Waspada Riba Jelang Hari Raya



Menjadi suatu tradisi menarik di tengah masyarakat ketika jelang Hari Raya tiba, terutama saat 'idul Fitri. THR atau angpao lebaran meramaikan momen tahunan bagi umat Muslim sebagai bentuk rasa syukur dan berbagi kebahagiaan di hari kemenangan. Tidak jarang, hal ini justru dimanfaatkan oleh sebagian orang sebagai ladang bisnis yang menjanjikan. Bagaimana praktiknya?


Tukar Uang Baru

Penukaran uang baru menjadi hal yang umum dilakukan sebagian besar masyarakat. Tahun ini, Bank Indonesia mengedarkan 782,7 triliun uang baru pada Maret lalu sebagai persiapan sambut 'idul Fitri melalui 4.608 layanan bank yang tersebar di penjuru Negeri.


Dilihat dari peluang bisnis, momen ini sangat menjanjikan. Bisnis penukaran uang bisa dilakukan dengan sangat mudah. Cukup mengantre di Bank kemudian stand by di tempat ramai seperti terminal, stasiun, pasar, ataupun memanfaatkan jaringan pribadi.


Selain itu, keuntungan yang didapat dari aktivitas ini berpotensi besar. Rata-rata dari tiap penukaran misal 100 ribu akan mendapat keuntungan 5-10 ribu dari tiap transaksi. Bayangkan jika dalam sehari penukaran mencapai 5-10 juta rupiah, berapa return yang didapat? Tentu melebihi jumlah uang yang diedarkan oleh BI sendiri.


Lebih lanjut, bisnis ini tidak akan ada kata rugi. Karena kalaupun "tidak terjual", tidak ada kerugian materil yang didapat karena uang tersebut masih dapat digunakan untuk pribadi. Menggiurkan sekali bukan? Tunggu dulu! Apakah yang menguntungkan secara dunia akan selalu menguntungkan kita di akhirat kelak?


Pandangan Islam Terhadap Penukaran Uang Baru

Dalam hadits disebutkan:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa" (HR. Muslim no. 1584)


Hadits tersebut jelas menegaskan bahwa uang adalah salah satu barang ribawi. Maka dalam ekonomi Islam terdapat 3 ketentuan untuk aktivitas penukarannya:

1. Matslan bi mitslin (dengan barang yang sama)

2. Yadan bi yadin (secara tunai penyerahannya)

3. Sawaan bi sawain (harus sama takarannya)


Setelah melihat alur bisnis atau cara penukaran uang baru di atas, maka perbedaan nominal antara yang diserahkan dengan yang ditukarkan (uang lama dengan uang baru) dalam kasus ini termasuk riba fadhl.


Konsekuensi Hukum

Seluruh ulama sepakat bahwa riba merupakan salah satu dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah SWT. Bahkan dalam QS. Al-Baqarah disebutkan bahwa orang yang melakukan riba berarti telah mengumumkan perang dengan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan jika dianalogikan, dosa paling ringan dari pelaku riba adalah seperti menzinahi ibu kandung sendiri. Na'uzubillah NgeRIBAnget!


Solusi Syar'i

Keharaman dari kasus ini bukan terletak pada fisik uang yang ditukarkan, tetapi cara transaksi yang dilakukan. Maka tentu ada solusi bagi umat muslim untuk tetap bisa berbagi kebahagiaan dengan uang baru namun aman secara syari'at. Berikut adalah solusinya:

Pertama, Langsung tukar ke Bank. Karena penukaran melalui bank tidak ada selisih antara uang lama dan uang baru. Sehingga tidak terjadi riba fadhl di dalam proses transaksinya.


Kedua, Jika tidak sempat ke bank, diperbolehkan menukar ke personal/rekan namun pastikan tidak ada selisih nominal. Tidak boleh berdalih untuk "biaya jasa" karena akadnya tentu berbeda. Kalaupun niatnya untuk mendelegasikan seseorang untuk membantu tukar uang ke bank, maka pastikan imbalan/fee/ujroh disebutkan di awal, sebelum sistem mewakilkan tersebut dilakukan (termasuk wakalah bil ujroh atau mewakilkan karena kita tidak sempat untuk menukar sendiri ke bank).


Ilustrasi:

A menitipkan uang 1 juta untuk ditukarkan uang baru oleh B. Sebagai rasa terimakasih, A memberikan uang jasa kepada B sebelum transaksi penukaran dilakukan. Poinnya adalah pada kata "sebelum". Sehingga ketika uang baru ditukarkan, nominalnya tetap sama di angka 1 juta rupiah.


Namun jika berdalih dengan biaya admin, atau jasa atau imbalan ketika uangnya sudah ada di tangan pihak kedua, maka sudah jatuh dalam hukum riba fadhl dan jelas keharamannya.


Jangan sampai kemurnian niat kita untuk berbagi di hari kemenangan malah menjerumuskan kita ke dalam murka-Nya Allah SWT. Semoga Allah jauhkan kita dari perkara riba dalam jenis apapun. Wallahu a'lam bish shawab.


Maesya'bani, 

Karawang 08/05/2021

Posting Komentar

0 Komentar