Modal Awal Wahyu Subekti Maju Nyaleg Lagi

Wahyu Subekti berjilbab hitam/ dokpri



 Oleh: Ira Marsanti 


"Aku udah nyaleg dari tahun 2004 lho mbak," tutur seembak yang duduk di sebelahku. 

Tentu saja aku kenal. Namanya Wahyu Subekti. Meski usia kami mungkin hanya berjarak beberapa tahun, tapi aku terbiasa memanggilnya "Bu Wahyu". Pembawaan beliau memang keibuan sekali. Wajar jika akhirnya Bu Wahyu sering hadir di acara-acara bidang perempuan dan keluarga sekitaran daerah Bantul dan Kapanewon Sewon.


"Bu, jujur saya tadi mbatin. Kok njenengan (anda) gak pakai seragam orange seperti yang lain?" kataku dengan begitu polosnya. 


"Lha iya mbak. Tadi anak-anak nggondheli. Apalagi ayahnya Kepanduan tho, sudah harus persiapan dulu di DPW. Jadi anak-anak saya temani main dulu. Biar mereka juga lega. Yang ninggalin juga tenang. Eh lha malah gak sempat pakai kostum orange." 


Entah kenapa mendengar jawaban beliau hatiku langsung maktratap. Namanya Ibu, anak tetap menjadi prioritas.


Obrolan kami terus berlanjut. Mendengarkan kisah perjalanan 4 kali beliau maju sebagai calon anggota legislatif daerah, sejak masih lajang, manten baru, punya dua anak, sampai sekarang dianugerahi 5 buah hati. Semua dijalani dengan penuh semangat. 


"Kalau ditanya mau atau enggak, sebenarnya ya gak mau. Bukan keinginan dan inisiatif pribadi. Aku jadi timses saja. Pingine lho."


"Tapi ketika sudah menjadi hasil syuro dan ini adalah amanah, beda lagi. Harus mikir, gimana caranya harus berjuang," tuturnya. 


Sebagian BCAD perempuan PKS DIY/ dok. Mas Isna



Aku mencoba menerawang. 

Di ruangan ini ada lebih dari 100 kader perempuan PKS yang akan berhelat di Pemilu 2024. Pastinya mereka membawa kisah, latar belakang dan kondisi masing-masing. Dan aku yakin, kalaupun ada yang benar-benar mengajukan diri jadi BCAD paling bisa dihitung jari. 


Tapi dari wajah-wajah BCAD perempuan peserta Sekolah Kepemimpinan Politik PKS DIY aku melihat aura-aura keikhlasan, semangat dan optimisme. 


Modal awalnya sih taat, lalu meluruskan niat, hadirlah semangat. Tentu saja sebagai sesama wanita, mereka sadar bahwa wanita butuh wakil dari kaumnya sendiri; yang memahami dunia wanita luar dalam dan pernak-perniknya; wakil yang siap memperjuangkan aspirasi dan kebutuhannya. 


Ingat ya, wanita gak cuma butuh dimengerti, tapi juga diopeni.

Posting Komentar

0 Komentar