oleh: Azwar Tahir
(Tulisan 29 Januari 2019/5 tahun lalu jelang pemilu)
Kopi, Kawan Petualangan
Budaya ngopi belakangan membumi. Tidak sulit menemukan kedai kopi berfasilitas Free Wifi yang berhasil membuat para penikmat kopi betah "bersemedi."
Bicara tentang kopi, saya tertarik mengutip sedikit paparan Ustadz Salim A. Fillah, pengasuh Majelis Jejak Nabi Masjid Jogokariyan, dalam bukunya "Rihlah Dakwah." Bahwa dahulu kala, nun jauh di sana, berasal dari Dataran tinggi Ethiopia tepatnya, kopi didistribusikan ke kota Mukha', Yaman oleh kaum Muslimin di awal abad ke-8. Kopi kala itu membersamai petualangan pada pendaras ilmu pun para ahli ibadah. Kopi adalah teman tahajud para 'abid sekaligus kawan bagi para ulama dan murid-murid mereka dalam majelis-majelis ilmu. Kopi kala itu adalah kawan petualangan positif, yang tentu saja melahirkan pribadi-pribadi kontributif.
Matano, Jernih, Dalam, dan Potensinya
Jika kopi memberi cita rasa petualangan. Maka Matano, danau terdalam se- Asia Tenggara ini menawarkan kejernihan dan menyimpan beragam potensi yang menunggu tangan-tangan kreatif untuk mengeksplorasinya.
Saya dapat info menarik, jelang siang, saat sedang berada di atas raft (kendaraan yang kerap digunakan warga melintasi Danau Matano) dari Desa Matano menuju Pantai Ide, Pontada (salah satu objek wisata Danau Matano). Pak Arnol, rekan saya, bertutur bahwa di belantara hutan pesisir Danau Matano ada kebun kopi peninggalan Belanda. Kopi. Matano. Dua kata kunci ini jika digabung melahirkan frasa "Kopi Matano." Bukankah itu menarik? Bukankah frasa ini berpotensi menjadi kompetitor frasa "Kopi Toraja?"
Saya coba ketik "Kopi Matano" di mesin pencari. Walhasil, ternyata sejak tahun 1970an kopi sudah mulai menjadi salah satu komoditi yang dihasilkan para petani Matano. Namun, tahun 1980an, seiring dengan merebaknya kopi sachet atau kemasan, masyarakat mulai enggan menanam kopi karena harganya jatuh. Maka berhektar-hektar kebun kopi pun beralih menjadi hutan (kopitua.com)
Dalam perspektif positif, ini artinya, kejayaan Kopi Matano bisa dibangkitkan kembali jika sekiranya ada di antara pembaca yang budiman berkenan mencoba "start-up Kopi Matano." Siapa tahu kebun kopi peninggalan Belanda tersebut masih utuh tak terjamah. Juga mungkin saja kedalaman dan kejernihan Danau Matano berbanding lurus dengan kemurnian dan kelezatan biji kopi Matano? Yang punya naluri bisnis tafadhol...
Kopi, Matano, dan PKS
Apa urusannya PKS di sini? Kalau kopi melambangkan petualangan. Matano menyajikan kedalaman, kejernihan, dan potensi besar. Maka PKS, setidaknya bagi penulis adalah rumah untuk merasakan nilai-nilai tersebut.
Di komunitas ini kami dididik untuk menjadikan rangkaian hidup sebagai petualangan ibadah, perjalanan pulang menuju Allah. Bahwa tiap aktivitas termasuk politik adalah sarana beramal; dan karena itu harus lurus niatnya sedari awal.
PKS mengajak kami untuk melihat politik lebih dalam dan jernih. Bahwa politik bisa menjadi sarana yang melahirkan kemaslahatan bagi banyak orang. Bahwa politik tidak selalu identik dengan intrik-intrik licik. Politik justru sarana menyejarahkan aksi-aksi heroik.
PKS adalah wadah penyalur beragam potensi kader-kadernya. Di sini berhimpun para ulama, ilmuwan, pejabat pemerintahan, profesional, wiraswasta, pelajar dan beraneka latar lainnya yang dengan potensinya ikut andil membangun nusantara.
Caleg Perempuan dari Matano
Saat ini ada tokoh perempuan yang maju menjadi calon anggota DPRD Luwu Timur. Ia bernama Prima Eyza Purnama. Ia adalah sosok yang punya rekam jejak panjang di kegiatan dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Sudah banyak sekali ibu-ibu yang mendapatkan pembinaan dari beliau, dalam waktu yang panjang dan rutin. Keren nya lagi, ibu-ibu tersebut mendapat dorongan dan dukungan dari para suaminya. Sehingga makin besar dan beragam kegiatan sosial kemasyarakatan yang bisa dilakukan. Selengkapnya tentan Prima Eyza Purmana klik di sini.
0 Komentar