Merdeka Sejak dari Pikiran, Mungkinkah?

 

PKSFoto/Mahmud Depok


Oleh: Abdul Rasyid 


Momentum kemerdekaan selalu identik dengan perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajahan. Setiap tahunnya diperingati dengan hiruk pikuk perayaan bahkan hingga pesta membanggakan. Pesan kemerdekaan yang selalu didengungkan tidak lain adalah heroisme perjuangan dan pesan mengisi kemerdekaan. 


Dalam tahap ini semua merupakan hal yang wajar agar momentum tahunan ini membekas dari generasi ke generasi. Namun demikian sudah saatnya di usia 76 tahun ini (khususnya di era pandemi) maka perayaan dan penghayatan kemerdekaan akan lebih terasa karena kita dipaksa berada dalam keterbatasan gerak dan aktivitas. Sehingga momentum kontemplasi dan refleksi tahunan mendapat ruang yang lebih banyak. 


Momen refleksi tahunan ini benar-benar diarahkan pada hakekat kemerdekaan yang sesungguhnya, tidak lagi sebatas merdeka dalam arti fisik, melainkan merdeka sejak dalam pikiran, mengapa demikian? Dan apakah mungkin? Hal ini tidak lain disebabkan oleh kondisi terkini terhadap eksistensi kemanusiaan ditengah dunia yang terbolak-balik, kabur dan rumit dalam patron kebenaran dan keadilan. 


Merdeka yang selama ini didefinisikan sebagai kondisi bebas atau tidak bergantung pada apapun dan siapa pun (independen) perlu kembali direnungkan. Apakah kita telah benar-benar bebas? Apakah benar bahwa kita tidak membutuhkan ketergantungan oleh siapa pun dan apapun? 


Pertanyaan eksistensial ini jika direkatkan pada personal atau individu maka akan begitu sulit menjawabnya karena sesungguhnya tidak orang yang benar-benar bebas dan tidak membutuhkan ketergantungan pada siapapun dan apapun, sudah menjadi kodrat keberadaan manusia bahwa dia adalah makhluk sosial yang membutuhkan keterikatan dan keterhubungan, suka atau tidak suka kebebasan individunya harus berikat pada konsensus dan kesepakatan bersama. Artinya bahwa kebebasan yang dimilikinya adalah kebebasan saling mengikat atau interdependensi. 


Maka mencermati kondisi ini sudah tentu sedikit menjawab pertanyaan, apakah mungkin kita bisa Merdeka sejak dari pikiran? Dan seperti apa sebenarnya menilai ungkapan tersebut? 


Merdeka sejak dari pikiran selalu dikaitkan dengan kebebasan manusia secara mutlak untuk menentukan pikirannya sendiri. Seolah pikiran itu adalah sesuatu yang berdiri sendiri dan “barang bebas” yang tak terikat oleh nilai apapun. Padahal sesungguhnya sejak manusia terlahir jenis-jenis pikiran telah duluan ada dan menjejali ruang-ruang pikir pendahulu, yang kemudian secara turun temurun telah membentuk sistem berfikir dari generasi ke generasi dan telah teruji dari sejarah yang datang silih berganti. 


Disinilah dapat disimpulkan bahwa merdeka sejak dalam pikiran itu sebenarnya hanyalah ungkapan penggugah yang tidak bebas nilai. Merdeka sejak dari pikiran itu sebenarnya adalah ungkapan penegasan saja bahwa silahkan bebas memilih jenis berfikir apa saja dan jangan pernah mengklaim bahwa pilihan berpikirnya adalah bebas nilai atau bebas dari kepentingan dan merasa paling benar dan paling baik. 


Merdeka sejak dari pikiran itu juga merupakan penegasan atas pilihan sadar terhadap pikiran apa yang dianut, sehingga secara terbuka menjadikan pikirannya sebagai objek sengketa yang setiap saat bisa digugat dan siap menerima gugatan. Dengan prinsip ini maka sesungguhnya dia akan menjadi manusia merdeka dari penjajahan ideologi yang membeku dan membatu di alam pikirannya. 


Dan lebih dari pada itu, jika semua telah memahami bahwa merdeka sejak dalam pikiran adalah sesuatu yang baik, maka perlahan tapi pasti masyarakat yang terbentuk nantinya adalah masyarakat yang dialogis, humanis, dan akan memperkecil konflik ideologis yang tidak perlu. 


Sudah saatnya mengisi kemerdekaan ini sejak dalam pikiran kita, tidak lagi sebatas jargon semu yang keras dan membatu. Apalagi saat ini kita sedang dihadapkan pada persoalan yang kompleks dari efek pandemi. Kebersamaan dan persatuan adalah kunci dalam menghadapi tantangan saat ini, apalagi tema besar yang diusung di momentum kemerdekaan 76 adalah Indonesia Tangguh dan Indonesia Tumbuh. Tangguh dalam menghadapi kompleksitas dunia dan tumbuh di tengah keterbatasan dan ketertinggalan. 


Semoga ☺️


Penulis adalah Ketua DPD PKS Kabupaten Donggala, Ketua Fraksi PKS DPRD PKS Donggala


Posting Komentar

0 Komentar