Oleh: Gufron Azis Fuadi
Suatu hari dalam sebuah perjalanan keluar kota saya mampir kesebuah masjid yang indah seperti Disneyland disebelah kanan jalan. Kebetulan pas lewat situ adzan dhuhur baru selesai berkumandang.
Sengaja memilih masjid yang bagus karena biasanya fasilitas mck dan tempat wudhunta bersih.
Saat wudhu terdengar suara iqomat, sehingga akhirnya tidak mendapatkan shaf (barisan) pertama. Jadilah saya dishaf kedua lurus dibelakang imam. Saat saya ngajak yang lain untuk membuat shaf kedua, jamaah di depan saya yang pas dan tepat dibelakang imam menengokkan kepalanya untuk melihat kami.
Kok gitu?
Ya, karena yang tepat dibelakang imam adalah anak anak berusia sekitar dibawah sepuluh tahun yang diapit oleh para orang dewasa.
Lazimnya, yang berdiri di shaf pertama dan tepat dibelakang imam adalah laki laki dewasa yang membatu imam bila ada salah atau lupa atau bahkan bisa menggantikan sebagai imam bila imamnya batal.
Saya pernah beberapa kali, saat shalat diperjalanan, menggantikan imam ketika imam batal meskipun saya tidak tepat dibelakang imam. Ini karena orang dewasa yang tepat dibelakang imam tampak seperti kebingungan saat imam batal dan tidak kunjung melangkah kedepan untuk menggantikan nya. Karena kebetulan imam yang batal tersebut tidak menunjuk seseorang dibelakangnta untuk menggatikannya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan: “Jika imam tidak meminta salah seorang makmum untuk menggantikannya, maka makmum yang ada di belakang imam maju untuk menggantikannya dan menyempurnakan shalat bersama para makmum yang lain.
Jadi sebaiknya memang imam yang batal tersebut keluar dari shalat sambil menunjuk seorang jamaah untuk menggantikan nya. Hal ini seperti dilakukan oleh Umar bin Khatab yang menunjuk Abdurahman bin Auf,
saat beliau sedang mengimami shalat kemudian dibacok oleh orang gila atau teroris Majusi. Begitupun yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib saat ditujah (ditusuk) ketika sedang mengimami shalat.
Dalil masalah ini adalah peristiwa yang dialami Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau ditusuk oleh orang Iran, Abu Lukluk al-Majusi.
Amr bin Maimun menceritakan,
Di pagi peristiwa penusukan itu, aku berdiri (di shaf kedua, pen.), dan tidak ada orang antara aku dengan Umar, selain Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhum. Ketika beliau bertakbir memulai shalat, kemudian saya mendengar beliau mengatakan, ‘Ada anjing yang menggigitku.’ ketika beliau ditusuk. Lalu Umar menarik Abdurrahman bin Auf untuk maju, dan beliau mengimami para sahabat dengan shalat yang ringan. (HR. Bukhari 3700, dan Ibn Hibban 6917)
Tindakan Umar ini dilakukan di depan para sahabat dan tidak ada satupun yang mengingkarinya, sehingga dihukumi sebagai kesepakatan mereka.
Fenomena ini memang seperti kurang diperhatikan oleh jamaah shalat. Di samping ada beberapa fenomena dalam shalat jamaah di masjid masjid. Di mana para jamaah enggan mengisi shaf terdepan dan lebih memilih mengisi shaf dibelakang. Padahal shaf belakang seharusnya diperuntukkan bagi anak anak, sehingga kadang terpikir juga apakah bapak bapak dan para lelaki dewasa itu dulu belum puas jadi anak anak ya?
Padahal shaf terdepan memiliki keutamaan dan pahala yang lebih dibandingkan shaf dibelakangnya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling jelek adalah yang paling depan." (H.R Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang shalat di shaf pertama.” (HR. Abu Dawud, shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
“Seandainya manusia mengetahui keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidaklah akan medapatkannya kecuali dengan diundi, niscaya pasti mereka akan mengundinya.“ (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan adanya keutamaan dan pahala khusus pada shaf pertama, dan bolehnya undian untuk mendapatkannya jika diperlukan.
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa shaf yang terburuk pada laki-laki maupun wanita artinya sedikit pahala dan keutamaannya, karena berada pada posisi yang semakin jauh dari yang diperintahkan syariat.
Yang dimaksud shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam, baik orang itu datang ke masjid di awal waktu maupun datang belakangan.
Disamping masalah shaf pertama, fenomena lain yang sering kita jumpai dalam shalat jamaah di masjid adalah enggannya para jamah merapatkan shaf nya.
Padahal banyak hadits yang menjelaskan betapa Rasulullah Saw sangat memperhatikan masalah ini diantaranya:
"Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau kalau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Perintah untuk meluruskan shaf juga disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
“Luruskanlah shaf karena lurusnya shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إقَامَةِ الصَّلاَةِ
Dalam riwayat Bukhari dengan lafazh, “Luruskanlah shaf karena lurusnya shaf merupakan bagian dari ditegakkannya shalat.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Muslim, 4: 157).
Boleh jadi, sulitnya kita bersatu dan mudahnya kita berselisih diantaranya karena keengganan kita dalam merapatkan dan meluruskan shaf dalam shalat berjamaah..
Wallahua'lam bi shawab
0 Komentar