Masukan Dr Yanuar Nugroho Untuk PKS



Dr. Yanuar Nugroho dalam acara Indonesia Leaders Talk - channel Youtube Mardani Ali Sera, 4 Juli 2025 memberikan masukan untuk PKS. Berikut ini yang ia sampaikan tanpa mengubah redaksi aslinya:


---


Pentingnya Refleksi Strategis


Politik Indonesia mengalami fragmentasi tanpa diferensiasi

  • Dalam ekosistem multipartai, banyak partai saling mirip secara retorika maupun programatik.
  • Partai Islam kerap terjebak pada simbolisme tanpa diferensiasi substantif—baik dalam kebijakan publik maupun gaya kepemimpinan.
  • Michael Minkenberg (2008):* Partai ideologis perlu menjaga “identity relevance” dan “issue adaptability” agar tidak digilas politik pragmatis.
  • Minkenberg, M. (2008). The Radical Right in Europe: A Comparative Analysis. In Contemporary European History, 17(3), 427–432.


Identitas keagamaan bukan lagi jaminan mobilisasi elektoral

  • Studi menunjukkan bahwa generasi muda muslim makin memilih berdasarkan issue-based politics dan bukan identity loyalty.
  • Politik berbasis moralitas simbolik sudah jenuh; publik mencari solusi konkret atas persoalan hidup sehari-hari: pekerjaan, pendidikan, keadilan sosial.
  • Norris & Inglehart (2019) menyebutnya sebagai “post-material value shift” dalam politik masyarakat beragama.
  • Norris, P., & Inglehart, R. (2019). Cultural Backlash: Trump, Brexit, and Authoritarian Populism. Cambridge University Press.


Militansi kader PKS kuat, tapi tidak menjamin ekspansi basis

  • Militansi adalah aset strategis—namun bila tidak dibarengi perluasan basis baru, partai akan stagnan.
  • Tantangan PKS adalah bagaimana tetap menjaga inti (core base) sambil menjangkau pinggiran (peripheral voters) tanpa kehilangan arah.
  • Gramsci menyebut pentingnya “hegemoni kultural” melalui aliansi sosial dan bahasa politik yang mampu menembus batas kelas dan identitas.
  • Gramsci, A. (1971). Selections from the Prison Notebooks. International Publishers.


Perlu imajinasi baru tentang “Islam Politik” yang solutif dan ke depan

  • Politik Islam tidak cukup hanya membela “yang lama.” Ia harus ikut membentuk “yang akan datang.”
  • Yang dibutuhkan bukan hanya nostalgia kejayaan, tapi visi tentang masa depan yang adil, relevan, dan membumi.
  • Charles Taylor (2004): Politik identitas hanya berhasil bila disertai “recognition plus redistribution”—pengakuan disertai keberpihakan nyata.
  • Taylor, C. (2004). Modern Social Imaginaries. Duke University Press.


Selengkapnya bisa disimak di Youtube: 


 


 Narsum lain: Khoirunnisa Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem), Dr. Feri Amsari (pakar hukum tata negara Unand), Prof. Rocky Gerung.

Posting Komentar

0 Komentar