Isra' Mi'raj, Ilmu Pengetahuan dan Tangis Kita

PKSFoto/Ety Nurdiyanti


Suatu ketika Rasulullah mengubah cengkerama hangat para sahabat menjadi mellow dan syahdu.


Ujarnya kala itu: "Kalaulah kalian tahu yang kutahu, niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR Bukhari no 6004)


Tiap teringat hadits yang populer ini, saya selalu teringat peristiwa Isra' Mi'raj. Karena pada peristiwa itulah disingkap pemandangan berbagai sudut alam, termasuk yang gaib. Bahkan Rasulullah SAW sempat singgah di Sidratul Muntaha.


Maka, dari peristiwa tersebut ada banyak hal yang Rasulullah tahu yang manusia biasa tidak tahu.


Karena dalam firman Allah SWT dalam ayat tentang Isra' Mi'raj, (QS Al Isra ayat 1), Allah mengatakan "linuriyahu min ayatina", "agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami."


Allahua'lam, karena beliau dibawa mengarungi luar angkasa, bisa saja beliau sudah melihat susunan tata surya dan galaksi lain. Mungkin.


Artinya, yang terungkap di dunia modern, sudah lebih dulu diketahuinya. Tapi tentu bukan saatnya bila di jaman itu beliau ceritakan hakikat keadaan di langit.


Terlepas dari apakah Rasulullah menyaksikan keadaan luar angkasa atau tidak, yang jelas di jaman modern ini kita sejatinya punya pengetahuan yang lebih daripada para manusia 14 abad lalu.


Maka, apakah kita sudah lebih banyak menangis dibanding para sahabat Rasulullah?


Kita hidup di mana teleskop bisa menampakkan benda langit dari jarak berjuta-juta tahun cahaya. Sekaligus ada mikroskop yang bisa menampilkan bentuk makhluk yang berjuta kali lebih kecil dari ukuran manusia.


Dari bintang terbesar di alam semesta bernama UY Scuti, sampai benda terkecil yang pernah dilihat yaitu Quark dan Lepton, telah diketahui oleh manusia sekarang, yang semua itu tidak pernah dikenal oleh orang yang hidup 14 abad lalu.


Pertanyaannya, adalah kita sudah lebih banyak menangis daripada para sahabat? Ya, memang beda level. Tapi apakah pengetahuan itu sudah cukup membuat salat kita khusyuk?


Karena dari hadits di awal, semakin banyak kita tahu harusnya semakin banyak kita menangis karena takut dan tunduk atas kebesaran-Nya.


Maka itu jangan heran bila di kampus-kampus, banyak mahasiswa sains yang jadi tertarik belajar Islam. 


Mahasiswa astronomi, fisika dan lainnya belajar tentang makhluk Allah yang jauh lebih besar daripada planet yang kita tempati. Biasanya untuk meluluhkan keangkuhan manusia, dibandingkan lah gunung yang megah yang taat kepada Allah. Tapi ini bukan sebesar gunung lagi yang diamati.


Mahasiswa biologi, farmasi, kedokteran, kimia, fisika meneliti tentang makhluk Allah yang jauh lebih kecil. 


Baik bintang, planet, bakteri, virus, atom, semuanya diyakini berdzikir kepada Allah. 


"Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. An-Nur: 41).


Sehingga wajar para mahasiswa itu terpukau dengan fenomena tersebut, hati mereka luluh atas kebesaran-Nya, lantas mengambil jalan menjadi aktivis dakwah.


Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya untuk ditampakkan sebagian kebesaran-Nya, dan yang telah menggulirkan waktu lalu perlahan menyingkap kekuasaan-Nya melalui ilmu pengetahuan.


Makin modern jaman akan makin banyak yang manusia ketahui. Dan seorang muslim harusnya makin lebih banyak menangis, meski tak mengalami Isra' Mi'raj. Atau setidaknya bisa salat dengan khusyuk penuh ketundukan atas keagungan-Nya.


Zico Alviandri

Posting Komentar

0 Komentar