Petuah Mbah San, Agar Hidup Awet dan Bermanfaat



Oleh: Tanti Sujatmiko

Tim Humas PKS Banyumas


Pamijen-Baturraden, 7 Mei 2022


Suasana masih lebaran, usai puasa penuh sebulan ramadhan. Kami baru saja kembali ke Purwokerto, setelah bermacet-macetan perjalanan arus balik Jogja-Purwokerto, dengan waktu tempuh 12 jam, hampir 3 kali lipat lama perjalanan hari biasa.


Pagi ini, waktu dhuha tepatnya, saat kami sedang beberes rumah karena habis ditinggal pulang kampung selama sepekan, tiba-tiba ada _uluk salam_ 


"Assalaamu 'alaikum...,"mbah San kami memanggilnya, berdiri dengan badan tuanya yang sudah bungkuk.


"Wa 'alaikumussalaam... monggo Mbah San," kami mempersilahkan beliau masuk dan duduk. Mbah Sanmiardja nama lengkapnya. Usianya sudah 96 tahun. Selalu memberikan petuah-petuah bijak jika bertemu. 



Kami belum sempat menyiapkan sajian meja untuk tamu, maka seadanya yang siap di meja makan kami bawa keluar untuk  suguhan ke mbah, teh manis,  apem, gethuk goreng, dodol dan kacang rebus. 


"Meniko apem mbah, yang empuk," saya sodorkan apem, menyadari mbah sudah tinggal geligi tanpa gigi.


Saya menemani mbah San duduk di ruang tamu, mendengarkan beliau bercerita panjang lebar, meski cerita beliau berulang kali sudah saya dengar, saya berusaha menyimak sebagai bentuk penghormatan pada kasepuhan.


Mbah San, beliau usia 96 tahun, sering lewat depan rumah, meski usianya sudah renta beliau masih kuat menggarap kebun depan rumah milik orang luar wilayah.


Mbah San, saat panen singkong atau pisang selalu membaginya ke kami. 

Kami membalasnya dengan memberikan sembako atau sedikit uang pegangan.


Seperti kali ini, mbah San mengulang lagi cerita kenapa usianya bisa sampai 96 tahun, 


"Kulo diparingi umur ngantos 96 tahun saking Gusti Allah, karanten kulo tansah nyekeli menawi urip niku kedah ingkang nerimo paringipun Gusti Allah,"tutur Mbah San.

(Saya diberi umur panjang 96 tahun oleh Allah, kerana saya selalu berpegang bahwa hidup itu harus selalu menerima pemberian Allah)


Saya menyimaknya baik-baik, karena biasanya Mbah akan melanjutkan petuahnya. Benar saja.


"Aja susah masalah sandang lan pangan sambendina. Kabeh mau bakal ditakokaken mbesok neng akherat. Dadi gawa raga sing bener," lanjut Mbah San.

(Tidak usah khawatir masalah harta dunia, semua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Bawa diri dengan benar)


Saya tidak banyak menimpali, hanya membalas cerita mbah San dengan anggukan tanda mengerti, senyuman tanda sepakat dan kadang ikut tertawa kalo mbah San bercerita agak lucu. 


Kalaupun saya membalas obrolan, jawaban mbah San tidak nyambung, karena beliau sudah sangat berkurang pendengarannya. Jadilah "joko sembung bawa golok, ndak nyambung mbok"


Meskipun tidak nyambung, mbah San bercerita lagi tentang hadirnya tamu dari Jakarta yang membutuhkan bantuan menginap, maka mbah San menawarkan kepada tamu tersebut menginap di rumahnya, meski dalam kondisi terbatas, sehingga mbah San pun mengalah tidur di dapur.


"Sapa sing tetulung bakal ditulung," petuah mba San.

(Siapa yang menolong akan ditolong) 


Hingga kemudian tamu Jakarta tersebut rutin mengiriminya bantuan sampai saat ini, sebagai ucapan terima kasih sudah ditolong oleh Mbah San.


Akhir cerita, mbah San menyampaikan bahwa lebaran kali ini dapet upah dari pemilik tanah  sebesar 600 rb dan THR 300 rb. Semua ia diserahkan ke anak dan cucunya.


"MasyaAllah, semoga barokah nggih mbah,"ucap saya menutup perbincangan. 


Mbah San salah satu dhuafa di kampung kami. Dari beliau kami banyak belajar tentang kesederhanaan dan sikap penerimaan setelah upaya ikhtiar maksimal sesuai kemampuan bagi seorang hamba Allah.


Petuahnya masih terngiang saat beliau telah melangkah agak jauh menenteng sembako  oleh-oleh dari kami.


Sehat-sehat nggih mbah, maturnuwun sanget silaturahim dan nasehatnya.

Semoga kami bisa membalas silaturahim ke mbah San.

Aamiin.


***



#HikmahSyawal

#Syawal1443H

Posting Komentar

0 Komentar