ILC malam ini tentang karhutla.
Pak Karni Ilyas memulainya
dengan melakukan wawancara live by phone dengan tiga orang ibu di Pekanbaru
Riau.
Ibu pertama seorang wanita
paruh baya, berkulit agak gelap dan rambutnya keriting ikal. Beliau bercerita
soal cucunya yang masih bayi, baru berusia 2 bulan, tapi sudah terserang
penyakit parah akibat kabut asap. Bayi ini sejak beberapa hari setelah lahir
sudah terkena pilek. Agak panjang tadi diceritakan riwayat sakitnya.
Sampai akhirnya ibu ini dan
cucunya dijemput relawan PKS, dibawa ke Markas Dakwah PKS.
Disana ada ruangan yang dilengkapi
penyaring udara sehingga bebas dari polusi asap. Namun penyakit si bayi makin
parah sehingga dokter di Markas Dakwah PKS kemudian menyarankan dibawa ke RS.
Ternyata, untuk dirawat inap
lebih lanjut pihak keluarga harus menyetorkan uang dalam jumlah cukup besar.
Dalam kondisi demikian, tidak mungkin si ibu mencarikan uang. Namun dia
berulangkali bersyukur karena relawan PKS tidak pernah sekalipun meninggalkannya.
Selalu ditemani kemana saja dan mengurus
apa saja. Termasuk dibayari oleh anggota Dewan PKS agar cucu ibu itu bisa
dirawat. Seharusnya cucunya dirawat di ruang PICU, tapi ruang PICU full, banyak
pasien.
Akhirnya cucunya dirawat di
kelas 3.
Lagi-lagi relawan PKS yang
berupaya mencarikam ruang rawat yang layak bagi bayi cucu ibu itu. Alhamdulillah,
cucu ibu itu akhirnya bisa dirawat dengan baik.
Berulangkali dia sebut nama PKS, bahkan
beberapa nama (ada tiga nama yang dia hafal).
***
Ibu kedua adalah seorang guru
yang mempunyai dua anak kecil, usia 7 dan 5 tahun. Ibu ini punya pengalaman
pahit, dimana putri keduanya akhirnya meninggal karena paru-parunya terkena
dampak asap kebakaran hutan pada tahun 2009. Anaknya dulu sempat dirawat di
ruang PICU selama tiga bulan dengan empat kali koma. Sampai kemudian dibawa ke
Jakarta, dirawat disana, namun toh akhirnya putrinya meninggal pada 2011. Putri
kecilnya dulu terpapar asap karena dia bawa dari rumahnya untuk dititipkan di
rumah ibunya, yang dekat dengan tempatnya mengajar.
Kali ini, dia trauma karena
khawatir dua anaknya akan mengalami nasib sama dengan kakaknya. Bahkan kemarin-kemarin
anaknya yang perempuan sudah sempat muntah-muntah dan muntahannya berwarna
kuning kehijauan. Anaknya diberi air minum pun sudah tidak bisa menelan, tenggorokannya
sakit.
Seharian anaknya mengeluh
terus.
Dia hendak mengungsi ke Posko
PKS yang dia tahu dari medsos. Tapi suaminya melarang, karena kondisi asap
diluar rumah sangat tebal dan pekat. Sehingga kalau mereka keluar membawa
anaknya naik motor menuju Posko pengungsian, bisa jadi akan makin parah kondisi
anaknya.
Karena anaknya terus menangis
dan tak tahan lagi, akhirnya ibu itu menghubungi anggota Dewan PKS, lalu
diminta share location, dan 15 menit kemudian dia sudah ditelpon oleh relawan
PKS. Mereka akan segera menjemput dalam waktu 30 menit, agar si ibu segera
berkemas. Itu malam hari lho ya, sudah jam sepuluh malam.
Sekarang, si ibu dan dua
anaknya sudah mengungsi di Markas Dakwah PKS selama beberapa hari dan
Alhamdulillah putrinya yang sakit parah sudah sembuh dan ceria kembali. Karena
disana anaknya diobati.
***
Ibu yang ketiga adalah seorang
wanita hamil 38 minggu, tinggal menunggu waktu kelahiran saja. Ini adalah
kehamilan anak pertama setelah menunggu selama lima tahun! Jadi dia sangat
menginginkan kehadiran anaknya.
Kemarin lusa, janin/bayi dalam
perutnya tetiba diam saja tak bergerak sama sekali sejak jam 3 sore sampai jam
9 malam. Dia mencoba cari informasi. Ternyata ada kasus serupa, bayinya
kekurangan oksigen, sehingga bayi mati di dalam perut.
Akhirnya dia menghubungi Markas
Dakwah PKS, lalu dijemput. Alhamdulillah, setelah sampai disana dan mendapatkan
oksigen, bayinya kembali bergerak dan sekarang insyaa Allah bayinya dalam
keadaan baik. Sudah dua hari dia berada di pengungsian Markas Dakwah PKS.
***
Pemilu baru saja usai.
Parpol-parpol lain tak merasa
perlu menunjukkan kepedulian pada penderitaan warga, karena toh Pemilu sudah
lewat dan Pemilu lagi masih lima tahun lagi.
Saya teringat saat tsunami di
Anyer dan Labuan pada 22 Desember 2018 lalu.
Saya kesana – bersama rombongan
CSR perusahaan – pada tanggal 24 Desember, dua hari pasca tsunami. Sepanjang
jalan wira wiri ambulance parpol-parpol, bahkan ada ambulance yang jelas-jelas
ada tulisan nama puskesmas kecamatan "Anu" di body mobil, eeh...
ditutup dengan kain spanduk berlogo ormas yang konon katanya besar. Geli saya
melihat kenarsisan ormas itu.
Saat itu, Pemilu kurang dari
empat bulan. Pantas saja parpol² berlomba² menunjukkan mereka peduli!
Padahal, kalau mau
melihat Parpol mana yang benar-benar peduli, lihat saja yang riil membantu
warga disaat pemilu masih jauh atau bahkan ketika pemilu telah usai.
Bagi warga sendiri, mereka
sudah pintar kok, tak akan lagi mereka gampang dibohongi perilaku politisi yang
cuma janji-janji dan retorika melulu. Bandingkan dengan apa yang dialami warga,
mereka tentu akan sangat berterima kasih sekali pada siapa yang benar-benar
membantu disaat mereka kesusahan. Dan itu tak akan dilupakan meski sampai lima
tahun lagi. Tak perlu menebar janji-janji lagi, karena mereka sudah memberikan
bukti nyata, ada atau tidak ada Pemilu.
Inilah yang disebut timbul
tenggelam bersama rakyat yang sesungguhnya.
Seperti kesaksian ibu yang
cucunya sakit tadi, sedikitpun tak pernah dia ditinggalkan sendiri, terus
ditemani dan dibantu.
Saya bukan orang PKS, Pak Karni
Ilyas pun saya yakin tak ada niat mempromosikan PKS. Tapi berhubung Posko
pengungsian yang ada ya cuma dari Markas Dakwah PKS, maka ya itu sajalah yang
diliput.
Inilah operasi senyap yang ada
hasilnya!
Tak perlu berkoar-koar, biar
warga/ masyarakat sendiri yang bertestimoni.
Kita lihat hasilnya lima tahun
lagi!
= IO =
Iramawati Oemar
0 Komentar