“Molor Itu Kita Banget, Kenapa Selalu Terlambat?” Kita? Ah, Antum kali!"



Semua pernah mengalaminya: pertemuan disepakati pukul sembilan, tapi jarum jam sudah melaju ke angka sembilan tiga puluh bahkan sepuluh dan baru dimulai.


Padahal, semua anggota sepakat akan hadir tepat waktu. 

Jadi, kenapa tetap saja molor?

Fenomena ini seolah sudah menjadi “tradisi tak tertulis” di banyak tempat, apalagi di ruang-ruang rapat anggota d*wan (ehm..parah bro..asli)🤭, tak terkecuali kadang-kadang di lingkar-lingkar pembinaan pun terjadi. Kalau ditanya, alasan yang muncul bisa macam-macam. 


Ada yang bilang menunggu peserta kunci, ada yang bilang masih ada agenda sebelumnya, ada juga yang sederhana: macet di jalan. Tapi kalau dipikir-pikir, kemacetan dan padatnya agenda sudah jadi cerita lama…


Sebenarnya, ada beberapa faktor..

Pertama, budaya jam karet. 

Di banyak kalangan, keterlambatan masih dianggap wajar, bahkan bisa jadi “norma biasa.” 


Kedua, hierarki. 

Rapat baru terasa sah kalau ketua  sudah hadir, jadi peserta lain sekadar menunggu meski sudah duduk manis sejak lama, padahal itu bisa dilakukan dengan mencicil agenda lainnya agar bisa lebih efektif.


Ketiga, teknis. 

Mulai dari penyampaian materi yang belum siap,dll —semua bisa jadi alasan tambahan.


Lucunya, pertemuan yang molor ini mirip acara hajatan: tidak akan mulai sebelum tamu kehormatan datang. Bedanya, kalau hajatan masih ada hiburan, pertemuan hanya meninggalkan obrolan ngalor ngidul dan kopi radix yang cepat habis.


Namun, di balik kebiasaan molor, ada hal serius yang perlu direnungkan: menghargai waktu.


Setiap menit keterlambatan bukan hanya mengurangi produktivitas, tapi juga menghitung ulang nilai komitmen.

Bayangkan kalau tiap menit molor kita tukar dengan seblak , mungkin satu pertemuan bisa bikin kenyang sekampung. 😁😆


Jadi, mungkin sudah waktunya kita mendefinisikan ulang arti tepat waktu. Bukan hanya sekadar hadir di ruangan, tapi juga benar-benar siap mulai sesuai jadwal. 

Karena pertemuan yang tepat waktu itu bukan sekadar soal disiplin, melainkan cermin penghargaan kita terhadap waktu orang lain.


Wallohu'alam 


Kang Iyus

Anggota DPRD Lampung

Posting Komentar

0 Komentar