Rabu (7/6/2023) sore, saya
menemani istri yang sedang mendesain flyer ucapan selamat kepada lulusan
sekolah dimana istri saya jadi Ketua Komite. “Resiko” lulusan jurusan
informatika, pokoknya yang berbau komputer dianggap pasti jago, termasuk
mendesain publikasi digital. Begitu batin saya berkecamuk. Tentu dengan nuansa
tertawa atau orang Surabaya menyebutnya guyon, bercanda.
Sambil baca baca berita dari
portal berita online, saya klik berita yang sedang trending, Putri Ariani
sedang viral di Twitter Amerika, karena mendapat “Golden Buzzer” dari Simon
Cowell, juri ikonik American Got Talent (AGT).
Lantas, apa arti dari Golden
Buzzer yang dipencet oleh Simon Cowell? Begini penjelasannya. Dilansir situs
NBC, Golden Buzzer adalah ‘tiket emas’ bagi kontestan yang diperkenalkan sejak
musim ke-10. Tombol yang berwarna emas itu dipencet oleh juri AGT yang terkesan
dengan penampilan kontestan.
Ada beberapa keuntungan yang
dapat dirasakan oleh peserta yang mendapat Golden Buzzer. Bahkan, tombol itu
adalah impian dari setiap kontestan AGT.
Bagaimana tidak, tombol itu
langsung sekaligus mendapatkan setidaknya tiga “Yes” dari setiap juri, sebuah
syarat lolos dari eliminasi. Keuntungan lain adalah peserta yang mendapatkan
Golden Buzzer akan langsung maju ke babak semifinal atau AGT Live Shows.
Uniknya, Golden Buzzer hanya bisa
dipencet oleh juri dan pembawa acara AGT sebanyak satu kali dalam satu musim.
Jadi, persaingan antar kontestan menjadi sangat ketat dan kompetitif.
Sungguh prestasi yang sangat
membanggakan bagi Putri Ariani. Lebih istimewa lagi, Putri Ariani adalah
penyandang disabilitas, tuna netra. Berprestasi di usia muda, 17 tahun.
Sebagai orang tua, saya sangat terharu. Meneteskan air mata ketika melihat video penampilan Putri Ariani. Berbagi cerita dengan istri, atas istimewanya Putri Ariani. Ternyata selain lagu “Loneliness” yang ia bawakan dengan kualitas suara terbaik, lagu tersebut merupakan ciptaannya sendiri. Mengetahui fakta tersebut, juri dan penonton di studio AGT semakin terkagum. Banyak yang terharu dan memberikan standing ovation. Hingga saat ini, penampilan Putri Ariani masih viral. Amazing.
Kembali ke obrolan ringan saya
dan istri tadi tentang Putri Ariani. Saya tidak bisa menyembunyikan keharuan
saya sebagai orang tua. Betapa saya mengapresiasi perjuangan orangtuanya dalam
membersamai sang putri. Orang tua Putri Ariani telah membuktikan bahwa setiap
anak adalah istimewa dan anugerah. Allah memberikan keistimewaan kepada setiap
manusia.
Dalam salah satu kesempatan,
Putri Ariani juga menyampaikan pembelaan kepada penyandang disabilitas yang
seringkali mendapat perundungan, bullying. Termasuk dirinya.
Tentu penyelenggara negara Indonesia yang memegang teguh amanah konstitusi harus memberikan perhatian kepada kaum disabilitas, bagaimana mereka mendapatkan hak berkehidupan layak, termasuk kesempatan bekerja dan berprestasi.
Dalam jejak digital, saya
menemukan satu partai politik yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dalam
salah satu event besarnya, menampilkan Putri Ariani, jauh sebelum viral di AGT.
Sebagai bentuk apresiasi kepada penyandang disabilitas.
Bukan sebatas itu saja, dalam
event kepesertaan Piala Dunia Sepak Bola Disabilitas, PKS menjadi pihak
terdepan yang melakukan dukungan dan support, mulai dari Dewan Pimpipanan Pusat
hingga Dewan Pimpinan Daerah PKS, termasuk melalui fraksi PKS di berbagai level
untuk mendukung kepesertaan mereka di Piala Dunia disabililtas. Sebagai parpol
penghuni Parlemen, tentu dukungan PKS menjadi penting karena banyak pihak
menganggap nilai strategis event tersebut tidak semoncer Piala Dunia untuk
olahragawan normal. Sehingga berdampak pada dukungan akomodasi yang kurang
maksimal.
Alhamdulillah, Timnas Sepak Bola
Disabiltas Indonesia mencatat sejarah dunia. Putri Ariani dan Timnas Sepakbola
Disabilitas Indonesia memberikan kesadaran, setiap dari kita adalah istimewa,
layak dihormati dan dihargai. Dan satu pelajaran lagi, partai politik dan
politik tidak hanya tentang pemilu, tetapi kerja sepanjang tahun untuk membela
dan memperjuangkan kepentingan rakyat, tanpa kecuali.
Surabaya, 7 Juni 2023
ARIF FAHRUDDIN
Pengamat Media
Tulisan ini juga dimuat di cakrawarta
0 Komentar