Oleh: Yeni Rahman
Selasa, 9 Mei 2023, kami di DPRD Kota Makassar menerima demo dari adik-adik HMI Komisariat UNM Makassar perihal kewajiban pemakaian baju adat bagi siswa-siswi di Kota Makassar. Berikut 8 tanggapan saya selaku Anggota Komisi D yang membidangi soal Kesejahteraan Masyarakat (Kesra).
1. Kewajiban pemakaian baju adat untuk siswa sekolah di Makassar ini tidak substansial dan memberatkan orang tua siswa.
2. Walaupun dalam Permendikbud diatur tentang kewajiban siswa memakai pakaian khas daerahnya namun tidak dicantumkan secara detail pelaksanaan waktunya.
3. Belum ada payung hukumnya dalam perda tentang teknis penggunaan baju adat tersebut.
4. Penggunaan baju adat akan mengurangi ruang gerak siswa serta gerah selama proses pembelajaran berlangsung.
5. Langkah ini justru akan mengurangi kesakralan pakaian adat itu sendiri ketika terlalu sering digunakan.
6. Kewajiban ini menjadi beban berat orang tua dalam penyewaan baju adat.
7. Pembentukan karakter yang diharapkan terhadap siswa-siswi dengan memakai pakaian adat setiap bulan, dirasa sudah cukup dengan anak-anak memakai pakaian adat pada momen-momen tertentu. Misalnya momen Hari Kebudayaan dan HUT Kota Makassar
8. Jika yang diharapkan adalah pembentukan karakter, maka pakaian adat bisa digantikan dengan batik lontara yang selama beberapa tahun sudah siswa-siswi gunakan. Hanya saja edukasi tentang makna tulisan lontara yang masih sangat minim dipahamkan kepada peserta didik. Dinas Pendidikan (Disdik) bisa melakukan inovasi dengan pemakaian baju batik lontara dikemas dengan tulisan lontara yang berbeda-beda pada setiap sekolah. Diperkuat dengan edukasi oleh Bapak/Ibu guru perihal maknanya.
#
Yeni Rahman adalah Anggota DRPD Kota Makassar dari Fraksi PKS mewakili Dapil 5 Mamarita (Mariso, Mamajang, Tamalate)
0 Komentar