Namlea, 11 Oktober 2025 — Langit Namlea siang itu terasa lebih cerah dari biasanya. Jalan-jalan utama di pusat kota dipenuhi warna-warni kain adat, tabuhan drum band, denting musik tradisional, dan tawa riang masyarakat yang berbaur tanpa sekat. Ribuan orang memadati tepian jalan, menikmati pemandangan penuh semangat dalam Karnaval Budaya HUT ke-26 Kabupaten Buru — sebuah perayaan yang bukan hanya pesta tahunan, tetapi juga cerminan hidup dari semboyan “Retemena Barasehe Antar Kai Wae” — persaudaraan dan kebersamaan di tanah Bupolo.
Di tengah keramaian itu, Saadiah Uluputty, Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Maluku, tampak ikut berbaur. Mengenakan baju adat Buton, ia bergabung bersama Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST), melangkah dengan senyum hangat dan penuh semangat. Tak lama kemudian, ia kembali tampil mengenakan Banju JLB (Jazirah Leihitu Buru), memperlihatkan penghargaan mendalam terhadap kekayaan budaya yang hidup di Buru. Kehadirannya tak hanya menambah warna, tapi juga menjadi simbol keterhubungan antara rakyat dan wakilnya, sama-sama mencintai keberagaman.
“Karnaval ini bukan ajang pawai hiburan seremonial saja,” ujar Saadiah di sela-sela acara. “Melainkan ruang refleksi tentang keberagaman dalam persatuan. Tentang bagaimana kita merawat budaya dan tradisi yang telah diwariskan.”
Ucapan itu terasa hidup di sepanjang jalur karnaval. Dari anak-anak sekolah dengan seragam warna-warni yang menabuh drum, hingga kelompok seni yang menari dalam irama tifa, semua membawa pesan kebersamaan. Empat puluh paguyuban budaya dan sepuluh kecamatan tampil menunjukkan identitas masing-masing dari tarian, pakaian, hingga musik daerah namun semuanya berpadu dalam harmoni yang sama: cinta terhadap Buru.
Saadiah menyebut bahwa kekayaan Buru tak hanya terletak pada sumber daya alamnya, tetapi juga pada warisan budaya dan nilai-nilai luhur yang masih dijaga oleh masyarakatnya.
“Ajang ini memberi pesan bahwa Buru itu kaya bukan hanya dengan alamnya, tetapi juga dengan manusia dan budayanya,” tuturnya lembut.
Karnaval budaya kali ini memang terasa istimewa. Selain menjadi puncak perayaan ulang tahun ke-26 Kabupaten Buru, ia juga menjadi ajang bagi masyarakat untuk memperlihatkan kreativitas, semangat gotong royong, dan rasa memiliki terhadap tanah kelahiran. Dari teatrikal budaya yang menggambarkan keberagaman Bupolo, hingga atraksi bela diri dan musik tradisional, semua menjadi bukti bahwa warisan budaya di Buru masih hidup dan terus bertumbuh bersama zaman.
Bagi Saadiah, acara seperti ini memiliki makna yang lebih dalam.
“Karnaval budaya adalah ruang untuk memperkuat identitas dan solidaritas sosial masyarakat. Di sinilah tali persaudaraan kembali dipererat, dan semangat kebersamaan tumbuh,” katanya dengan senyum yang tulus.
Menjelang sore, matahari Namlea mulai condong ke barat. Namun semangat masyarakat belum surut. Diiringi tawa, musik, dan tepuk tangan, karnaval berlanjut hingga senja menutup hari dengan suasana hangat dan penuh kebanggaan.
HUT ke-26 Kabupaten Buru tahun ini bukan sekadar perayaan. Ia adalah pengingat bahwa di tengah perbedaan etnis, bahasa, dan adat, masyarakat Buru tetap satu — bersatu dalam cinta terhadap budaya dan tanah Bupolo.

.jpeg)
0 Komentar