Koalisi dan Nilai-Nilai Luhur Bernegara



Meskipun demokrasi adalah sebuah sistem kekuasaan, tapi dia sendiri sepertinya memiliki trauma yang dalam terhadap kekuasaan. Demokrasi lahir diatas luka parah atas kesemena-menaan kaisar-kaisar Romawi yang memiliki kekuasaan mutlak dan digunakan untuk merusak. Maka sebagaimana segala sesuatu yang lahir dari trauma, dia pasti memiliki pandangan pesimis akan masa depan.


Maka selain memisahkan kekuasaan menjadi 3 bagian: kekuasaan Eksekutif yang melaksanakan aturan, kekuasaan legislatif yang membuat aturan dan kekuasaan yudikatif yang mengawasi aturan, demokrasi juga membagi kekuasaan agar tidak ada kekuasaan mutlak. Menjaga keseimbangan dan kekuatan kekuasaan adalah tujuan demokrasi. 


Seperti kisah tiga kerajaan Tiongkok awal abad ke-3. Bahwa ketika Dinasti Han runtuh, tiongkok terbagi menjadi tiga kerajaan: Shu Han, Wei, dan Wu. 3 Kerajaan itu dalam keseimbangan kekuatan sehingga keadaan menjadi damai. Namun ketika Kerajaan Wei dengan pemimpinnya yang bernama Cao-cao mulai terlalu kuat, Kerajaan Wei mulai menyerang Shu Han dan menyebabkan hilangnya keseimbangan dan dimulainya kekacauan. 


Atau seperti dalam serial fiksi avatar dimana 4 wilayah selalu dalam kedamaian yaitu Negara Api, Kerajaan Bumi, Suku Air dan para Pengembara Angin. Namun semuanya berubah saat Negara Api tumbuh terlalu kuat dan mulai menyerang. Negara Api ingin memiliki kekuasaan yang lebih besar yang mengakibatkan timbulnya peperangan dan kekacauan. Menurut demokrasi, kekuasaan mutlak selalu merusak. 


Selain merusak, kekuasaan yang mutlak juga cenderung korup. Seperti Kata Lord Acton, seorang politisi dan sejarawan Inggris abad ke 18, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”  Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang mutlak korupsi sepenuhnya. 


Demokrasi tidak menghendaki kekuasaan penuh suatu golongan atau partai. Di Indonesia, sistem penghitungan Sainte League yang membagi suara partai dengan bilangan ganjil secara bertingkat hampir pasti tidak akan membiarkan satu Partai berkuasa atau mendapat kursi di Legislatif secara mayoritas. Ditambah pula syarat pencalonan pimpinan eksekutif 20% dari kursi legislatif menyebabkan setiap partai hampir pasti harus patungan kursi atau koalisi.


Setiap Partai yang tulus tentu bertujuan untuk berkuasa dan memimpin arah Negara. Yang tidak tulus biasanya hanya ingin mencari remah-remah dalam anggaran Negara. Namun dalam iklim Demokrasi di Indonesia hari ini memimpin secara penuh sangat sulit, setiap partai mesti berbagi peran dan berkoalisi.


Dulu ada anak-anak muda dari kampus yang merubah gerakan mereka menjadi partai politik dan bermimpi menjadi pemimpin Negara. PKS. Namun, apabila memimpin dengan kekuasaan sangat sulit terwujud hari ini, maka yang bisa dilakukan sekarang adalah memimpin dengan nilai. Alih-alih menjadi imam, lebih bijak memulai karir sebagai seorang muadzin. Mengajak kembali ke nilai-nilai dasar yang disepakati.


PKS hanyalah bagian kecil dari semua elemen Bangsa. Maka dari itu dibanding berusaha merebut mayoritas kursi, PKS hari ini memerankan lebih dalam perannya sebagai muadzin nilai. Seperti yang sering dilakukan. Mengajak ke nilai-nilai integritas, persatuan dan perubahan. Seperti yang selama ini PKS lakukan dalam berkoalisi, selalu menjunjung tinggi janji dan perjanjian. Komitmen terhadap kesepakatan. Sesuatu yang sudah jarang ada di iklim politik kita yang penuh kecurigaan dan penghianatan yang berlindung dibalik kata cair.


PKS juga selalu mengajak kembali ke nilai-nilai dasar yang disepakati dalam tujuan bernegara seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Hari ini, PKS, dengan tulus, lantang menyuarakan adzan mengajak kembali ke nilai-nilai luhur dalam bernegara. Hingga mudah-mudahan suatu hari nanti PKS diizinkan oleh pemilik sejarah dan direstui masyarakat menjadi imam dalam memimpin Bangsa besar ini.


*ST Sadanur, Politisi Magang

Posting Komentar

0 Komentar