PKS Tolak RUU Kesehatan karena Mandatory Spending Hilang. Artinya?



Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi UU, Selasa (11/7/2-23) ini meski banyak mendapat penolakan. Ribuan dokter bersama dengan perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya pernah menggelar aksi penolakan besar-besaran di Jakarta, tapi DPR RI bersama pemerintah tak bergeming. Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi UU.

 

Salah satu yang ditolak PKS dan Demokrat adalah tidak diatur belanja wajib (mandatory spending) kesehatan yang sebelumnya minimal 5% di APBN dan 10% di APBD.

 

Apa itu Mandatory Spending?

 

Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur UU untuk memberi kepastian alokasi anggaran demi mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.

 

“Fraksi PKS berpendapat bahwa Mandatory Spending merupakan bagian paling penting dalam UU ini, karena semua hal yang dituliskan dalam UU ini sangat tergantung dengan ketersediaan dana untuk pelaksanaannya. Menurut kajian Bappenas (Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional, 2022), salah satu kendala dalam kemandirian farmasi dan alat kesehatan adalah anggaran penelitian dan pengembangan masih rendah, angka ini lebih rendah dari negara-negara lainnya. Selain itu, Indonesia menghadapi masalah pemerataan distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia, terutama di bagian timur Indonesia. Kesemua ini sulit dijamin dengan penghapusan Mandatory Spending Kesehatan. Bukan hanya penyebutan alokasi yang dibutuhkan, akan tetapi sangat dibutuhkan nilai yang cukup agar tidak sekedar ada, karena jika sekedar ada maka tidak akan menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia,” urai Wakil Ketua FPKS DPR RI Netty Heryawan.

 

Selain itu Fraksi PKS juga berpendapat proses penyusunan undang-undang ini merupakan bentuk preseden yang kurang baik bagi proses legislasi ke depan.

 

“Diantaranya terkait dengan waktu yang relatif sangat cepat untuk sebuah Undang-Undang yang menghapus dan sekaligus mengkompilasi 11 Undang-Undang. Diperlukan waktu yang lebih panjang agar pembahasan benar-benar mendalam dan didapatkan Undang-Undang yang berkualitas serta kaya dengan masukan dari semua pihak berkepentingan,” sebut Netty.

 

Berikutnya, kata Netty, Fraksi PKS berpendapat bahwa pengaturan yang banyak menyatakan akan diatur dalam PP merupakan bentuk sentralisasi pengaturan negara yang dirasa kurang baik mengingat Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi.

 

“Selanjutnya, pengaturan yang menyatakan bahwa aturan turunan tetap berlaku sementara UU terkait sudah dihapuskan merupakan kejanggalan dalam tata hukum karena secara nyata aturan turunan tersebut tidak memiliki landasan hukum sama sekali,” pungkasnya.

 

Lanjut Netty, Fraksi PKS berpendapat perlu pembahasan lebih mendalam bersama para pemangku kebijakan dalam hal pengaturan organisasi profesi dan semua organisasi terkait. Pembahasan ini sangat diperlukan dikarenakan selama ini sangat banyak hal dalam bidang kesehatan yang terkait bahkan tergantung dengan organisasi profesi, konsil, kolegium dan organisasi lainnya.

 

“Fraksi PKS menginginkan terwujudnya ‘Kerja Mudah, Sehat Murah’ bagi masyarakat Indonesia sehingga aturan yang dihadirkan harus berpihak kepada masyarakat luas dan bukan pada para pemilik modal. Negara harus bisa menjamin lapangan kerja tersedia secara luas bagi warga negara Indonesia, dalam hal ini tenaga medis dan kesehatan Indonesia tentunya Hilangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia baik itu karena masuknya tenaga kerja asing, ataupun karena hilangnya aturan yang memperbolehkan sebuah pekerjaan tentu tidak bisa diterima. Negara juga harus bisa menjamin bahwa kesehatan bisa diakses secara merata dan murah oleh masyarakat,” jelas Anggota DPR RI dari Dapil Jabar

 

Hilangnya jaminan tersebut, imbuh Netty, dengan alasan tidak tersedianya dana atau alasan lainnya yang diperbolehkan oleh Undang-Undang ini karena tidak adanya mandatory spending tentu juga tidak bisa diterima oleh masyarakat dan tidak ada jaminan untuk rakyat mendapatkan pelayanan Kesehatan yang lebih baik karena ketidakjelasan anggaran.

 

“Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan. Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan MENOLAK draft Rancangan Undang-Undang menjadi undang-undang,” tutup Netty.

Posting Komentar

0 Komentar