi kehidupan anak manusia, suka maupun duka. Bobot emosi yang melatari rangkaian peristiwanya membuat orang paling kuat sekalipun menjadi melankolis saat kenangan menyentuh sisi emosi yang paling dalam. 

 

Bagi seorang muslim, kenangan haruslah menjadi instrumen pembangkit jiwa, bukan malah membuat kita terjebak pada romantisme masa lalu, setidaknya dengan dua pendekatan. Pertama, kenangan adalah energi—energi bagi hati yang mengeras, energi bagi jiwa yang lelah, serta energi bagi idealisme yang memudar. 

 

Oleh karena itu, perbaikilah cita rasa kita tentang kenangan. Datangilah tempat-tempat penuh kenangan yang secara personal memberi makna dalam kehidupan kita. Ziarahilah orang-orang yang dulu hadir dan secara signifikan memberi “warna” pada kehidupan kita. Seraplah energi positif dan aura kebaikan yang memancar dari hati dan pikiran kita saat kenangan itu “hidup kembali” di benak kita. 

 

Kedua, maknailah kenangan sebagai kesinambungan cerita kehidupan kita. Berhenti sejenak sembari menengok kenangan masa lalu sangat bermanfaat untuk mengukur sejauh mana visi dan cita-cita kehidupan telah kita lalui. Pada titik ini, kenangan mampu memformat ulang perjalanan kehidupan kita yang kadang mengalami disorientasi, ketergelinciran, bahkan “ketercerabutan” sebagai dampak dari benturan kehidupan. Ya, benturan kehidupan memang kadang membuat kita menjelma menjadi “sosok yang lain”. 

 

Dalam tataran yang lebih luas, seperti institusi bernama negara, kenangan memiliki fungsi amat besar dalam menjamin keberlangsungan sebuah bangsa. Rata-rata setiap negara berinvestasi besar dalam proyek “menghidupkan kenangan” menuliskan sejarah perjuangannya, membangun museum, menghadirkan bentuk fisik para pahlawannya dalam wujud monumen dan patung-patung, serta membangun taman-taman makam pahlawan. Tujuannya sederhana, yaitu menjaga kesinambungan kehidupan masa kini dengan spirit dan cita-cita kebangsaan di masa lalu. Namun, di beberapa negara, hal ini justru menciptakan konflik berkepanjangan, seperti pertarungan nilai-nilai masa lalu dan dinamika modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita bisa melihatnya pada proyek sekularisme di Turki, misalnya. 

 

Maka, Jepang mengajarkan kita tentang kenangan dan tata nilai masa lalu yang menghantarkannya pada puncak peradaban. Dengan kalimat singkat yang bersejarah, seperti diilustrasikan secara bernas oleh sutradara Edward Zwick dalam The Last Samurai, Kaisar Meiji memberi platform Restorasi Jepang: “Kita punya kanon dan senjata (memiliki persenjataan modern), tetapi kita tidak boleh lupa siapa kita dan dari mana kita berasal!” 

 

Oleh karena itu, tetaplah menjadi diri kita apa adanya, seperti kita dalam kenangan masa lalu. 

 

#GoresanAkhirPekan 

 

---

Foto: garis finish Walk, Run & Fun dalam rangka haul Alm KH. Hilmi Aminuddin di Bandung 

 

Posting Komentar

0 Komentar