"Tanggung Amat Wacana Presiden Tiga Periode, Bagaimana Kalau Capres Dari LN?"

 


Hiruk pikuk perpolitikan Indonesia kembali bergemuruh, kegaduhan ini setidaknya muncul setelah wacana masa jabatan presiden 3 periode kembali diperbincangkan publik. Meski Presiden Jokowi sudah menyatakan menolak wacana tiga periode tersebut. 


Harusnya, para pembisik Presiden Jokowi jangan tanggung berwacana hanya berhenti pada wacana jabatan presiden tiga periode saja, harus lebih ‘visioner’ dengan membisikan ide genit misalnya, calon presiden boleh dari warga negara asing.


Seandainya wacana genit tersebut diakomodir dalam konstitusi, bisa dipastikan kompetisi dan pertarungan dalam pemilihan presiden bakal seru, karena diikuti calon presiden (capres) dari dalam dan luar negeri (LN).


Coba bayangkan, paman Donald Trump yang kemarin kalah melawan Joe Biden dalam pemilu AS akan mencoba peruntungan menjadi capres dalam pemilu Indonesia pada 2024 nanti, atau Xi Jinping yang mungkin merasa sudah jenuh jadi presiden China ingin merasakan bagaimana menjadi presiden nusantara dengan puluhan ribu pulau yang gemah ripah loh jinawi, kekayaan alam yang melimpah ruah.


Kan sangat mungkin, pendukung garis keras Donald Trump, Xi Jinping ditengarai sangat banyak di Indonesia, maka peluang peruntungan itu terbuka lebar. Sehingga nanti, kontestasi dalam pilpres akan semakin seru dan berwarna. Capres anak negeri akan bertarung sengit melawan Paman Trump, Xi Jinping, dan Capres LN lainnya dalam kontestasi pilpres.


Jadi, mungkin saja nantinya rakyat Indonesia juga ingin merasakan tangan besi dingin Xi Jinping, kesejahteraan yang merata tanpa kelas, pejabat yang koruptor didor, atau keberhasilan tangan dingin paman Trump dalam memimpin warga AS.


Apalagi, kalau runut kebelakang, kita akan menemukan kebijakan yang linier dengan wacana genit capres boleh dari LN. Seperti misalnya, Presiden Jokowi pernah punya  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar yang berkewarganegaraan Amerika Serikat.


Presiden Jokowi juga mengizinkan warga negara asing (WNA) untuk memiliki properti di Indonesia, seiring terbitnya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2020 yang telah diteken Presiden pertengahan Februari tahun lalu. Dalam Perpres tersebut pihak yang dapat mengelola Barang Milik Negara (BMN) adalah BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. Juga sempat viral, warga negara asing (WNA) Australia Masuk Jajaran Direksi BUMN.


Belum lama ini juga sempat heboh, Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Orient Patriot Riwu Kore, diketahui merupakan warga negara Amerika Serikat.


Fakta tersebut seolah mengkonfirmasi bahwa, WNA itu mendapat tempat untuk mengelola roda pemerintahan di Indonesia.


Bisa jadi, gagasan jabatan presiden tiga periode atau capres boleh dari warga LN itu hanya wacana publik saja, namun perlu diingat, dalam politik kekuasaan itu berkaitan dengan kesempatan. 


Hari ini seseorang mungkin tidak berpikir untuk menjadi presiden selama tiga periode, sama seperti Jokowi yang pernah menyatakan tak pernah berpikir menjadi gubernur DKI Jakarta bahkan presiden. Namun fakta politik menunjukkan sebaliknya. Jokowi adalah mantan gubernur di ibu kota dan presiden untuk dua periode. Begitu kata Refly Harun, Guru Besar hukum Tata Negara.


Belajar dari jejak politik tersebut, jadi ya wajar saja, wacana tersebut masih menyisakan ruang kekhawatiran bagi para aktivis pro demokrasi hingga partai politik termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS).


Karena pernyataan Presiden Jokowi soal jabatan tiga periode tersebut itu bukan garansi final, bukan sikap mutlak dan keputusan akhir. Bisa jadi, jika ada kesempatan yang datang menghampiri Pak Jokowi, maka peluang kue kekuasaan itu akan sangat mungkin diambil, sama seperti ketika ada kesempatan menjadi Gubernur DKI dan Presiden.


Apalagi dengan melihat komposisi oposisi dengan koalisi sangat jomplang, parlemen pusat kini dikuasi partai pendukung pemerintah, sehingga peluang amendeman UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden, bahkan capres boleh dari LN itu terbuka lebar.


Sekali lagi, ruang kekhawatiran itu pasti tetap ada. Rakyat dan unsur pro demokrasi harus terus memonitor wacana yang bertentangan dengan konstitusi ini. Iya gak sih?


Tangerang, 15 Maret '21

Cipto 

Posting Komentar

0 Komentar