Maaf Gus! Toleransi Bukan Sinkretisme

 



Ide pembacaan doa semua agama di acara Kementerian Agama ini setidaknya ada dua kemungkinan teknis pelaksanaannya, yakni:

  1. Ada satu orang yang membacakan doa semua agama.
  2. Ada 6 orang yang bergiliran membacakan doa sesuai agamanya.


Kemungkinan pertama, itu termasuk kategori sinkretisme, yaitu mencampuradukan satu agama dengan agama lain. Setiap orang cukup membaca doa sesuai ajaran agamanya saja, tidak boleh dipaksa membaca doa dari ajaran agama yang tidak dianutnya.


Kemungkinan kedua, ini masih mungkin dilaksanakan, namun pelaksanaannya akan menghabiskan waktu banyak dan anggaran berkali lipat. 


Waktu untuk pembacaan doa akan enam kali lebih lama, dan Kemenag setiap acara berarti harus menyiapkan enam anggaran untuk pembaca doa. 


Masalah juga bisa muncul jika peserta yang hadir hanya terdiri dari satu atau dua agama misalkan, tapi doanya harus dari semua agama yang diakui di Indonesia. Masa harus cari orang hanya untuk pembaca doa padahal pesertanya tidak ada dari agama tersebut? 🤦


Apa yang terjadi selama ini sudah cukup. Pembacaan doa cukup oleh satu orang sesuai agama mayoritas yang hadir. Yang lain menyesuaikan berdoa sesuai agama masing-masing.


Misalkan di Jawa Barat pembacaan doa biasanya oleh muslim, di Sulawesi Utara biasanya oleh Kristiani dan di Bali oleh pemuka agama Hindu. Peserta dari agama lain menyesuaikan berdoa sesuai ajaran agamanya. Itu toleransi. Semua saling menghormati tanpa harus mencampuradukan ajaran satu agama dengan agama lain. 


So, toleransi itu bukan sinkretisme, Gus Yaqut!


Dr. Indra Kusumah

Presiden GEMA Keadilan

Twitter @aindraku

Instagram: @aindraku

Posting Komentar

0 Komentar