Petani Porang Dag Dig Dug




Oleh Ade Gunawan 

Pemerhati Petani Desa

Era silih berganti, namun nasib petani belum juga ada perbaikan yang signifikan. Petani budidaya apa saja, hasilnya tetap saja sama. Bila waktu panen tiba. Sedikit dikonsumsi sendiri, dan sebagian besar dijual. 

Uang yang terkumpul dari hasil penjualan. Biasanya belum bisa untuk biaya penanaman berikutnya. Begitu seterusnya. Tenaga dan waktu tidak dihitung sebagai komponen biaya. Yang penting kuat dan sehat. Petani menjalani dengan ikhlas dan sabar.

Padahal sudah ada program pemerintah yang bagus, yaitu Program stabilisasi harga dan pasokan pangan. Namun belum terasa langsung oleh petani.

Petani tidak mengerti regulasi pemerintah, seperti tata niaga cengkeh. Atau program pengendalian harga dasar gabah kering. Sepertinya mimpi menjadi kaya dari hasil pertanian harus disimpan sementara. Yang penting sekarang bisa bertahan hidup.

Berbagai budidaya tanaman sudah dicoba petani. Mereka rela membeli benih atau bibit. dengan harga yang mahal. Belum lagi pupuk yang terkadang sulit didapatkan. Tapi mengapa setiap musim panen, petani tidak bergembira? Karena harga jual seketika merosot tajam.

Regulasi yang ada sebagai jaring pengaman petani sepertinya tidak kuasa mengatur harga. Para pengepul dan pemilik gudang dapat berselancar bebas menentukan harga jual.

Petani adalah kelompok yang paling lemah dalam mata rantai produsen dan konsumen. Tidak punya bargaining atau daya tawar. Yang ada hanya menyerah dan pasrah. 

Paling banter berbuat anarkis kepada diri sendiri. Sebagai ungkapan unek unek dan kekesalannya. Tapi tidak merugikan pihak lain. Seperti Petani bawang merah di Brebes yang membuang hasil panennya ke jalan raya. Petani cabai yang membakar hasil panennya. Atau Petani Cengkeh yang menebangi semua pohon cengkeh yang masih produktif.

Saat ini yang sedang boming di kampung saya. Desa Slogoretno Kecamatan Jatipurno Kabupaten Wonogiri adalah menanam Porang. Walaupun terhitung telat, tidak mengapa. Lebih baik telat dari pada nanti tidak kebagian momen emas. Merasakan harga jual porang yang sangat fantastis.

Motivasi dari generasi awal petani porang sungguh luar biasa. Dari hasil panen porang, mereka bisa membangun rumah dan membeli mobil mewah. 

Andrenalin teman teman petani di desa saya bangkit kembali setelah beberapa kali terpuruk dari jatuhnya harga pasar komoditas pertanian. 

Lahan pekarangan luas, cukup lama dibiarkan menjadi lahan mati. Hanya semak belukar dan tanaman tidak produktif lainnya. Sekarang dibersihkan dan dicangkul untuk ditanami porang. Tidak peduli harga bibit porang yang terbilang mahal.

Tidak cukup dengan pekaranganya sendiri. Mereka mencari sewaan lahan milik tetangga. Bila dikalkulasi setiap anggota kelompok tani porang dapat mengelola lahan mimimal 1 - 3 hektar. Semua demi mengejar mimpi indah. Mereka rela menjual apa saja atau mencari pinjaman untuk investasi  porang yang sangat menggiurkan.

Sambil menunggu waktu panen porang sekitar 2 tahun. Para petani terus berdoa dan berharap. Semoga Ratu Adil akan benar benar datang. Utusan Pemilik Gudang atau Pabrik Porang membawa koperan uang, untuk membayar cash di lokasi.

Mereka petani mandiri, dari awal menanam tidak mendapatkan dana stimulus dari Pemerintah. Atau subsidi benih porang, pupuk dan lain sebagainya.

Mereka rela merogoh lebih dalam kantung pribadinya. Demi mengejar kesuksesan materi yang selalu di gembor gemborkan sang mentor porang.

Saya tidak ikut menanam porang, tapi ikut mendoakan tetangga saya. Semoga benar akan datang Ratu Adil saat musim panen porang seperti sosok sahabat Rasulullah Abdurrahman bin Auf. 

Suatu ketika tiba di Kota Madinah setelah kembali dari perang Tabuk. Baginda Rasul. Menerima banyak keluhan dari para ibu ibu. Mereka tidak bisa memetik panen kurma dan menjualnya di pasar. Karena suami mereka ikut pasukan bersama Rasulullah. 

Rasulullah menerintahkan sahabat memanggil Abdurrahman bin Auf. Untuk mengajak berdiskusi mengatasi kurma busuk yang menumpuk di Kota Madinah. Tidak lama Abdurraman langsung menghadap Rasulullah. Dan menanyakan keperluan Rasulullah SAW memanggilnya.

Rasulullah menceritakan permasalah panen raya kurma yang busuk karena belum bisa diserap oleh pasar. 

Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal tersebut, Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia kembali menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal

Setelah mendapat penjelasan dari Rasulullah. Beliau pamit dan keluar membuat sebuah pengumuman bahwasannya dirinya akan membeli seluruh kurma yang telah busuk itu dengan harga kurma normal. 

Setelah membeli seluruh kurma busuk itu, Abdurahman jatuh miskin hingga hanya memiliki tumpukan kurma busuk. Beliau mengeringkan kurma yang busuk itu. Mungkin jika nanti ada yang membutuhkan. Dia akan memberikan.

Permasalah kurma busuk yang menumpuk di Kota Madinah sudah diselesaikan dengan elegan oleh Abdurrahman bin Auf. Lain waktu datang seseorang dari negeri Yaman yang ingin membeli seluruh kurma busuk kering milik Abdurahman. 

Kurma busuk kering itu akan dipergunakannya sebagai obat untuk wabah penyakit aneh yang tengah melanda kota tersebut. Orang itu membeli kurma busuk itu dengan harga sepuluh kali lipat dari harga kurma segar di pasaran. Subhanallah, Maha Kaya Allah dengan segala yang dimilikinya.

Kesimpulan dari cerita diatas. Persoalan petani waktu panen raya. Yang dibutuhkan bukan sekedar aturan formal apapun namanya. Namun yang lebih utama adalah kepastian atau tindakan nyata. 

Semoga akan selalu ada sosok pengusaha seperti Abdurrahman bin Auf. Yang selalu siap membantu petani. Sehingga petani tidak hanya menjadi pelengkap penderita. Tapi lebih terjamin kesejahteraan hidupnya. Aamiin Yaa Robal'alamin.

Posting Komentar

0 Komentar