Insiden Partai Keadilan "Sosial" dan Riwayat Apriori CSIS pada PKS
Berkali-kali moderator webinar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) salah menyebut kepanjangan PKS dengan Partai Keadilan “Sosial” - yang seharusnya “Sejahtera” -. Momen yang ditimpali Ahmad Syaikhu, Presiden PKS, dengan santai “Ini Mba Rania (moderator) salah - salah terus, karena baru sekali mengundang saya mungkin.” Jusuf Wanandi dari CSIS merespon singkat “Harus sering – sering (mengundang).” Suasana hangat tersebut mengawali interaksi CSIS dengan PKS via webinar.
PKS, seperti halnya partai-partai politik lain, mendapatkan undangan untuk menyampaikan pidato kebangsaan dalam rangka memperingati 50 tahun CSIS, think thank (lembaga pemikiran) yang mengklaim sebagai yang tertua di tanah air. Webinar tersebut dihadiri oleh para petinggi CSIS seperti Hary Tjan Silalahi (Ketua Umum Pembina), Jusuf Wanandi (Wakil Ketua Pembina), Djisman Simanjuntak (Ketua Dewan Direksi), dan J. Kristiadi (Sekretaris Yayasan). Salah seorang di antaranya, Jusuf Wanandi, adalah elit Partai Golongan Karya (Golkar) era 1979 – 1988. Namanya juga tercatat di jajaran direksi Jakarta Post. Sementara dari PKS, mendampingi Presiden, tampak dalam Zoom screen Al Muzzammil Yusuf (Ketua Bidang Polhukam DPP PKS) dan Pipin Sopian (Kepala Staf Kepresidenan DPP PKS). Pidato politik Ahmad Syaikhu dapat disimak di tautan:
Menarik menelisik tanggapan panelis CSIS. Menurut J. Kristiadi (JK), yang pernah tinggal di Kairo selama beberapa tahun, cara penyampaian Ahmad Syaikhu (AS) mengingatkannya pada ceramah Wakil Rektor Universitas Al Azhar - didengarkan JK lewat bantuan penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia-. Ceramah yang menghadirkan nuansa sakral spiritual sehingga menggugah batin. JK lebih jauh mengaku memiliki banyak kesamaan pandangan dengan AS perihal situasi politik terkini tanah air. Perhatian PKS soal pembangunan karakter manusia dinilai menjadi poin plus tersendiri yang oleh JK dirasakan kurang diperhatikan oleh partai - partai lain.
Yang tidak kalah asyik adalah tanggapan Jusuf Wanandi (JW) yang mengatakan bahwa seandainya ia masih muda dan sedang mencari partai mungkin akan bergabung ke PKS. AS tersenyum plus tertawa mendengar kalimat JW. Tidak berhenti di situ, untuk meyakinkan AS, JW menambahkan bahwa dirinya serius dan ikhlas karena secara garis besar apa yang diinginkan oleh mereka berdua sama. JW lebih lanjut menekankan bahwa peranan oposisi yang kini dilakoni PKS penting sekali dan PKS dinilai “applying that role beautifully.”
Hal lain yang penting digarisbawahi dalam rangkaian respon JW adalah penuturannya bahwa mereka BANYAK APRIORI PADA PKS SEBELUMNYA. Ia menggunakan diksi, “bisik salah”, “tukang adu domba”, dan “macam-macam tafsiran yang nda-nda”. Bagi JW masa - masa itu telah tamat dan lembaran baru antara CSIS dan PKS harus dibuka. Semoga, seperti pernyataan Jusuf Wanandi, CSIS sering - sering mengundang PKS dalam forum - forum mereka untuk berbagi insight secara jernih, menemukan titik - titik temu untuk keduanya bersinergi.
Apresiasi Lomba Baca Kitab Kuning PKS dari Intelektual Muda NU
“Bagus! PKS Konsisten Hidupkan Tradisi ASWAJA di Pesantren”
Demikian judul artikel yang memuji program Lomba Baca Kitab Kuning yang digagas PKS. Ada beberapa alasan artikel ini menarik ditelaah. Pertama dan terutama, statement dalam artikel tersebut membantah stigma sebagian kalangan bahwa PKS anti-ASWAJA. Kedua, duta.co, situs perilis artikel, jika diperhatikan konten – kontennya, berafiliasi kepada Kalangan Nahdiyin, yang secara politik lebih dekat ke PKB ketimbang PKS. Ketiga, testimoni positif pada PKS ini disampaikan oleh Dr Moh Mukhrojin, Msi, kader muda NU yang merupakan Pengasuh PP Bismar Al Mustaqim juga Dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG-Surabaya). Berikut petikan kalimat beliau:
“Meski partai ini ada sebagian orang menstigma anti ASWAJA, namun, kenyataan sebaliknya, kiprahnya justru sejalan dengan ASWAJA. Menghidupkan khazanah Aswaja dengan Lomba Baca Kitab Kuning.”
Baik sambutan hangat elit CSIS ditambah nalar PENYESALAN TERHADAP APRIORINYA maupun apresiasi Dr Moh Mukhrojin sekaligus BANTAHAN STIGMATISASI oleh sebagian kalangan pada PKS di atas kian menguatkan positioning PKS sebagai entitas yang mampu bersinergi dengan beragam elemen bangsa. Ada common ground yang bisa dieksplorasi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Terlepas dari afiliasi ideologi maupun organisasi ada - meminjam istilah Muhammad Sohibul Iman, Ph.D., Presiden PKS sebelum Ahmad Syaikhu - “Island of Integrity” yang bisa kita huni bersama. Sila baca juga tentang konsep Island of Integrity di “RIJAL, RAGIL, ROCKY, & PKS”, pada tautan https://blog.pks.id/2020/10/ rijal-ragil-rocky-pks.html
Alhamdulillah, semua sinergitas di atas dijalin bersamaan dengan upaya PKS untuk kian mengokohkan jati dirinya sebagai Partai Islam modern yang terdepan dalam mengawal isu - isu keummatan. Tantangan PKS adalah menerjemahkan “nota kesepahamannya” dengan beragam entitas di atas dalam bentuk program - program konkrit dan impactful. Upaya luhur ini harus dilakukan, meminjam diksi Dr Mukhrojin, secara “KONSISTEN” pun jika menggunakan bahasa Jusuf Wanandi, “HARUS SERING-SERING.”
~
Azwar Tahir
Relawan Literasi PKS Luwu Timur
0 Komentar