Fakta VS Disinformasi Tentang Vaksin Covid-19



Banyak beredar hoaks/ berita palsu yang tersebar di berbagai platform media sosial terkait disinformasi tentang virus Corona (COVID-19), diantaranya adalah disinformasi tentang vaksin Covid-19.

Tapi, sebelum membahas contoh disinformasi seputar Covid-19, alangkah baiknya kita mengetahui dulu definisi antara fakta dan disinformasi.

Fakta menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.

Disinformasi adalah penyimpangan informasi yang sama sekali tidak ada fakta/kebenaran dan dilakukan secara sengaja oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Berikut contoh fakta versus disinformasi seputar vaksin Covid-19:

Disinformasi: beredar kabar, “ketika orang divaksin covid-19, akan ditanamkan diam-diam/ tanpa terasa microchip yang diprogram untuk membunuh manusia. New Dajjal siap membunuh 7.5 milyard manusia.”

Fakta: vaksin diberikan dengan cara disuntikkan ke dalam tubuh, dan ukuran microchip tidak cukup kecil untuk melalui jarum suntik. Vaksin pun merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tertentu yang berbahaya atau mematikan, sebagaimana yang telah terjadi pada vaksin campak dan polio.

Disinformasi: “mantap, mereka punya mesin/device scan bar-code dalam tubuh orang yang sudah divaksin, masya allah diri kita bisa di-scan???? aneh.. benar hidup kita sdh jd robot dan bisa di-kontrol kmn ktnya pergi..fakta lho ini. mulai terbuka semua, bar-code vaksin...yang di suntikan dalam tubuh kita....karena ada bar-code mknya bisa di-scan.” Bergitu kabar yang beredar.

Fakta: Orang yang sudah divaksin akan mendapatkan sertifikat vaksin. Dan barcode disematkan di sertifikat vaksin Covid-19, BUKAN disematkan dalam tubuh manusia yang telah divaksin. Sementara aplikasi atau website pedulilindungi.id itu salah satu fungsinya untuk mengunduh atau mengecek sertifikat vaksin. Scan barcode sertifikat vaksin juga bisa dilakukan melalui website pedulilindungi.id.

Kenapa sebagian orang lebih percaya hoaks atau disinformasi daripada fakta?

Padahal disinformasi dan hoaks bersumber dari asumsi yang seakan-akan benar menurut penerimanya. Sementara input fakta diproses oleh dalil dan data.

Disinformasi dan hoaks tidak bisa dipaksa/ diyakini menjadi info kebenaran hanya karena disebarkan oleh orang yang berilmu, karena orang berilmu bisa keliru dalam menyampaikan informasi. Sementara, merujuk konten hoaks atau disinformasi sebagai cara pandang (paradigma) jelas ini adalah sikap yang salah kaprah, karena salah input akan menghasilkan salah output.

Dan, meyakini disinformasi dan hoaks sebagai sesuatu yang benar itu seperti kedudukan hadist dhoif tapi diyakini sebagai hadist hasan bahkan shahih.

Maka, cara ampuh untuk melawan hoaks dan disinformasi adalah jangan menyebar atau menelan mentah-mentah segala informasi sebelum meneliti kebenarannya. Teliti sebelum berbagi, dengarkan saran logis dari orang-orang yang mungkin tidak seagamis kita.

Ingat, menyebarkan berita palsu itu termasuk dosa loooh. Karena perkataan dusta itu termasuk tindakan keji.

Saya curiga, konten hoaks itu dibuat oleh musuh-musuh Islam sebagai “umpan lambung”. Karena sejatinya ummat Islam itu tidak mungkin membuat atau menyebarkan berita bohong karena bertentangan dengan Surat Al Hujarat ayat 6. Wallahu’alam.

Cipto

Posting Komentar

0 Komentar