Boy Hadi Kurniawan
Direktur Center for
Education Training and Strategic Studies (CONSIST)
Hari ini kita melihat terjadi nya
berbagai macam musibah di berbagai tempat. Termasuk di Sumatera Barat. Puluhan
korban jiwa berjatuhan, banyak yang terluka, ratusan rumah hancur, jalan dan
jembatan banyak juga yang roboh. Di tengah duka yang melanda itu, ada beberapa
sikap dan komentar ketika terjadi musibah yang menimpa ini. Jangan kan turut
berduka cita dan membantu. Malahan ada sebagian yang bersikap sinis,
menyalahkan orang yang terkena musibah. Dengan menuduh, memvonis dan mengatakan
orang yang terkena ini pasti karena dosanya. Bukannya berempati. Ada pula yang
seakan merasa senang ketika orang lain terkena musibah. Mungkin karena orang yanag
terkena musibah adalah orang yang dia benci/tidak sukai sehingga gembira ketika
melihat orang tersebut mendapatkan musibah.
Bahkan ada pula yang mengait-ngaitkan musibah yang menimpa karena
masalah politik. Akibat tidak memilih si A atau si B. Astaghfirullah al azhim.
Jika kita lihat dari kacamata
ilmu psikologi atau kejiwaan manusia, Inilah tipe orang seperti kata Daniel
Goleman yang rendah kecerdasan emosi nya. Padahal kecerdasan emosi ini menurut
penelitian Goleman dalam buku best seller Emotional Intelligence, kecerdasan
emosi menentukan mayoritas kesuksesan
dan kebahagiaan manusia. Kecerdasan intelektual setelah diteliti hanya
menentukan 5-10 % saja kesuksesan manusia. Sedangkan inti dari kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengendalikan emosi dan mampu merasakan emosi atau
perasaan orang lain atau yang disebut dengan empati.
Rasulullah SAW juga mengajarkan
kita tentang empati ini, sebagaimana hadist beliau bahwa antara muslim dengan
muslim yanag lainnya ibarat satu tubuh, jika yang satu sakit maka yang lainnya
ikut merasakan. Dalam hadist lain beliau mengatakan bahwa seorang muslim itu
adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak
membiarkan saudaranya terzalimi.
Orang yang menyalahkan orang yang
terkena musibah, Seakan dia orang yang pasti tahu bahwa orang lain yang terkena
musibah atau ujian itu adalah semata karena dosa dan kesalahan mereka. Betulkah
asumsi demikian? Orang yang beriman dan tidak berpenyakit hati maka tidak akan
mudah memvonis seperti itu karena dia khawatir kalau dia menuduh orang lain
dengan tuduhan yang tidak benar maka akan kembali pada dirinya.
Penyakit hati seperti iri dan
dengki termasuk yang berbahaya bagi manusia. Karena amalnya akan menjadi
seperti daun dimakan ulat atau hangus terbakar. Sederhananya iri dan dengki adalah
lawan dari empati. Empati itu artinya secara sederhana "sedih ketika orang
lain sedih dan senang ketika orang lain senang". Sedangkan iri dan dengki
yaitu senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang atau
dikenal juga dengan istilah penyakit SMS.
Orang beriman menyadari bahwa
semua musibah terjadi atas kehendak/izin Allah (QS At Taghabun : 11).
Terjadinya kerusakan di darat dan laut akibat perbuatan tangan manusia (QS Ar Ruum:41).
Allah Maha Tahu hikmah dibalik itu semua. Musibah bisa merupakan ujian untuk
meningkatkan derajat manusia. Artinya orang yang terkena musibah bisa jadi
lebih tinggi derajatnya. Allah SWT berfirman dalam Al Quran ketika manusia di
uji dengan rasa takut, kekurangan harta, jiwa dan makanan maka berikanlah kabar
gembira pada orang-orang yang sabar, yaitu ketika ditimpa musibah mereka
berzikir "Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un" Merekalah orang yanag
mendapatkan shalawat dari Allah, kasih sayang Nya dan merekalah orang yang
beruntung (Surat Al Baqarah : 155-156) dengan syarat mereka bersabar.
Sebagai contohnya apakah berani
kita katakan musibah dahsyat hari ini yang menimpa saudara kita di Palestina
karena kekejaman penjajah Yahudi laknatullah terjadi karena dosa dan kesalahan
penduduk Palestina? Mereka yang tertindas dan terzalimi karena negeri mereka
dijajah dan mereka diusir dan dibunuh oleh Israel. Puluhan ribu korban melayang
dari anak-anak dan orang tua. Apakah itu bisa kita tuduh karena dosa mereka? Memang
tukang tuduh ini selalu ada. Mereka yanag menyalahkan rakyat Palestina karena
melawan pada Israel. Tapi kita bertanya dimana letak hati nurani mereka
sudahlah penduduk Palestina dizalimi dan mendapatkan ujian yang berat dari
Allah tapi mereka pula yang di salah kan. Astaghfirullah al azhim.
Kemudian yang kedua, musibah itu
merupakan teguran dari Allah atau merupakan azab Allah SWT bagi kaum yang ingkar
dan pendosa. Allah SWT menjelaskan dalam al Qur'an sejarah manusia yang ingkar
pada Nya lalu diazab agar menjadi pelajaran. Kalau di suatu kaum sudah
merajalela maksiat dan sudah melampaui batas maka mereka cepat atau lambat akan
dibinasakan. Seperti Fir'aun yang kafir dan sombong dia dan seluruh pasukannya
dibinasakan Allah. Atau seperti Kaum Sodom yang melakukan perbuatan zina
sejenis yang sangat keji dan mungkar yang binatang saja tidak melakukannya,
maka seluruh kaum itu dibinasakan Allah secara merata.
Tapi selagi dalam kaum itu masih
ada orang yang beriman, memohon ampun pada Allah dan ada yang mengingat kan
atau berdakwah maka azab Allah akan ditahan. "Allah tidak akan menyiksa
mereka selama kamu ada di tengah mereka. Dan Allah tidak akan menghukum mereka,
sementara mereka memohon ampun.” (QS. al-Anfal: 33).
Pertanyaan nya, siapakah manusia
yang bisa pasti tahu apakah ini ujian ataukah azab dari Allah SWT? Tidak ada yang
tahu kecuali hanya Allah. Kalau ada manusia yang menuduh orang yang terkena
musibah adalah semata-mata azab maka dia telah melampaui batasnya.
Berhati-hatilah dengan tuduhan dan vonis pada manusia, karena kata Nabi SAW
ketika engkau menuduh saudara mu kafir, maka tuduhan itu akan menimpa pada
salah seorang diantara mereka. Jika saudara nya itu tidak kafir sperti yang dia
tuduh maka tuduhan itu akan kembali pada yanag menuduh. Seperti ada yang
menuduh Ustadz Adi Hidayat kafir hanya karena berbeda pendapat masalah musik.
Na'uzubillahiminzalik. Berhati-hatilah dengan dosa lisan. Banyak manusia tergelincir ke neraka karena tidak
menjaga lisan. Pepatah mengatakan mulut mu adalah harimaumu yang akan memakan
mu sendiri. Jika tidak mampu berkata baik maka diamlah sebagaimana Sabda Nabi
SAW.
Apalagi bagi seorang da'i atau
juru dakwah. Jangan mudah memvonis orang lain termasuk yang terkena musibah
atau bencana ini semata-mata karena dosa mereka. Serahkan semuanya pada Allah
SWT, tugas da'i mengingat kan agar manusia bertaubat dan kembali pada Allah
jika berbuat kesalahan. Karena sebagaimana kata Ulama Nahnu duat laa qudhat.
Bahwa kita adalah seorang da'i bukan hakim. Tugas da'i mengajak manusia yanag
tidak beriman agar beriman. Mengingatkan manusia yang lupa agar ingat pada
Allah SWT. Dai bukan seorang hakim yang
tugas nya mem vonis ini salah, ini kafir, ini haram, ini bid'ah dan sebagainya.
Sikap yang baik ketika saudara
kita terkena musibah meskipun orang yang kita benci sekali pun. Tugas kita
adalah berbelasungkawa dan berempati lalu mendoakan saudara kita yang sedang
terkena musibah. Urusan ujian atau azab itu adalah urusan dia dengan TuhanNya
bukan dengan kita.
Sikap yang lebih mulia dan
terbaik adalah tidak sebatas berbelasungkawa dan turut berdukacita tapi ikut
membantu saudaranya yang terkena musibah dengan kemampuan yang bisa dia
lakukan. Dengan sedekah melalui orang lain/lembaga kemanusiaan atau turun
tangan langsung membantu mereka yang terkena musibah. Itulah sikap orang
beriman. Wallahu alam bisshawab.
0 Komentar