Oleh : Drs. H. Gufron Azis Fuadi
Argentina akhirnya lolos ke Final Piala Dunia 2022. Pagi ini mungkin kita sedang menebak-nebak strategi apa yang akan dipakai oleh pelatih timnas Maroko dan Perancis, disamping menebak siapa pemenangnya dan berapa skor nya.
Memang setiap pertandingan apalagi pertempuran selalu membutuhkan strategi pemenangan.
Bertempur tanpa strategi, resiko kalahnya jauh lebih besar. Karena faktor lucky, keberuntungan adalah anugerah yang tidak masuk dalam strategi. Jelas itu bukan ranah kita.
Sun Tzu mengatakan: "Strategi tanpa taktik adalah rute paling lambat menuju kemenangan.
Taktik tanpa strategi adalah kebisingan sebelum kekalahan."
Suatu strategi disusun berdasarkan perhitungan yang tepat tentang kondisi kita, kondisi kompetitor dan kondisi lingkungan seperti wasit, hakim garis, penonton dan pasar taruhan. Kalau dalam pemilu di Prindavan, faktor ketiganya adalah panitia pemilihan, komisi pengawas dan free man. Ketiga hal ini selalu dimasukkan dalam point penting strategi pemenangan yang harus dioperasi. Bukan cuma dipahami.
Strategi, pertama-tama harus memperhatikan semangat juang atau suasana kebatinan dari pasukannya. Semangat yang kuat ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan strategi dan taktik yang diterapkan.
Ketika seorang jenderal Vietkong ditanya tentang apa yang melandasi keyakinannya menang atas Amerika yang mem-back up Vietnam Selatan, dia mengatakan, disamping strategi yang pas adalah karena kami punya semangat setinggi langit sedang mereka (Amerika) hanya punya semangat setinggi dengkul... (Hal ini bisa dipahami karena pasukan Amerika kebanyakan adalah wamil).
Dan terbukti akhirnya Amerika harus angkat kaki dari Vietnam dan kemudian mengirim Rambo untuk membebaskan teman temannya yang ditawan.
Bagaimana membangun semangat?
Membangun semangat umumnya dilakukan dengan sedikitnya dua hal, membangun harapan dan menghadirkan ancaman.
Saat Khalid bin Walid ditanya oleh salah satu jenderal perang Romawi (Gregorius), tentang perang yang akan terjadi, beliau mengatakan, "kalian akan berperang menghadapi orang orang yang lebih mencintai mati dari pada hidup, sementara kalian berperang untuk mencari hidup!"
Khalid menggambarkan kepada Gregorius betapa tingginya semangat pasukannya, karena harapannya tinggi terhadap surga.
Atau seperti Nabi Muhammad SAW saat membangkitkan semangat dalam perang Ahzab dengan menggambarkan tentang penaklukan istana putih di Syam dan Kisra Persia.
Membangun semangat juga bisa dengan menghadirkan gambaran betapa sengsara dan susah tak berdaya bila kita mengalami kekalahan. Kita harus mampu menghadirkan musuh (enemy) yang sangat mengancam. Sehingga jiwanya mengatakan, kita nggak boleh kalah kita harus menang. Sehingga mereka bisa seperti maling yang bisa melompat pagar setinggi dua meter saat dikejar penduduk.
Ketiadaan enemy, musuh yang mengancam, menyebabkan berleha-leha di zona nyaman.
Sekedar contoh kita bisa melihat apa yang dirangkum oleh BBC tentang perang Vietnam. Vietkong menerapkan taktik berakronim PEG (Peasants, Enemy, Guerilla) untuk melawan AS.
Vietcong adalah akronim dari Vietnam Cong-san atau komunis Vietnam, istilah yang dipakai AS untuk Front Pembebasan Nasional (NLF) yang dibentuk dengan dukungan Vietnam Utara.
Peasants (petani) "direkrut" tentara Vietcong dengan berperilaku baik kepada mereka, terkadang sampai membantunya di sawah. Ini karena, para Vietcong butuh makanan, perlindungan, dan tempat bersembunyi yang bisa didapatkan dari petani. (Mungkinkah ini menjadi seperti gerakan kader menyapa yang ditingkatkan?).
Enemy (musuh) adalah cara Vietcong mendoktrinasi para petani bahwa sawah mereka akan direbut oleh AS dan Vietnam Selatan.
Para petani ditanamkan pemahaman bahwa Amerika adalah penjajah seperti halnya Perancis, tetapi dengan lebih banyak uang dan senjata yang lebih bagus. Orang-orang AS berada di sana untuk merampok tanah dan kebebasan orang-orang Vietnam.
Kemudian politisi dan para jenderal Vietnam Selatan mereka sebut sebagai boneka AS dan tidak peduli kesejahteraan rakyat.
Intinya Vietkong membangun semangat perlawanan dengan menghadirkan ancaman. Seperti dulu Orba menghadirkan ancaman Orla, ekstrim kiri dan kanan. Atau orde sekarang yang melahirkan ancaman orba, terorisme dan radikalisme.
Strategi ketiga adalah Guerilla (gerilya). Vietcong selalu memastikan mereka memilih medan tempur yang bisa dimenangkan. Bertempur hanya bila yakin akan menang.
Senjata-senjatanya antara lain tombak, pedang, dan peledak yang diambil dari tentara AS. Untuk menyergap patroli
Jebakan dibuat dari bambu runcing, ranjau, granat, dan peluru. Vietcong tidak memakai seragam dan tidak bisa ditemukan di lokasi tertentu.
Strategi ketiga ini penuh dengan hal hal baru, seperti tameng manusia, terowongan tikus tempat persembunyian dan lain sebagainya. Intinya adalah bahwa untuk menang harus melakukan inovasi dengan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh musuh, sehingga musuh tidak siap dan tidak punya antisipasinya.
Ini seperti yang dilakukan nabi saat perang Ahzab, dengan membuat khandaq (parit) sedalam tiga meter dan lebar enam meter. Sederhana, tapi ini betul betul tidak terpikirkan oleh pasukan sekutu pimpinan Quraish.
Mengulang strategi dan taktik yang sama berkali-kali, hanya akan membuat kompetitor tersenyum sambil ngopi nasgitel. Panas, legi kentel..
Wallahua'lam bi shahab
0 Komentar