Pengaruh Syaikh Yusuf Qardhawi, Qatar dan Piala Dunia



Oleh: Azwar Tahir

Ketika Mesir tidak menjadi lahan yang subur untuk dakwah Syaikh Yusuf Qardhawi, Qatar hadir menjadi tuan rumah yang ramah untuk beliau. Tahun 1961, di era Gamal Abdul Nasser, Qardhawi hijrah ke Qatar - sekaligus pengalaman pertama beliau naik pesawat - berbeda dari kebanyakan koleganya yang hijrah ke Arab Saudi yang kala itu di bawah kepemimpinan Raja Faisal. Qatar kala itu tentunya belum maju, tak sama dengan Qatar kini yang akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 November nanti. Pun masih berstatus protektorat (di bawah kendali) Inggris. Tak lama selepas merdekanya, tahun 1971, Qatar menemukan salah satu cadangan gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Penemuan ini yang kemudian menjadi faktor pertumbuhan ekonomi Qatar sehingga menempatkannya di jajaran negara terkaya dunia. 


Saat Qardhawi menginjakkan kakinya di Qatar, lembaga keagamaan setempat belum berkembang. Dalam disertasi doktornya, Hamed A. Hamed mendeskripsikan begaimana para muballigh Qatar saat itu mengandalkan buku berisi 52 khutbah (sesuai jumlah pekan dalam setahun). Mereka dinilai tidak cakap merespon permasalahan real yang dihadapi masyarakat Qatar. Pada konteks ini, bisa dipahami mengapa kehadiran seorang Yusuf Qardhawi, sebagai ulama mumpuni, menjadi sangat vital bagi Qatar.


Berbeda dengan koleganya yang hijrah ke negara lain, Qardhawi leluasa berkiprah di Qatar. Termasuk mendesain kurikulum pendidikan. Dalam merancang kurikulum, - di samping ilmu syariah tentunya - Qardhawi mencoba menekankan pentingnya bahasa asing, sains, dan matematika. Langkah ini mendapat resistensi dari murid-muridnya sendiri namun Qardhawi tegas dengan pendiriannya bahwa reformasi pendidikan ini diperlukan untuk menghadapi tantangan di era modern. 


Upaya Qardhawi mereformasi arah pendidikan Qatar mendapatkan atensi dari Emir Qatar, Ahmad bin Ali Al Thani. Hubungan keduanya begitu karib hingga Qardhawi menjadi pembimbing Sang Emir selama bulan Ramadhan. Walhasil, tahun 1969, Qardhawi mendapatkan kewarganegaraan Qatar. Keluarga Kerajaan menjadi pendukung utama Qardhawi termasuk membiayai safari dakwahnya ke berbagai negara. 


Tahun 1977, Qardhawi mendirikan Fakultas Syariah, Universitas Qatar sekaligus menjadi Dekan. Kelak dari sinilah, lahir para cendekiawan yang berpengaruh di Qatar dewasa ini. Sebut saja, Maryam al-Hajari, salah seorang murid Qardhawi. Setamatnya, Maryam merintis website populer: IslamOnline.net. Tahun 1996, stasiun TV Al Jazeera lahir. Qardhawi mendapatkan panggung kehormatan lewat program talkshow bertajuk “Ash-Shariah wal-Hayat” atau Syariah dan Kehidupan. Khutbah Jumat Qardhawi ditayangkan dari Masjid Umar bin Khattab, Doha. Siaran Qardhawi di Al Jazeera bahkan mencapai 35 juta viewers per pekan. Tahun 2004, Emir Qatar mendukung pendirian The International Union of Muslim Scholars (IUMS) dengan Qardhawi sebagai Presidennya. 


Tahun 2011, terjadi Arab Spring. Lewat Al Jazeera dan IUMS, Qardhawi memberikan perspektif keislaman sekaligus dukungan pada pergolakan melawan rezim (dengan pengecualian pada Bahrain, di mana beliau mendukung rezim yang berkuasa). 


Tulisan di atas merupakan terjemahan parsial. Bagi yang tertarik menelaah lebih lengkap sila googling dengan kata kunci: David H. Warren | Qatari Support for the Muslim Brotherhood is More Than Just Realpolitik - It Has a Long, Personal History. 


Qardhawi dan Qatar dengan demikian adalah chemistry yang kuat. Kemajuan Qatar kini tak lepas dari kontribusi mutiara bernama Yusuf Qardhawi. Qatar, sebelum era gas, adalah penghasil mutiara. Beruntunglah Qatar memiliki mutiara bernama Yusuf Qardhawi. Selamat menanti Piala Dunia 2022, November nanti, di Qatar. 


Foto: Emir Qatar, Tamim bin Hamad Al Thani, mengecup kening Syaikh Yusuf Qardhawi.


~



Posting Komentar

0 Komentar