Salam Santun Untuk Buya



Oleh: Desi Kirana Aza


Apa yang beliau lakukan, mungkin akan terlihat salah di mata yang tak menyukainya. Karena memang itulah yang disebut dunia dengan ragam rasa dan tindak tanduk makhluk ciptaan-Nya. 


Tidak akan pernah pembenci, menyukai orang yang dibenci. Dan akan selalu mencari-cari kesalahan orang yang dibencinya.


Menetes air mata ini mendapat kiriman foto dari mushallah istana kegubenuran. Walau tidak sering berinteraksi langsung, tapi beliau meninggalkan jejak ilmu yang luar biasa di dalam dada.


Seorang pejuang, tak akan pulang sebelum masuk ke medan tempur. Meski nyawa tantangannya. 


Aku memang bukan siapa-siapa beliau. Aku hanya masyarakat biasa. Tetapi, dalam hati ini, aku merasa, kalau beliau bukanlah orang lain. Bukan gubernur yang membentang jarak dengan masyarakat. Di mataku, beliau itu seorang Bapak, Datuk, teman, kakek dan pemimpin yang memang melayani rakyat dengan hati.


Beliau akan mendengarkan dulu lawan bicaranya, baru memberi pendapat dan arahan. Tidak pernah memotong ucapan, walau dari masyarakat biasa.


Banyak isu miring menerpa, banyak fitnah menerjang, tapi senyumnya tak pernah pudar. Kesabarannya semakin kuat dan menggunung, begitu juga dengan loyalitasnya sebagai kepala daerah.


Mungkin, jika waktu bisa lebih dari 24 jam sehari-semalam, beliau tetap akan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Meski kadang kelurga terabaikan.


Namun, istri, anak dan cucu beliau, sudah mengikhlaskan Buyanya H. Mahyeldi Ansharullah, SP Dt. Marajo sebagai pelayan rakyat. Jadi mereka memang sudah ikhlas tidak kebagian waktu dan perhatian. "Biarlah masyarakat yang memilikinya." Kalimat yang sering diucapkan Umi Harneli Bahar I untuk menguatkan langkah mendampingi sang pemimpin sabar ini.


Dan, foto ini diambil seseorang yang bukan dari orang dekat beliau di pemerintahan, tapi masyarakat biasa yang tak sengaja shalat di sana dan melihat seorang lelaki paruh baya meringkuk di lantai mushallah.


Beliau Manusia Biasa


Beliau pasti merasa lelah jiwa dan raga. Tapi, tak akan pudar senyum dan semangatnya membangun Sumatera Barat.


Salam santun untuk Buya. Saat ini, Buya tak ubah pohon berdaun lebat di tengah lapang, hembusan angin dan lemparan batu pasti akan datang. Tapi, Buya tetap memberi naungan yang nyaman di bawah rimbunnya daun yang disebut keikhlasan.

Posting Komentar

0 Komentar