Sensitivitas TOA



Belum lama ini laman media sosial geger dan riuh akibat status selebriti yang terkesan “menggugat TOA ditengah tradisi Ramadhan di Indonesia”.  Warganet langsung bersambung sahut menanggapi status selebritis tersebut. Dari sekedar mempertanyakan hingga caci maki dan mengaitkannya dengan pilihan politik DKI di masa lalu. 


Ini tentu semakin memperlihatkan bahwa masih ada yang belum selesai diperbincangkan terkait hal-hal yang berada pada wilayah tradisi. TOA yang selama ini menjadi alat yang melekat pada masjid seolah sedang digugat penggunanya dan sedikit mencolek wilayah sensitif mayoritas ummat Islam di Indonesia. 


Padahal jika coba sejenak menunda penghakiman terhadap status selebritis tersebut, maka tentu akan ditemukan sedikit relevansi gugatannya terhadap TOA masjid yang dipakai oleh sebagian umat dalam membangunkan atau mengingatkan waktu sahur di bulan Ramadhan. 


Relevansi dimaksud disini adalah bukan membenarkan gugatannya terhadap penggunaan TOA, melainkan cara dia dalam menggugat tradisi penggunaan TOA yang kurang bijak dan kurang tepat. Hal ini sebaiknya menjadi bahan refleksi bersama agar akses polemik ini tidak berdampak kesana kemari. Perdebatannya harus dipertegas pada wilayah fungsi dan cara penggunaa TOA, bukan malah dijadikan sebagai perdebatan simbol ke Islaman yang baku. 


Refleksi bersama ini setidaknya untuk kepentingan yang sama bahwa Islam hadir di muka bumi ini sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. Jadi apapun alatnya pesan ini harus sampai ke semua umat manusia. Nah di sinilah harusnya dialog ini dimulai dan selebriti/publik figur harus juga menunda kegenitannya dalam menggugat sesuatu, apalagi sesuatu itu mengikat kuat dalam tradisi keagamaan di Indonesia. 


TOA masjid yang begitu melekat sebagai alat pembangun sahur di bulan Ramadhan di Indonesia tidaklah lagi dilihat sebagai alat semata, melainkan sudah bercampur menjadi tradisi yang hidup dan berakar turun temurun. Sehingga jika membahasnya atau bahkan menggugatnya akan sangat tidak berfaedah sama sekali. Toh ini hanyalah momentum tahunan yang membuat malam terasa hidup dan subuh terasa meriah. Jika pun ada yang merasa terganggu tinggal dikomunikasikan via pengurus masjid yang bersangkutan secara baik-baik. 


Sebaiknya Menggugat hal yang sudah mentradisi tidaklah patut hanya lewat unggahan singkat di media sosial, karena efeknya terlalu bias dan akibatnya sangat tidak perlu. Mengapa tidak menggugatnya secara perlahan dan penuh ilmu serta kebijaksanaan. Sehingga pesan pada isi gugatannya bisa sampai dan yang mendengarkan berlapang dada dan bersuka cita memperbaiki serta memperindahnya. 


Inilah yang perlu direfleksikan bersama, agar hal remeh remeh ini tidak menjadi sesuatu yang merugikan semua pihak. Apalagi bulan Ramadhan ini menjadi penentu kualitas kita yang sedang mengejar predikat Taqwa disisi-Nya. Sudah saatnya semua melapangkan hati dan menghilangkan amarah agar nanti di momen hari Raya semua kembali kepada fitrahnya. Dan dengan rasa haru kita pun semua nanti akan tertunduk mendengarkan takbiran bertalu-talu dari TOA Masjid yang sedang di gugat itu.


Wallahualam ☺️


Ketua DPD PKS Donggala Sulawesi Tengah

Abdul Rasyid

Posting Komentar

0 Komentar