Agar Tak Kepaten Obor



Oleh: Gufron Azis Fuadi

Kita yang masa kecilnya hidup di kisaran paruh pertama tahun 1970 pasti tidak asing dengan obor. Sebuah alat penerangan yang terbuat dari bambu yang diisi minyak tanah diisi kain gombal sebagai sumbunya. Obor digunakan karena waktu itu listrik belum masuk desa dan senter masih tergolong mewah. 


Jarang sekali ada yang kehabisan minyak tanah sehingga obor mati sebelum sampai di tempat tujuan. Jika kehabisan minyak dan mati, dalam bahasa Jawa disebut 'kepaten obor' sehingga kita harus berjalan pelan dan hati-hati bahkan meraba raba dalam kegelapan. 


Dalam pepatah Jawa "kepaten obor" mempunyai makna yang lebih dari itu yakni: terputusnya komunikasi antar anggota keluarga besar. Sehingga satu dengan yang lain tidak saling mengenal. 


Hal tersebut terjadi karena anggota keluarga inti semakin berkembang dan bercabang, para anggota keluarga sudah banyak merantau, jarangnya pertemuan keluarga yang melibatkan anak cucu, begitu juga umumnya karena masyarakat tersebut, tidak punya marga atau kabilah. 


Itulah sepenggal obrolan saya dengan adik bapak yang paling tua, 85 tahun, saat saya mengenalkan anak, menantu dan cucu waktu silaturahim lebaran siang tadi. 


Ditempat pak lek yang lain, adik ibu, saat saya kenalkan  satu anak saya yang tinggal di Lombok, beliau bilang kalau di sana ana beberapa keturunan mbah (buyut saya) Irsyadi Karang Anom Klaten. 


Mbah dari ibu, Abdussalam Irsyadi memang dari sana dan merantau ke Lampung sebelum Indonesia merdeka.


Ah, dalam benak saya, jangankan anak saya, lha wong saya saja hanya ingat ibu sering cerita tentang  pakde Shodri, lik Hadiri atau Lik Timul saudara saudara mbah saya. 


Itulah "Kepaten obor".

Istilah jawa untuk menggambarkan terputusnya komunikasi kekeluargaan sedarah. 


Maka tadi saya ajak anak-anak untuk bersilaturahmi ke mbah lik mereka meskipun nggak saling mengenal, agar kita nggak kepaten obor. Karena bagaimanapun keluarga, secara umum, adalah pihak yang paling setia dalam mendukung kita dibanding orang lain yang tidak punya hubungan darah. Maka itulah kita sering mendengar tentang hal tersebut dengan ungkapan: Karena darah lebih kental dari pada air... 


Disamping itu Islam juga sangat menekankan pentingnya menjaga dan menyambung silaturahmi atau silaturahim seperti diberitakan dalam beberapa hadits berikut: 


1. Hadits Tentang Terputusnya Silaturahim

 "Setelah Allah menciptakan semua makhluk, maka rahim pun berkata; 'Inikah tempat bagi yang berlindung dari terputusnya silaturahim (Menyambung silaturahim).' Allah menjawab: 'Benar. Tidakkah kamu rela bahwasanya Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan yang memutuskanmu? ' Rahim menjawab; 'Tentu, wahai Rabb' Allah berfirman: 'ltulah yang kamu miliki.' Setelah itu Rasulullah SAW bersabda: 'Jika kamu mau, maka bacalah ayat berikut ini (QS Muhammad, 22): Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (HR Bukhari) 


2. Hadits Qudsi Tentang Terputusnya Rahmat

Hadits qudsi: Rasulullah Saw bersabda, Allah berfirman, "Aku adalah Maha Pengasih dan ia adalah Rahim, nama itu diambil dari bagian nama-Ku, siapa yang menyambungnya, maka Aku memberikan rahmat-Ku kepadanya, dan siapa yang memutuskannya, maka Aku memutuskan rahmat-Ku darinya." (HR Abu Dawud).



3. Hadits Tentang Memuliakan Tamu

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam" 

(HR Bukhari). 


4. Hadits Tentang Manfaat Silaturahim


"Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menjalin silaturrahim." (HR Bukhari). 


Masih banyak hadits lain yang menjelaskan pentingnya dan manfaatnya silaturahim serta ancaman bagi orang yang memutuskannya. 


Begitu banyak manfaat dari silaturahim, maka alangkah baiknya bila kita yang berkeinginan kuat untuk melihat Islam terus berkembang dan kuat, menjadi pelopor dalam menyambung silaturahim kepada keluarga besar dan masyarakat handai taulan. 


Karena silaturahim juga merupakan salah satu kunci sukses dalam membangun basis sosial. 


Di samping itu para tokoh besar dan sukses pun ternyata adalah orang yang gemar membangun silaturahmi yang akhirnya terbangun pula jaringan persaudaraan dan pertemanan yang luas dan kuat. 


Di era sekarang, dimana untuk sukses membutuhkan kemampuan berkolaborasi dengan banyak pihak, maka silaturahim dan pertemanan menjadi hal yang tidak bisa ditawar tawar. 


Karenanya kegemaran bersilaturahim ini perlu juga ditanamkan kepada anak anak kita sebagai generasi calon pemimpin masa depan. Jangan biarkan mereka terlalu asik dengan gadget nya, karena mereka tidak hidup di dunia maya tapi mereka hidup di dunia nyata.

Dan itu butuh contoh...

Dari kita!



Wallahua'lam bi shawab 


Posting Komentar

0 Komentar