Aku Mendoakanmu Lailatul Qadar

Pixabay


Hari ini kami di Alquran Institute diberikan infak satu kambing utuh yang telah disembelih, telah dikuliti dan dibersihkan kepalanya. Dipesankan untuk jadi menu sahur jamaah itikaf. 


Cerita kambing ini dimulai kemarin saat ada sambungan telepon yang masuk ke hp saya, "Ustad, saya mau berinfak kambing."

Mendengar suara di telepon mengatakan saya mau berinfak kambing, langsung bergetar hati ini. Sebab saya tahu yang mengatakan mau berinfak kambing ini lebih butuh terhadap kambing itu dibanding kami. 


Pernah saat awal Covid-19, yang menginfakkan kambing ini justru masuk dalam jatah keluarga yang diberikan santunan karena covid. Setelah sambungan telepon putus, infak kambing ini menjadi dialog serius antara saya dan istri. Kami akhirnya mengevaluasi ulang semangat Ramadan sebagai bulan peduli. Ternyata kami belum ada apa-apanya dibanding yang telah menginfakkan kambing. 


Dalam salat malam, saya menangis untuk mendoakannya. Sambil bersuka dalam hati, bahwa Allah masih menggabungkan saya dalam satu komunitas dengan yang menginfakkan kambing. Bahwa komunitas ini masih on the track dan dipilih oleh Allah untuk melahirkan orang-orang seperti yang telah menginfakkan kambing. 


Dan ternyata, yang menginfakkan kambing, justru telah menginfakkan kambing satu hari sebelumnya untuk jamaah itikaf DPD PKS Banggai di masjid Al Ukhuwwah. Sama infaknya, satu kambing besar yang utuh, telah dikuliti dan dibersihkan kepalanya. 


Kami yang biasa membeli kambing untuk keperluan kedai, bisa menaksir kira kira harga satu ekor kambing yang diinfakkan bisa mencapai angka 2 juta rupiah. Karena kami pernah membeli kambing yang sama besarnya, seharga 2,5 juta. 


Berarti dalam tempo dua hari, yang menginfakkan kambing telah berinfak sejumlah 4 juta? Padahal mungkin ia yang lebih butuh terhadap 4 juta itu dibanding kami yang telah diinfakkan. 


Allahu akbar. Memang infak itu bukan terkait dengan kecukupan. Namun kesiapan hati. Ada yang cukup materi, tapi hati belum siap berinfak. Tapi ada yang kurang secara materi. Tapi hatinya kaya dengan infak. Sehingga bila mungkin tidak bisa infak dengan rupiah, ia bisa infak dengan kambing kesayangan yang telah dipelihara selama bertahun-tahun. 


Terima kasih untuk antum. Yang telah mengajarkan kami kembali arti Ramadan itu. Terima kasih untuk antum yang telah membuat Ramadan kita dalam komunitas ini menjadi luar biasa tahun ini. 


Terima kasih untuk antum yang mengajarkan kembali kepada kami, hadis Rasulullah yang mengatakan bahwa beliau Saw. saat Ramadan menjadi seorang yang paling dermawan, paling gemar berinfak. Infak beliau terasa seperti angin yang sangat menyejukkan. Terima kasih untuk antum, yang membuat hati kami terasa sejuk dan bergetar salut, karena infak kambingmu. Walaupun kami tahu, antum lebih membutuhkan infak itu dibanding kami. 


Ramadan hari ke 25

H. Iswan Kurnia Hasan, Lc.MA.

Posting Komentar

0 Komentar