Pesan Politik PKS Dibalik Tasyakuran Proklamasi Kemerdekaan di Bulan Ramadhan



Oleh: Erwyn Kurniawan

Ada perhelatan menarik di Kantor DPP PKS, TB Simatupang, Jakarta Selatan, Ahad, (4/6). Para petinggi partai dakwah itu berkumpul bersama veteran pejuang, menggelar tasyakuran Proklamasi Kemerdekaan RI yang jatuh pada 9 Ramadhan. Apa pesan yang hendak disampaikan?

Saya melihat hal ini berkelindan dengan gegap gempita Hari Kelahiran Pancasila yang berslogan "Saya Indonesia, Saya Pancasila"? Begini penjelasannya.

Umat Islam tersudutkan dengan kampanye massif Hari Kelahiran Pancasila. Slogan di atas lahir bukan dari ruang hampa. Ada dinamika sosial politik yang menyertainya. Dan itu adalah kekalahan Ahok dalam pilkada DKI Jakarta dan kemudian dipenjarakannya dia selama dua tahun karena menista agama Islam.

Sejak Ahok didemo oleh umat Islam lewat berbagai Aksi Bela Islam karena mengatakan "Jangan mau dibohongi pakai Al Maidah:51", pada saat bersamaan mencuat isu kebhinekaan dan NKRI. Gulirannya kian cepat dan membesar mendekati Pilkada DKI Jakarta dan vonis Ahok. Lalu semakin liar dan tak terkendali ketika Ahok kalah dan hakim memutuskan Ahok mendekam di hotel prodeo.

Umat Islam yang menuntut keadilan dan menjadi pendukung Anies-Sandi diposisikan sebagai anti kebhinekaan dan anti NKRI. Proses stigmatisasi berlangsung terstruktur, massif dan sistematis. Media arus utama menjadi garda terdepan dalam menggelindingkan isu ini.

Usai Ahok kalah dalam pilkada, ribuan karangan bunga membanjiri Balaikota DKI Jakarta. Lalu ada balon merah putih dan Addie MS memimpin pendukung Ahok bernyanyi lagu kebangsaan. Tak cukup disitu, kemudian ada aksi lilin di berbagai wilayah di Tanah Air sebagai bentuk dukungan kepada Ahok divonis.

Di media sosial, buzzer-buzzer Ahok pun dengan lantangnya menyuarakan isu kebhinekaan dan NKRI. Ulama dicaci maki karena dianggap tidak nasionalis. Sampai kemudian datanglah momentum Hari Kelahiran Pancasila yang dimanfaatkan optimal oleh pihak-pihak tertentu untuk makin mengampanyekan isu tersebut dan kian menyudutkan umat Islam.

Momentum dihadapi dengan momentum. Sepertinya itu yang ada dibenak PKS. Ramadhan datang dan Proklamasi Kemerdekaan RI jatuh pada 9 Ramadhan 1438 H atau Ahad, 4 Juni 2017. Pada 74 tahun lalu, Soekarno-Hatta membacakan naskah bersejarah itu tepat saat umat Islam sedang berpuasa.

PKS sendiri sebagai partai Islam dan pengusung Anies-Sandi,menjadi partai yang kena getahnya dalam propaganda kebhinekaan dan NKRI plus slogan "Saya Indonesia, Saya Pancasila". PKS dan kadernya ingin dicitrakan anti Pancasila, anti NKRI dan anti kebhinekaan.

Jauh sebelum ini, PKS sendiri kerap menjadi sasaran tembak. Tahun 2009,  saat publik ramai membicarakan nama beliau sebagai kandidat cawapres mendampingi SBY, banyak fitnah meghampirinya yang disebar melalui SMS ke berbagai pihak, termasuk di kalangan wartawan.

Bunyi fitnah itu adalah agar SBY tidak memilih HNW sebagai cawapres karena dirinya adalah tokoh Wahabi dan Anti NKRI.  Menurut  Hidayat, , fitnah seperti ini bukan sekali ini saja dihembuskan, tapi sering terjadi dalam setiap pemilihan kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Bahkan, jika kita masih ingat, saat ingin kembali maju sebagai ketua MPR periode 2009-2014, isu tak sedap tersebut juga kembali berhembus. “Kita harus memilih ketua MPR yang bisa menyelamatkan NKRI,” kata salah seorang calon.

Hingga akhirnya, PKS pun mengurungkan niat mencalonkan Hidayat sebagai ketua MPR.  Sesaat setelah ketua MPR terpilih, Tifatul Sembiring yang saat itu masih sebagai presiden PKS, menegaskan bahwa paket HNW yang dirancang sejak awal tetap dalam komitmen NKRI.

"Tidak benar Pak Hidayat itu ancaman terhadap NKRI. Justru di masa kepemimpinan beliau lah sosialisasi UUD intensif disampaikan," kata Tifatul membantah opini yang berkembang seolah HNW dan PKS anti NKRI.

Dengan menghelat tasyakuran Proklamasi Kemerdekaan RI pada Ramadhan ini, setidaknya PKS ingin memberi pesan bahwa kampanye kebhinekaan dan NKRI yang menyudutkan umat Islam tidak tepat. Karena justru backbone atau tulang punggung perjuangan merebut kemerdekaan adalah umat Islam. Dan puncaknya terjadi pada Ramadhan.

"Tidak boleh ada orang di negeri ini mengklaim paling nasionalis, paling NKRI karena klaim itu tidak berguna jika tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.

Apakah ikhtiar ini akan menggerus stigmatisasi anti kebhinekaan dan NKRI kepada umat Islam dan juga PKS? Atau justru sebaliknya, kian menguatkan kesan tersebut?

Pada akhirnya itu tidak terlalu penting. Karena yang paling utama adalah bagaimana memanfaatkan momentum untuk menyampaikan pesan politik. Dan saya melihat hal itu sudah tersampaikan dengan baik. Persis   seperti yang disampaikan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.

"Dengan PKS menyelenggarakan tasyakuran ini jangan diplesetin, tapi kita juga merayakan pada tanggal 17 Agustus. Jadi PKS dua kali merayakannya, ini menjadi dobel dan dapat diartikan kita sangat cinta Indonesia," tutur Hidayat.

Erwyn Kurniawan
Penulis Buku: PKS Mengubah Pusaran menjadi Arus Balik

Posting Komentar

0 Komentar