Definisi Bahagia Sepanjang Masa


PKSFoto/Kepulauan Meranti



Siapa yang tidak ingin merasakan bahagia dalam hidupnya ? Saya rasa masing-masing kita tentu menginginkan kebahagiaan ini senantiasa membersamai kita dalam mengarungi perjalanan dunia. Kapan ya saat-saat paling membahagiakan dalam hidup kita? Pada masa kecil yang penuh kenangan berharga, masa remaja yang penuh dengan cerita, atau setelah dewasa dan mengenali diri kita yang sebenarnya?


Ah, saya rasa kita semua sepakat bahwa masa remaja adalah satu diantara beberapa fase paling bahagia dalam hidup kita. Masa-masa itu bisa jadi bahkan masih tercetak dengan begitu jelas pada sudut-sudut memori yang juga telah mengambil tempat tersendiri di dalam hati. Saat itu agaknya kita masih begitu menggebu untuk bisa segera menemukan jati diri yang baru melalui berbagai “petualangan-petualangan” yang seru.


Keluarga

Keluarga adalah basis utama dimana semua kebahagiaan itu bermuara. Ketika remaja, barangkali kita pernah dipertemukan dengan berbagai persoalan yang sebenarnya tidak terlalu rumit tapi kerap kali kita besar-besarkan. Bertengkar dengan adik-adik, misalnya. Persoalan yang sebenarnya begitu kecil, tapi mampu membuat emosi kita kemudian terpanggil. Biasanya, perang dunia skala rumah tangga ini pun akhirnya tak terelakkan kejadiannya.


Lalu apa yang terjadi? Pasti kemudian orangtua kita hadir untuk menengahkan. Dari sanalah kita kemudian belajar tentang apa yang disebut dengan pendewasaan. Belajar mengalah walau tak salah, belajar bersabar meskipun merasa benar, juga belajar menerima berbagai perbedaan yang kemudian membuat rumah dan keluarga akan selalu menjadi tempat pulang yang menyenangkan. Kita akhirnya punya kenangan bahagia tentang rumah dan keluarga karena kita memiliki orangtua yang tak pernah henti untuk membimbing dan mendo’akan anak-anaknya.


Masa Remaja

Dimasa remaja, kita juga kemudian mengenal berbagai lingkar pertemanan. Bertemu teman baik untuk pertama kali adalah poin yang teramat pantas untukdisyukuri, khususnya bagi diri saya sendiri. Menemukan mereka yang senantiasa siap membersamai dalam proses perjalanan menuntut ilmu sekaligus pencarian jati diri  dan menjadikan lingkar pertemanan itu sangat berarti hingga detik ini. Banyak orang menyebutkan bahwa pertemanan yang telah melewati masa 7 tahun kebersamaan, insyaAllah akan menjadi persahabatan yang berkekalan. Saya rasa hal itu memang benarlah adanya.


Mereka yang dulu telah setia menemani dari fase begitu labilnya diri ini, nyatanya masih tetap ada dan saling menyemangati agar masing-masing kita dapat bersua dan mencapai titik stabilnya tersendiri. Dulu kita telah melewati masa-masa penuh gejolak itu bersama dan kita tetap bahagia karena kita yakin setiap kesulitan yang barangkali akan kita hadapi kedepan akan selalu terselesaikan bersama mereka yang kita sebut sebagai teman.


Masa remaja juga menjadi masa dimana kita menanam bibit-bibit keberanian dan memupuknya dengan berbagai prestasi serta pencapaian. Saat itu, kita begitu bebas mengekspresikan diri dan mencoba berbagai hal baru yang mungkin kelak akan menjadi fokus pengembangan diri. Tidak takut menyampaikan gagasan, tidak terlalu memikirkan penolakan maupun penerimaan, juga tidak perlu terlalu menjaga sikap yang kemudian jatuhnya menjadi sekadar pencitraan.


Saat itu kita bahagia menjalani hari-hari terbaik versi kita. Berbagai kesempatan pun hadir dan cerita-cerita perjuangan pun mulai diukir. Kita hanya berfokus pada hari ini dan beberapa hari ke depan yang harus diisi dengan banyak tugas dan targetan. Kita barangkali tak pernah menghitung dan menerka apakah waktu yang tersedia akan cukup untuk melaksanakan semua aktivitas yang telah dirancang sebelumnya. Kita hanya yakin bahwa apa yang tengah kita tanam saat ini pasti akan berbuah kebaikan  dan kebermanfaatan di masa mendatang.


Setelah Dewasa

Lalu bagaimana dengan diri kita akhir-akhir ini? Mengapa setelah dewasa, kebahagiaan-kebahagiaan itu seolah kemudian perlahan menguap dan sirna dari cerita-cerita kita? Mengapa saat dewasa, kita justru terlalu banyak mengkhawatirkan segala sesuatu yang bahkan masih belum jelas hadirnya di depan? Kita seolah telah memberikan definisi baru tentang kebahagiaan yang kemudian seolah tak akan pernah hadir dalam kehidupan.


Seorang influencer yang saya ikuti media sosialnya pernah menulis seperti ini, kebahagiaan adalah ketiadaan rasa takut dan sedih. Semakin dewasa, kita seolah semakin khawatir tak menentu yang kemudian melahirkan rasa takut dan sedih yang tak beralasan terhadap berbagai ujian atau rintangan yang disambangi dalam kehidupan. Kita kemudian memberikan standar-standar kebahagiaan hanya melalui hal-hal yang sifatnya lebih ke materi. Penghasilan yang tinggi, barang-barang kenamaan yang harus dimiliki, jabatan dan posisi yang cukup bergengsi, atau rumah-rumah megah yang masih tak juga kita tempati. Barangkali inilah yang membuat kita kemudian merasa begitu jauh dari definisi bahagia.


Bahagia dan Definisi Sederhana 

Bukankah bahagia itu harusnya tetap kita definisikan dengan  lebih sederhana? Ketiadaan rasa takut dan sedih akan hal-hal yang bersifat fatamorgana belaka, karena kita memiliki Allah sebagai tempat bersandar yang tak akan pernah mengecewakan hamba-Nya. Rasa syukur atas apa yang telah dimiliki, merasa cukup atau apa yang telah dititipi agaknya akan selalu menjadi pembelajaran yang seharusnya kita lirik kembali pada masa-masa remaja kita yang begitu berarti. Semoga dengan begitu, kita semua akan selalu kembali dan menemukan definisi bahagia di sepanjang masa dan sisa usia yang tersisa.


 

Wirdha Listiani

Reli DPTD PKS Kepulauan Meranti


Foto: 

(dari kanan ke kiri)

Ketua DPW PKS Riau Ahmad Tarmizi

Ketua DPD PKS Kepulauan Meranti Tauhid

Kader PKS Kepulauan Meranti Andri Naldi




Posting Komentar

0 Komentar