Rumah adalah lembaga pendidikan pertama dalam tumbuh kembang anak. Tenaga pengajar di dalam rumah sangat beragam, mulai dari tingkat usia sampai latar belakang pendidikan. Mereka adalah ayah, bunda, nenek, kakek, paman, tante, saudara kandung, saudara sepupu, dan kerabat lainnya yang mungkin bermukim di rumah kita.
Dalam setiap keluarga biasanya ada bahasa khusus yang digunakan untuk berkomunikasi antar keluarga atau yang disebut dengan bahasa ragam akrab (intimate). Bahasa keluarga tersebut bisa berupa bahasa daerah, bahasa gaul yang ringan, atau bahasa khas penuh kasih sayang.
Satu kasus ditemukan di sebuah pondok pesantren; seorang santri mengungkapkan apa yang dipikirkannya dengan bahasa yang menurut sebagian orang kasar. Kalimat-kalimatnya seperti
“Wah, anjir, keren.”
“Anjing, mana boleh kaya gitu?”
“Bangsat, asyik banget nih lagu.”
Santri tersebut berkali-kali dipanggil dan diminta untuk menjaga lisan. Namun, setelah dikomunikasikan kepada orang tuanya, ternyata bahasa tersebut merupakan bahasa yang biasa digunakan oleh keluarga di rumah.
Lain lagi kisah seorang anak yang bertutur kata dengan kalimat-kalimat thoyyibah:
“Masya Allah, bagus banget, ya.”
“Alhamdulillah, terima kasih”
“Permisi, bolehkah saya minta tolong”
Gambaran dua anak di atas menunjukan peran keluarga pada kebiasaan berbahasa anak. Kebiasaan berbahasa ini yang kemudian dinilai benar dan salah dalam norma pergaulan di masyarakat. Kebiasaan berbahasa juga sering dijadikan standart dalam menilai akhlak anak.
Menjaga akhlak berbicara sangat penting. Keluarga di rumah yang mempunyai tugas untuk membiasakannya. Dikutip dari buku Pendidikan Anak dalam Islam karya Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan (134, 2018) bahwa islam sangat memberi perhatian yang cukup tentang pendidikan anak dari sisi moral, melahirkan arahan-arahan yang lurus dalam mencetak anak dengan keutamaan dan kemuliaan, serta mengajarkan akhlak dan adab yang paling mulia.
Untuk menjaga akhlak bicara anak maka orang tua harus menjadi tauladan yang baik dalam berkomunikasi. Menjaga setiap kata yang keluar dari mulut, menjaga intonasi suara, serta menjaga sikap saat bicara dengan anak harus dijadikan kebiasaan oleh orang tua. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan untuk berbicara dengan sopan dan bijaksana. Ini mencakup penggunaan kata-kata yang tidak menyakiti perasaan orang lain dan memilih waktu yang tepat untuk berbicara. Sebagaimana dalam hadist beliau menjalaskan bahwa "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR Al Bukhari)
Orang tua juga harus membiasakan diri untuk menyampaikan nasehat dengan cara yang baik. Karakter anak yang berbeda, kadang kala menguji kesabaran orang tua. Namun, jangan pernah lelah untuk menasehati dengan cara yang baik tanpa menyakiti perasaan anak. Usahakan memberi nasehat tidak dalam kondisi marah. Dalam riwayat Abu Hurairah Rasulullah Saw bersabda; “Orang yang kuat bukanlah yang kuat dalam bergulat, tapi mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Malik).
Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim sejati adalah bila kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim). Hadist ini mengingatkan orang tua untuk mengajarkan anaknya memilih kata-kata yang baik dalam berkomunikasi. Islam mengecam penggunaan kata-kata kasar dan menghina orang lain. Sebaliknya, umat Muslim diajarkan untuk berbicara dengan penuh rasa hormat dan penghargaan.
By. Ikif
Kukar, 16 Juli 2024
0 Komentar