Gagal Nyaleg, Tetap Nyalegowo

Bang Narji dan Cak Wawan,  Duet Komedian PKS di Pileg 2024



Oleh: Murtini, S. TP
Kabid Humas DPD PKS Kabupaten Madiun

Di tengah atmosfer politik elektoral yang sering diwarnai oleh ambisi kekuasaan dan kompetisi keras antar individu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menampilkan wajah politik yang berbeda. Di dalam tubuh partai ini, tidak dikenal istilah "gagal nyaleg", sebab seluruh kadernya dididik untuk menjadi bukan sekadar caleg (calon legislatif), melainkan "Aleg": Anggota Legowo.

Istilah ini, meski tidak tertulis secara formal, mengandung makna filosofis yang kuat. Bahwa setiap kader PKS bukan hanya disiapkan untuk menang dalam kontestasi politik, tetapi juga untuk siap menerima dan menjalani setiap keputusan partai dengan penuh keikhlasan. Legowo, dalam pengertian yang paling luhur, berarti rela, lapang dada, dan tunduk pada mekanisme musyawarah tanpa kehilangan semangat juang.

Etika Syuro dan Budaya Taat


Dalam struktur internal PKS, keputusan politik strategis diambil melalui forum musyawarah atau syuro. Di forum inilah berbagai pandangan disampaikan secara terbuka. Perbedaan pendapat dianggap sebagai bagian dari dinamika sehat. Bahkan, dalam banyak kasus, seorang kader bisa saja memiliki pandangan berbeda dengan para pimpinan. Namun ketika hasil syuro telah ditetapkan, maka prinsip yang berlaku adalah sami’na wa atha’na—kami dengar dan kami taat.

Budaya ini menjadikan kader-kader PKS tidak mudah baper, tidak larut dalam kekecewaan jika namanya tidak tercantum dalam daftar calon legislatif. Mereka memahami bahwa perjuangan politik bukan semata soal tampil di depan, tapi tentang kebermanfaatan yang bisa diberikan, dalam peran apa pun.

Mengikis Politik Transaksional


Fenomena yang lumrah terjadi dalam dunia politik adalah munculnya gesekan internal ketika proses pencalonan tidak berpihak pada individu atau kelompok tertentu. Dalam banyak kasus, hal ini melahirkan faksionalisme, sabotase internal, hingga perpindahan partai secara pragmatis.

PKS justru menjadikan proses pencalonan sebagai ladang tarbiyah (pembinaan jiwa) dan ujian keikhlasan. Mereka yang tidak dipilih tidak akan membuat kegaduhan. Mereka yang digeser tidak serta-merta mengundurkan diri. Karena di PKS, orientasi utama bukan pada posisi, melainkan pada kontribusi.

Aleg, Bukan Caleg


Frasa “Semua kader PKS itu bukan caleg, tapi aleg” adalah simbol sikap mental kader partai yang menolak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan tunggal. Mereka bukan kader yang menunggu panggung, melainkan siap ditugaskan di manapun, kapanpun, dalam kapasitas apapun.

Mereka tidak reaktif, tetapi responsif. Tidak menuntut, tetapi siap ditugaskan. Tidak larut dalam euforia kekuasaan, tetapi istiqomah dalam melayani masyarakat.

Penutup: Politik Bernilai, Dakwah Berbasis Struktur


Mungkin inilah salah satu sebab mengapa PKS, meski sering kali dipinggirkan dalam narasi arus utama, tetap memiliki soliditas kader yang kuat dan daya tahan politik yang panjang. Mereka menyadari bahwa partai hanyalah sarana, bukan tujuan. Dan kemenangan sejati bukanlah jumlah kursi, tetapi keberhasilan menjaga nilai.

Ketika kader sebuah partai telah menjadikan legowo sebagai budaya, maka yang hadir bukanlah perebut kekuasaan, melainkan pelayan umat. Bukan perebut jabatan, melainkan penjaga amanah.

Dalam suasana politik hari ini, Indonesia sangat membutuhkan lebih banyak Aleg, bukan hanya Caleg.

Posting Komentar

0 Komentar