Aus Hidayat Nur
Anggota DPR FPKS Komisi II dari Dapil Kaltim
Meski pada hal-hal yang dianggap remeh, tetap saja harus dipastikan sejalan dengan falsafah perjuangan. Tema tulisan ini tentang kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh PKS. Mudah-mudahan menjadi autokritik dan bahan muhasabah bersama.
Kita mulai dengan sebuah cerita ilustrasi. Agenda pertemuan antar kader digelar, diikuti pula oleh non kader bahkan non muslim. Tajuk yang disematkan adalah halal bi halal. Sebagai pemeriah, tentu saja harus ada doorprize. Tak tanggung-tanggung, umroh dijanjikan kepada yang beruntung. Tak satu tiket, bahkan mendekati angka sepuluh.
Apa kriteria mendapatkan hadiah ke tanah suci gratis tersebut? Ringan saja, yang penting hadir. Kan tujuannya untuk pemikat supaya masyarakat umum berminat berpartisipasi.
Tapi itulah titik kritisnya. Hadiah umroh bukan sembarang pemberian. Itu adalah ibadah yang agung, yang diidam-idamkan oleh umat Islam yang memendam rindu kepada Tuhannya. Maka, kurang pantas rasanya bila ditebar secara acak.
PKS adalah partai yang menghargai perjuangan kadernya, bukan partai keluarga, bukan partai mengandalkan tokoh, dan punya tradisi meritokrasi. Pengisian posisi pengurus berdasarkan kapabilitas. Kenaikan jenjang keanggotaan berdasarkan indikator-indikator capaian.
Sehingga, budaya begini harusnya tercermin juga pada perhelatan yang disaksikan masyarakat umum. Salah satunya ketika pembagian doorprize umroh tadi, mestinya ada kriteria yang berdasarkan prestasi.
Di antara kader PKS tentu ada yang khatam al-Qur'an sampai 10 kali ketika Ramadhan kemarin. Mungkin lebih banyak lagi yang di bawah itu misalnya 6 kali. Kita berbaiksangka bahwa mereka melakukannya ikhlas karena Allah. Dan tak salah bila mereka dikejutkan dengan hadiah berharga saat halal bi halal, semoga tak melunturkan keikhlasan.
Di antara kader PKS juga ada yang membina lebih dari satu kelompok, bisa lima bahkan lebih. Orang-orang seperti itu juga layak diganjar hadiah yang membanggakan.
Saya dengar, anggota dewan dari dapil Depok sudah mempelopori memberi penghargaan berdasarkan prestasi. Maka saya memberikan apresiasi untuk cara tersebut. Semoga daerah lain bisa belajar dari Depok.
Bisa dicontoh juga Ustadz Adi Hidayat yang di beberapa kesempatan memberikan hadiah umroh gratis bagi para penghafal al-Qur'an. Atau seperti sebuah perusahaan yang mengapresiasi karyawan berprestasi dengan ibadah di Tanah Suci. Bila hikmah yang ada pada orang kafir adalah milik mukmin yang hilang, apalagi bila ada pada muslim lain, tentu kita lebih berhak lagi untuk menyalinnya.
Singkat cerita, meneruskan ilustrasi di atas, doorprize umroh tadi diundi, dan didapatlah nama seorang non muslim. Di satu sisi, kita bangga bahwa PKS semakin diterima semua kalangan. Tapi untuk hadiah umroh, sayang sekali belum tepat sasaran.
Andai dari awal dipersiapkan agar hadiah agung itu tidak diberi kepada sembarang orang, tentu jadi hal yang mengharukan dan menginspirasi. Bayangkan, ada nama yang naik ke panggung karena - misalnya - telah memelihara 5 anak yatim di rumahnya, tentu para peserta tersentuh dan ada punya bahan untuk diteladani.
Demikian, semoga bermanfaat untuk kita semua.
0 Komentar