Insecure Menjadi Anak Ibu



10 tahun merantau, saya sibuk mem-branded diri dengan seorang "Ini Naiim Shafiyah", walau setiap pulang ke kampung selalu disebutnya nama ibu. 


"Ooh anaknya Bu Sri Atun!"

"Ini anak kedua Ustadz Nurcholis dan Ibu Sri Atun!"

"Masya Allah, anaknya Ibu Sri toh?"


Tapi setidaknya, ketika merantau mereka mengenal saya sebagai "Naiim Shafiyah" saja. 


Ketika merantau di tanah Intan Bulaeng, saya sudah hampir mampu mengenalkan diri sebagai, "Saya Naiim Shafiyah". Setiap sok sibuk di mana pun, yang ingin dikenal "Ini Naiim Shafiyah".


Memasuki tahun ke tiga, beberapa orang yang tidak saya kenal, tapi mereka mengenali saya, sering menyapa di jalan kampus atau pun di asrama


"Mbak Naiim," sambil tersenyum kemudian mengulurkan tangan. 

"Iya!" Dibalas dengan senyuman dan sebuah jabat tangan ala mahasiswa. 

"Anaknya bu Sri Atun kan?"


Beban di pundak saya seketika penuh kembali.


Beberapa kali ikut ibu 'Dinas', saya suka iseng

"Saya staff beliau," sambil mendekap tangan. 


Menjadi anak ibu adalah sebuah kebanggaan dan juga beban tersendiri. Sebab dibalik sebuah nama yang dikenal, seorang Naiim Shafiyah punya gelar di belakangnya "Anaknya Ibu Sri Atun" lebih berat lagi kalau gelar di belakang nama ditambah "Anaknya Pak Nurcholis."


Saya selalu merasa senang ketika bisa deeptalk bersama orang tua, tapi selama ini lebih sering berbincang dengan bapak. 


Siang tadi, ketika mendengar beliau bercerita saya merinding sendiri, menahan air mata. 


Ibuku hebat ya. 


Kemudian disusul sebuah perasaan insecure, tidak percaya diri. 


Ibu tuh Masya Allah, paling sibuk, tapi amalan hariannya paling bagus, paling banyak kerjanya, tapi paling banyak tilawahnya, paling banyak geraknya, tapi selalu paling kuat. 


Seorang ibu rumah tangga penakluk parlemen. Dua periode sudah ia dipercaya masyarakat untuk menjadi wakil rakyat di Fraksi PKS DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.


Pekerjaan utama ibu tetap sebagai ibu rumah tangga, kursi parlemen hanya pekerjaan tambahan. Sebab, ibu mana pun yang memilih untuk melakukan peran ganda, iya tetaplah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) 100 persen. Bukan karena bekerjanya kemudian menjadi IRT 50 persen, kemudian pekerjaan 50 persen. Ibu, tetaplah ibu rumah tangga yang 100 persen. 

.. 

Apakah rasa insecure menjadi anak ibu adalah perasaan negatif? Tidak. 


Perasaan insecure ini justru harusnya menjadi sebuah pacuan agar tidak menjadi diri yang 'begini begini saja', menjadi sebuah energi baru. Kalau tidak ada perasaan insecure, setiap insan bisa jadi tidak punya semangat menjadikan diri lebih baik lagi. 


Perasaan insecure ada untuk menjadikan kamu lebih baik lagi, menciptakan semangat dan gerakan baru lagi. 


Semoga, segala hal baik ibu bisa Naiim tiru❤

Sehat selalu, ibu❤


Bapak pernah bilang begini ke si bungsu 


"Iya, Umar harus jadi diri Umar sendiri. Bukan dikenal gara-gara ibu atau bapak. Tapi diri Umar sendiri yang bikin Umar itu dikenal. Bukan label 'Ooh, anaknya si ini'. Tapi gimana orang itu bilangnya 'Ooh, si ini yang gini gini'. Dan mencobalah dikenal dengan baik!"

Semoga besok, entah kapan, ibu bapak bergantian dikenal dengan "Oalah, orang tuanya Naiim Shafiyah."

Posting Komentar

0 Komentar