Hari ini saya memilih untuk menulis di wall FB terlebih dahulu sebelum mengetik di atas tuts keyboard laptop. Rasa lelah perjalanan hampir delapan jam dengan medan yang lumayan membuat mual sampai sekarang, menyuguhkan bukti bahwa Papua selalu dapat menyedot ketakjuban di hati.
Alamnya, Budayanya, bahkan Masyarakatnya..
Kabupaten Maybrat Papua Barat, tepatnya di Aitinyo. Pertama kali saya menjejakkan kaki di bumi para pemimpin, menghirup udara yang begitu sejuk, merasakan dinginnya air pegunungan yang saya rindukan.
Ketakjuban itu tak berhenti, adat dan budaya masyarakat Suku Maybrat dengan kekayaan nilai hidup mengajarkan betapa manusia tak pernah bisa lepas dari alam, kesyukuran pada Tuhan YME menjadi muara rasa. Simbol adat yang dikenakan kepada saya dan rombongan berasal dari kulit kayu yang dibuat dengan kasih mama-mama Aitinyo.
Topi yang biasa disebut Watau senada dengan noken yang dikalungkan di leher saya. Tak lupa Ketua DPD PKS Kabupaten Maybrat, Bapak Yance Jitmau menyematkan Koba-Koba (payung) yang terbuat dari anyaman daun pandan hutan. Ia berujar, bahwa simbol adat ini sebagai "pembayaran" kepada kami. Beliau mewajibkan kami kembali untuk bersama-sama membangun masyarakat Aitinyo Raya.
Merasa terhormat? Pasti.. Kehormatan bagi saya, seorang perempuan, dapat membersamai momentum bersejarah kebangkitan kepemimpinan di Papua Barat.
Berbicara tentang kepemimpinan, dibalik kekokohan karakter kepemimpinan masyarakat Maybrat, mereka memiliki sikap yang hangat. Mace, Pace, Bapak Pendeta, para tokoh, hingga tim lapangan tidak segan bercerita tentang kekayaan alam Maybrat bahkan menawarkan kepada saya untuk bisa berkeliling mengunjungi beberapa destinasi wisata seperti Danau Uter, Danau Ayamaru, Petik Bintang, dan lain-lain.
Apalah daya, kami harus berburu dengan waktu. Agenda malam dan esok pagi telah menunggu. Meski demikian, kami menyempatkan diri mengambil dokumentasi di Danau Uter (pinggir). Meski hanya 5 menit, cukup bagi saya setidaknya pernah sampai di Danau Uter.
Terimakasih untuk banyak pelajaran hari ini. Tidak menjadi pongah ketika dunia di hadapan karena alam memberikan pembelajaran bahwa manusia tak boleh jumawa.
-Catatan di atas angkot Maybrat-
10 April 2021
Ngesti Wahyu
0 Komentar