Tentang Peran Anggota Pelopor, Belajar dari Sahabat Hingga Ebiet G Ade



Oleh: Gufron Azis Fuadi (GAF)



Beberapa hari yang lalu diskusi dengan beberapa kawan tentang kejujuran kita sebagai anggota pelopor. Ada pertanyaan, benarkah kita anggota pelopor? Apakah pelopor itu status atau peran? 


Menurut KBBI, "pelopor" adalah seseorang yang merupakan salah satu yang pertama untuk memasuki daerah tertentu, sehingga ia harus menemukan jalan tanpa memperoleh manfaat dari pengalaman orang lain.


Dari sini kita bisa memahami bahwa seorang pelopor adalah perintis, yakni orang-orang pertama yang membuka jalan bagi pengikutnya atau generasi selanjutnya. Mungkin seperti sahabat nabi dari kaum muhajirin dan anshar yang dikenal sebagai as sabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama menyambut seruan Nabi SAW). Antonim dari pelopor adalah bawahan, pengikut atau pewaris. 


Jadi selayaknya, anggota pelopor itu peran. Karena perannya itulah maka diberi status pelopor. Sehingga ketika peran kepeloporan (sebagai nilai intrinsik)-nya hilang atau menurun maka statusnya (sebagai nilai nominal) pun mengalami inflasi. Nominalnya tetap, tapi dayanya semakin rendah.


Dulu tahun 1988 di Kecamatan Rajabasa (Kota Bandar Lampung), uang lima juta rupiah bisa membeli tanah 300 m2, sekarang nilai yang sama hanya bisa membeli 2,5 m2. Begitulah gambarannya. 


Bagaimana gambaran kinerja atau peran para sahabat pelopor dapat dilihat dalam perang Hunain. Saat itu pasukan kaum muslimin yang berjumlah 10.000 ditambah dengan 2.000 pasukan Mekah yang baru mualaf, kocar kacir menghadapi serangan pasukan Hawazin dan Thaif sehingga Rasulullah SAW terdesak dan terluka. Kemudian beliau memerintahkan Ali, ra dan Abbas, ra paman beliau untuk menyeru para sahabat muhajirin dan anshar agar segera merapat sehingga dengan merapatnya para sabiqunal awwalin yang merupakan pelopor dakwah, jalannya pertempuran bisa berbalik unggul dan akhirnya perang Hunain dimenangkan oleh Rasulullah SAW dan kaum muslimin.  


Dalam perang ini, kita bisa melihat peran kepeloporan sahabiyah Nusaibah (Ummu Imarah), sahabat wanita yang ikut dalam perang Uhud dan perang lainnya termasuk Hunain dan Yamamah. Saat kaum muslimin kocar kacir dan Rasulullah SAW terdesak, Nusaibah segera berlari mendekati nabi untuk menjadi perisainya, padahal posisinya di barisan belakang sebagai tenaga logistik dan medis.


Berbagai riwayat menyebutkan, bahwa ketika itu Nusaibah berperang penuh keberanian dan tidak menghiraukan diri sendiri ketika melindungi Rasulullah SAW. Sehingga Nusaibah menderita luka-luka di sekujur tubuhnya. Sedikitnya ada sekitar 12 luka di tubuhnya, dengan luka di leher yang paling parah. Namun, Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu, atau bersedih. 


Ketika Rasulullah melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, "Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu! Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga." 


Begitulah anggota pelopor. Tidak peduli status dan posisi, dia akan terus bergerak dan berperan untuk memberi kontribusi dalam memperjuangkan kemenangan. 

Meminjam istilah Ustadz Hilmi Aminuddin, status dan jabatan/posisi itu hanyalah judul bagi sebuah buku, tetapi di atas judul itu yang terpenting adalah isi bukunya. Maka kata beliau, jadilah isi (buku) meskipun tanpa judul. Daripada banyak judul (status dan posisi) tapi tidak ada isinya. 


Islam sangat menghargai seorang pelopor atau perintis. Mereka akan diberi ganjaran yang terus mengalir seperti bisnis MLM.


Abu Amr, Jarir bin Abdillah mengisahkan, suatu ketika Rasulullah SAW melihat seorang lelaki Anshar membawa bungkusan. Karena beratnya bungkusan tersebut, telapak tangannya hampir-hampir tidak mampu membawanya. Kemudian ia sedekahkan sebagian  bungkusan itu kepada orang-orang Bani Mudlar yang saat itu datang ke Madinah dalam kondisi memprihatinkan. Tindakan tersebut kemudian diikuti penduduk Madinah lainnya. Mereka berduyun-duyun memberikan sebagian hartanya, sehingga tampak satu tumpuk makanan dan satu tumpuk pakaian. 


Melihat peristiwa tersebut Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa melakukan perbuatan baik dalam Islam, maka dia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang yang ikut melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang melakukan perbuatan buruk dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya dan dosa orang yang ikut melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun" (HR Muslim).


Kembali ke teman-teman diskusi di atas, salah seorang mengatakan, mungkin kita perlu merenung dan introspeksi dengan jujur, melihat diri kita masing-masing, seberapa seriuskah kita sebagai kader pelopor? 


Dalam hal ini mungkin kita bisa mengikuti saran Ebiet. G Ade:

"Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih

Suci lahir dan di dalam batin

Tengoklah ke dalam sebelum bicara

Singkirkan debu yang masih melekat

Ho-oh, singkirkan debu yang masih melekat

Du du du du du..."



Wallahua'lam bish shawab 

(Gaf - Gufron Azis Fuadi)

Posting Komentar

0 Komentar