Foto: Ety Nurdiyanti |
Langitkan Mimpimu
Kalau besar mau jadi apa?
Begitu kira-kira
pertanyaan yang kerap ditanyakan kepada kita sewaktu kecil dulu. Ketika bertemu
guru, paman, bibi atau siapapun, pertanyaan itu selalu ditanyakan kembali dan
seolah menjadi afirmasi betapa pentingnya menanamkan cita-cita sedari kecil. Sehingga
di usia dini kita jadi terbiasa dangan
kata “cita-cita” dan mulai membayangkan impian masa depan.
Walau terkadang jawaban masih berubah-ubah ketika
menjawab pertanyaan tersebut, kadang ingin jadi Dokter, Pilot, Astronot, dan lain-lain, tapi ini penting bagi orangtua atau orang dewasa lainnya untuk membiasakan dan
mengkondisikan anak-anak memiliki cita-cita atau impian di usia dini.
Sebagaimana yang dilakukan orang tua Muhammad
Al-Fatih, penakluk kota Kontantinopel (sekarang Turki). Setiap hari Sultan (ayah Al-Fatih), menyampaikan
motivasi dan visi kepadanya, padahal saat itu ia masih sangat kecil.
Di puncak menara masjid yang tertinggi, sang ayah
berkata,
“Mehmed, lihatlah! Di depan, jauh di depan sana, di
sanalah Konstantinopel. Kota itu adalah salah satu pusat dari kekufuran. Ibu
kota Romawi Timur yang sangat kuat. Kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan
Islam. Dan engkaulah, Insyaallah, yang akan menaklukkannya kelak. ”
MasyaAllah, teladan yang luar biasa!
Kisah teladan lain yang bisa kita ambil hikmahnya adalah, kisah yang
terdapat di dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-Dzahabi menyampaikan
kisah pertemuan empat orang pemuda. Abdullah bin Umar adalah putra Umar bin
Khattab radiyallahu anhu. Adapun yang tiga adalah putra-putra dari
Zubair bin Awwam radiyallahu anhu, Mus’ab bin Zubair, ‘Urwah bin Zubair,
dan Abdullah bin Zubair
Di tempat suci Hijr Ismail, dibawah
bayang Ka’bah pemuda sholeh itu
berkumpul lalu melangitkan harapan dan cita-cita. “Mari kita jadikan majelis
atau pertemuan ini sebagai pertemuan berharap, pertemuan cita-cita, majelis
cita-cita”
Abdullah bin Umar berkata kepada
Mus’ab bin Zubair, ‘Urwah bin Zubair, dan Abdullah bin Zubair “Mari
sebutkan impian kalian.”
“Aku ingin kekhalifahan.” Ujar Abdullah bin Zubair serius.
Urwah bin Zubair berkata, “Aku ingin
menjadi seorang ulama.”
Tak mau kalah, Mus’ab bin Zubair pun berkata, “Aku ingin menjadi gubernur Irak
dan menikahi Aisyah binti Thalhah dan Sakinah binti Al-Hasan.” Aisyah dan
Sukainah adalah dua wanita yang sangat ceras dan catik dizamnnya.
Kemudian yang terakhir, Abdullah bin
Umar berujar, “Aku ingin Allah Ta’ala mengampuniku.”
Lalu apa yang terjadi dengan cita-cita
anak muda sholeh tersebut?
Selang
beberapa tahun kemudian, Urwah bin Zubair menjadi ulama besar.Tempat
orang bertanya ilmu hadits dan seorang faqih pada zaman tabi’in. Banyak hadits
yang diriwayatkan melalui jalurnya.
Mus’ab ibnu Zubair akhirnya menjadi
gubernur Irak juga menikahi Sukainah binti Husain dan Aisyah binti Thalhah bin
‘Ubaidillah dengan mahar masing-masing lima ratus ribu dirham.
Abdullah
bin Zubair menjadi khalifah selama kurang lebih 9 tahun.
Abdullah bin Umar yang bercita-cita
ingin masuk surga, tentu tidak bisa kita liat jawabannya. [1]
Cerita
yang sarat akan makna dan hikmah. Jangan takut untuk bermimpi, dan berjuanglah
untuk mewujudkan mimpi itu. Pepatah lama mengatakan, gantungkan cita-citamu
setinggi langit, karena ketika kita jatuh kita masih berada diantara
bintang-bintang.
Milikilah impian, karena bermimpi itu gratis. Mimpi
yang tidak sekedar mimpi, ada effort maksimal juga untuk mewujudkannya.
Itulah yang membedakan kita dengan orang yang berkhayal.
Tak
perlu goyah dengan argumen-argumen yang biasa muncul dan sering menjadi
pembenaran dari lemahnya jiwa “ngak usahlah bermimpi yang muluk-muluk, terlalu
tinggi nanti kalau jatuh sakit”, dan
masih banyak pernyataan senada yang membuat kita takut untuk bermimpi.
Impian atau cita-cita adalah ruhnya
kehidupan. Dengannya kita memiliki gairah dan motivasi dalam hidup. Ini juga
yang mempengaruhi daya juang dan fokus sesorang dalam menjalani kehidupannya.
Gambaran kehidupan kita dimasa depan banyak dipengaruhi oleh cita-cita atau
impian dimasa sekarang. Orang yang memiliki impian, maka hidupnya lebih optimis
dibanding yang tidak memiliki impian atau cita-cita.
Impian adalah energi yang senantiasa
menjadi bahan bakar kita dalam perjalanan hidup. Impian akan terus memacu kita
untuk optimis di sepanjang jalan perjuangan. Semakin besar mimpi maka upaya dan
daya juang juga akan semakin besar.
Dengan adanya impian juga membuat
seseorang memiliki mental baja dalam melewati segala rintangan dan halangan
yang merintangi capaian impiannya. Impian adalah sebuah destinasi dalam sebuah
perjalanan kehidupan . Dengan destinasi impian yang jelas, kita akan berusaha
untuk tetap on the track dalam perjalanan meraih impian.
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata,
“Sesungguhnya aku memiliki jiwa yang berkeinginan sangat kuat, aku bercita-cita
untuk tegaknya khilafah maka aku memperolehnya. Aku menginginkan menikahi putri
seorang khalifah maka aku mendapatkannya, aku bercita-cita menjadi khalifah
maka aku mendapatkannya, dan aku sekarang menginginkan surga maka aku berharap
untuk mendapatkannya.”
Berkata Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah,
“Tidak ada kegembiraan sama sekali bagi orang yang tidak punya hasrat dan
impian ...”
Tidak ada kata terlambat dalam bermimpi.
Selagi kita masih berakal dan bernafas sejatinya kita masih memiliki harapan
untuk memiliki impian. Yuk, peluk mimpimu!
Ketika Impianmu Dianggap “Gila”
Pernah kamu mengalami bullying dari
oranglain hanya karena impian atau cita-citamu terlalu melangit? Impian yang
dianggap kurang membumi lalu berujung pada sarkasme dan pembunuhan karakter?
Adalah RasulAllah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam ketika perang Ahzab
memutuskan untuk membuat parit yang mengelilingi Madinah. Strategi ini adalah
usulan dari sahabat Salman Al-Farisi.
Saat sedang menggali parit sahabat disulitkan
karena adanya batu bulat bewarna putih yang sangat besar. Ihwal ini lantas
dilaporkan kepada RasulAllah. Beliau lalu mendatangi lokasi batu besar
tersebut. Diambilnya kapak tanah dan
berkata, “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai kalimat yang
benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-Nya dn Dialah yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecahlah sepetiga batu itu.
“Allahhu Akbar” RasulAllah bertakbir
lalu diikuti oleh kaum muslimin yang lain tatkala batu itu mengeluarkan cahaya.
Beliau lanjut memukul batu itu, dan kembali benda itu merekah dan mengeluarkan cahaya terang
yang menerangi kedua ujung Madinah.
RasulAllah kembali bertakbir dan
diikuti oleh sahabat yang lain. Nabi Shalallaahu
'Alayhi Wasallam kemudian memukul batu itu untuk ketiga kalinya. Maka, pecahlah benda itu
berkeping-keping. Benda itu lagi-lagi mengelurkan cahaya yang berkilau.
“Wahai RasulAllah, ketika engkau memukul batu itu, aku melihat ada kilat
memancar” tanya Salman Al-Farisi
“Engkau melihatnya” jawab RasulAllah
“Demi dzat yang mengutus engkau
membawa kebenaran, benar ya RasulAllah.” Jawab Salman
RasuAllah bersabda,” Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepadaku
istana-istana Hirah dan Madain yang dimilki Kisra Persia dan sekitarnya.” Jibril
lalu datang dan menyampaikan kabar gembira bahwa kaum muslimin nanti akan
mengalahkan mereka (Persia).
Para sahabat yang hadir ketika itu berkata, “Wahai RasulAllah, berdoalah
kepada Allah agar membukakannya untuk kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan
agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.”
Maka RasulAllah pun berdoa. “Kemudian aku memukul kedua kalinya, dan
diperlihatkan kepadaku istana-istana merah kota Romawi dan sekitarnya.”
Lagi, Jibril lalu memberitahukan bahwa umat Islam nanti akan mengalahkan
mereka (Romawi).”
Para sahabat berkata,
“Wahai RasulAllah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami
ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan
tangan-tangan kami.”
Maka RasulAllah pun berdoa.
“Kemudian aku memukul untuk yang ketiga kalinya, dan diperlihatkan kepadaku
negeri Ethopia dan sekitarnya.”
Lalu beliau berkata ketika itu, “Biarkanlah
Ethopia (Habasyah) selam mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki
selama mereka meninggalkan kalian.”[2]
Sontak ucapan RasulAllah itu mendapat reaksi sinis dari orang-orang
munafik. Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam mendapat bully-an dan
ejekan yang membuat kuping panas.
“Tidakkah kalian merasa heran dengan
ucapan, angan-angan dan janji palsu yang disampaikan Muhammad kepada kalian!?”
hardik mereka
“Bagaimana mungkin Muhammad
menyatakan telah melihat dari kota Yastrib (Madinah) istana-istana Hirah dan
Madain milik raja Kisra Persia? Juga bagaimana mungkin ia mengatakan bahwa
kalian akan menaklukkannya, sementara kalian saat ini hanya bisa menggali parit
untuk melindungi diri dari musuh yang kalian tidak bisa menghadapinya!?”
Sahabat sekalian,
Sungguh hinaan yang menyayat hati bukan? Begitu mereka mem-bully RasulAllah
dan kaum muslimin.
Cita-cita kaum muslimin untuk
menaklukkan kota Persia dan Romawi dianggap sebagai ide ‘gila’ yang immposible untuk diraih. Orang-orang
munafik berfikir di perang Ahzab saja kaum muslimin tidak mungkin menang dengan
jumlah pasukan yang sangat jauh. Kaum muslimin ada 3000 orang sedang pasukan musuh
berjumlah 10,000 pasukan apalagi bermimpi mau mengalahkan imperium digdaya seperti Persia dan Romawi.
Keteguhan
iman dan kepercayaan kaum muslimin yang kuat akan janji Allah dan Rasul-Nya
akan menjadi nyata. Akhirnya sejarah
mencatat dengan tinta emas kejayaan bahwa
Islam pernah menguasai dua negara adidaya kala itu, yaitu Romawi dan Persia di
masa khilafah Umar bin Khattab.
Pembebasan pertama ini setahun
sebelum Khalifah Umar memasuki Baitul Maqdis, pasukan Muslim lebih dulu
mengalahkan dua superpower, yaitu Romawi Byzantium dan
Sassanid Persia.
Romawi Byzantium dikalahkan secara
telak dalam Perang Yarmuk oleh pasukan Muslim yang dipimpin Abu Ubaidah dan
Khalid bin Walid. Sedangkan, Sassanid Persia dikalahkan, juga secara telak,
dalam Perang Qadisiya, oleh pasukan Muslim yang dipimpin Saad bin Abi Waqqash.
Sedangkan, riwayat kekaisaran Romawi
berakhir dengan penaklukan Konstantinopel, ibu kota Romawi Byzantium, oleh
Muhammad Al Fatih pada 1453, 800 tahun setelah sabda Nabi SAW.
Dengan apa kaum muslimin meraih itu semua? harta dan jiwa
mereka.
Sahabat yang tercinta,
Seperti kehilangan motivasi dan gairah hidup, saat ini
banyak orang yang tidak berani memiliki impian dan cita-cita besar dalam hidupnya. Ketidakberanian itu disebabkan ia merasa
dengan kemampuannya saat ini mustahil untuk mencapai mimpi besarnya itu.
Jangan takut untuk bermimpi
yang “nyeleneh” atau bahkan “gila” sekalipun. Jika orang lain mencemooh mimpimu
jadikan itu sebagai “cambuk” untuk melecutkan semangat juangmu. Karena impian
itu butuh pembuktian, jika tidak ia adalah angan-angan belaka.
Umar bin Khathab ra berkata, ”Janganlah
engkau sekali-kali berobsesi rendah sesungguhnya saya belum pernah melihat
orang yang paling kerdil dari orang yang berobsesi rendah.”
Imam
Syafi berkata, “Tidaklah mungkin orang yang punya mimpi dan bercita-cita besar
hanya duduk berpangku tangan. Tinggalkanlah watan dan kenyamanan maka kau akan
menemukan gantinya karena kenikmatan hidup didapatkan setelah kau melewati
kelelehan.”
Berkata Imam Ibnu Jauzi, “Di antara tanda kesempurnaan akal adalah memiliki
cita-cita atau impian yang tinggi.”
Lebih lanjut beliau berkata, “Aku tidak melihat aib seseorang
sebagai aib layaknya seorang yang mampu mencapai derajat kesempurnaan kemudian
dia tidak mewujudkannya. Bahkan tidak berani mempikannya.” Karena itu impian
yang tinggi sangat berkontribusi pada peningkatan kapasitas masa depan kelak.
Bukanlah tubuh yang kecil tapi obsesi
dan impianlah yang kerdil. Jika jiwa seseorang besar maka sesuatu yang agung
dapat diraihnya.
Impian dan cita-cita ibarat mesin
penggerak semangat juang hingga kita bisa fokus pada apa yang kita impikan.
Hidup akan lebih terarah karena kita memiliki target yang jelas.
Jangan biarkan mimpimu
padam dalam pusaran kelemahan tekad dan jiwa. Biar ia terus berpijar dan
bersinar dalam kehidupan kita.
Nabi Shallaulahu ‘Alaihi Wassallam pernah
bersabda: “ Berusahalah kalian, setiap kalian akan dimudahkan menuju takdirnya
masing-masing”. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim melalui sahabat
mulia Ali bin Abi Tholib Radhiallahu ‘Anhu.
Mari jadikan sejarah para
nabi, sahabat dan orang-orang shaleh yang pernah menginjakkan kaki di bumi ini
sebagai motivasi dan ispirasi hidup kita. Mereka adalah sebaik-baik
keteladanan.
Bersebab generasi
terbaikpun mengukir impian, menggenggam cita, maka bermimpilah dan iringilah
dengan doa agar Allah ridho padamu.
Cita-Cita Tertinggi
Apapun cita-cita sahabat
sekalian, niatkan itu untuk mencari Ridho Allah. Bercita-citalah! Bukan hanya untuk
duniamu, tapi juga untuk akheratmu.
Rasulullah bersabda, “Dan jika
kalian meminta kepada Allah, maka mintalah surga firdaus, sebab dia adalah
surga yang paling tinggi.” (HR. Bukhori)
Pembantu RasulAllah, Rabiah bin Kaab
ketika ditanya oleh Nabi, “Wahai Rabiah apa yang engkau inginkan?”
Kata Rabiah, “Wahai Rasulullah, aku ingin menemanimu di
surga.” Jawabnya
MasyaAllah, Sungguh cita-cita yang sangat
tinggi.
[1]
Karlina,Nunu. 2014 . Pijar Cita-Cita
https://www.parentingnabawiyyah.com/2014/08/15/pijar-cita-cita
0 Komentar