oleh: Azwar Tahir
Biarkan literasi ikut mewarnai ragam ranah, termasuk perpolitikan. Karena pada level fundamental, kepada tekslah kita merujuk, memastikan perjalanan on the track. Perlu bersyukur, sebab para pendahulu seperti K.H. Hilmi Aminuddin telah mencontohkan pada para belia dakwah bahwa Engkong adalah sosok penikmat buku. Tutur putra beliau, sang ayah terbiasa membaca berjam-jam. Bahkan habit itu dijaga hingga jelang wafatnya. Sang Muassis masih tampak bercumbu dengan buku-buku di perpustakaan pribadinya. Serta murid beliau, K. H. Rahmat Abdullah, dijuluki Syaikhut Tarbiyah, turut mewariskan sejumlah naskah. Dan tentu masih banyak lagi contoh lainnya. pamungkas paragraf ini, izin salin-tempel kata-kata Bang Erwyn Kurniawan, salah seorang yang merawat Relawan Literasi PKS; “yang terucap akan menguap dan yang ditorehkan dalam tulisan akan kekal abadi.”
Kehadiran literasi pada jenak-jenak politik paling tidak bisa memberi warna intelektualitas tersendiri. Di tengah persepsi negatif sebagian khalayak akan runyamnya dunia bergetah ini. Literasi, untungnya, punya banyak rute kiprah. Mungkin mewujud dalam bentuk rundown acara yang dirunut rapi. Atau dalam rupa pantun politik agar acara lebih riuh. Yang dikonsep di HP, diperhatikan rimanya. Bisa juga lahir dalam produk antologi untuk suvenir paslon terusung. Apapun itu, di balik produk-produk literasi, ada proses kreatif yang berjalan sebelum mengejawantah dalam ragam moda.
Pada skala makro, literasi bisa muncul dalam bentuk warta rentetan kerja anggota dewan. Dimuat di website resmi. Dengan cara ini, publik lebih punya akses mencerna gerak partai. Dari Humas DPP PKS, rutin rilis kumpulan perjuangan PKS yang diteruskan di jejaring anggota sampai bawah. Pun, meski tak seintens yang sebelumnya, ada siaran tajuk utama media-media besar nasional. Kiranya segenap anggota aware isu-isu nasional yang tersorot media. Produk literasi ini terus berjalan. Dari segi model, gayanya top-down. Bottom-up nya bagaimana pula? Yang memainkan peran syiar dari arah sebaliknya adalah Blog PKS. Di sini tulisan-tulisan dari daerah dikirim ke pusat, ditampung di satu kanal. Lewati proses editing kebahasaan dan juga konsideran lainnya. Sebelum dialirkan kembali lewat jejaring anggota. Dari segi bahasa, lebih fleksibel. Amat dimungkinkan nuansanya informal.
Pada titik tertentu, model bottom-up ini mungkin saja lebih ramai pembacanya ketimbang yang top-down tadi. Keunikan tiap daerah diketahui oleh anggota di daerah tersebut. Maka mereka adalah informan penting yang menyuplai informasi ke atas. Seperti unsur-unsur hara yang diserap akar. Diteruskan ke batang. Dialirkan ke ranting dan dahan. Masuk ke daun, ke buah, ke pucuk baru. Jika sampai dengan baik, yang akan kita lihat adalah rimbun, yang kita rasa adalah rindang, yang kita cicip adalah ranum.
Spirit literasi semoga tak padam. Dialektika hendaknya jangan hanya milik kampus, tapi perlu masuk ke lorong-lorong kampung. Publik berhak akan pencerahan. Dan itu, dengan apik, bisa dimainkan literasi.
*Buku di tangan Pak Ir. H. Isrullah Achmad dan H. Usman Sadik (Calon Bupati dan Wakil Bupati Luwu Timur usungan PKS) itu judulnya 'Sao Sipakainge: Antologi Relawan Literasi PKS Sulawesi Selatan'. Foto epic ini dijepret oleh Yunita Rahmuddin.
0 Komentar