PKS, Belajarlah dari Sanjungan yang Pernah Ada




Sejak didirikan partai ini memang biasa dipuji. Pujian pertama yang membesarkan hati - seingat saya - adalah tulisan Dahlan Iskan yang berjudul "Massa Santun di Dunia yang Bergetah" setelah melihat deklarasi Partai Keadilan di Gelora Pancasila Surabaya, tahun 1998.


Pasca pemilu 2004 yang melambungkan perolehan suara PKS (setelah hanya mendapat 1,3% suara di pemilu 1999 ketika masih bernama PK), saya dengar sendiri pujian dari pengamat militer Salim Said di televisi. "Memang mereka bersih", begitu kira-kira mengomentari tagline partai "Bersih dan Peduli".


Belum lagi sanjungan dari masyarakat umum, sudah kenyang kuping saya mendengarnya.


Dan apa yang ditulis Imam Syamsi Ali kemarin, saya yakin bukan pujian yang terakhir dari tokoh publik. Akan ada lagi kata-kata yang membuat hidung kader PKS megar.


Kita tidak bisa mendikte atau melarang khalayak untuk berbicara. Mereka akan menilai apa yang tampak. Yang bagus akan dibicarakan bagus, yang buruk pun begitu. Hanya saja, kita perlu waspada akan pujian atau cacian orang.


Ketika PKS dituduh eksklusif, partai itu merespon dengan taujih yang intens kepada kadernya untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Dakwah sya'bi istilahnya.


Ketika PKS dicurigai gerakan wahabi, dijawab dengan penyelenggaraan amaliyah khas ahlussunnah wal jama'ah, bahkan maulid nabi.


Tapi ketika PKS pernah dipuji sebagai partai yang bersih dan sederhana tanpa ada pejabat yang berurusan dengan KPK, kita tahu yang terjadi berikutnya. Tidak perlu didetailkan. Bahkan pada 2007 sudah muncul gerakan yang diberi nama "Forum Kader Peduli" untuk mengingatkan elit partai agar menjaga kesahajaan dan kebersihan perilaku politik. Atau diistilahkan "kembali ke asholah dakwah."


Idealnya cacian dijawab dengan perbaikan diri. Sementara pujian disikapi tanpa besar kepala. Tapi kenyataannya tak selalu begitu.


Sepenilaian saya, setelah pemilu 2004 adalah masa panen pujian bagi PKS. Menjelang 2009, mulai banyak pertanyaan keraguan. Dan mulai 2013, caci maki - yang insya Allah menjadi penebus dosa - harus ditangguk kader partai yang kini berlambang bulatan oranye itu.


Lalu setelah sikap yang konsisten ditunjukkan beberapa tahun belakangan, perlahan saya menemukan kondisi seolah kembali ke siklus 2004. Tokoh-tokoh umat memuji. Begitu juga masyarakat.


Alhamdulillah, semoga sanjungan itu merupakan cerminan kondisi yang sebenarnya. Tapi sebagai orang yang punya harapan besar pada komunitas ini, bolehkah saya menyisakan sedikit kekhawatiran?


Akan hadirnya sikap besar kepala dan tinggi hati pada kadernya. Tentang munculnya perasaan "ana khoirun minhu". Mengenai tingkah yang meremehkan komponen bangsa lain. Itu yang saya takutkan.


Cukuplah teguran-Nya kala banyak kader merasa paling bersih, lalu kasus-kasus berdatangan menghenyak. Padahal PKS adalah jamaah manusia. Di antara mereka ada yang sedikit berbuat kesalahan dan ada yang banyak.


Maka mekanisme tawashaw bil haq wa bish shobr harus dipastikan tetap ada. Mengingatkan untuk tetap membumi, karena tak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Segala prestasi adalah karunia-Nya. Bukan karena soliditas dan militansi, bukan karena banyaknya kaum terdidik, bukan karena mampu berbuat amal kepedulian yang lebih dari orang.


Sekali lagi saya menulis ini karena saya punya harapan besar kepada kelompok tersebut. Setelah pernah gagal menjaga rasa kagum publik, janganlah sedikit pujian belakangan menghadirkan kesombongan.


Ingat, PKS hadir untuk melayani masyarakat, baik terbalas puji atau caci.


Zico Alviandri

Posting Komentar

0 Komentar