Sandaran...

Ilustrasi (facebook Abi Rumaisha)

Dua hari ini tepatnya selama 12 jam aku membersamai Dihya, anak lelaki pertamaku. Bada magrib aku jemput dan jam 7 pagi sudah harus di pesantren lagi. Begitu permintaan abey pembimbing. Abey adalah panggilan dalam bahasa Turki yang artinya kakak. Kakak pembimbing. 

Dihya sudah 2 tahun ini di Sulaimaniyah Bayat, Klaten. 40 menit jaraknya ke rumah Simbok. Saat 5 menit jelang magrib kemarin aku parkirkan di depan loby pesantren. Tanganku gemetaran. Namun rasa lelah itu hilang ketika saat magrib ternyata yang jadi imam di masjid adalah Dihya. Bangga dan bahagia. Alhamdulillah.

Saat pulang ke rumah simbok aku minta Dihya yang bawa motor dan saat balik pagi ini juga dia yang bawa. Karena berat badannya melebihi beratku. Pun tingginya sudah jauh melebihi. Sehingga yang dahulu jika sholat subuh bareng aku bisa merangkulnya. Namun tadi subuh harus mendongakan kepala untuk melihat wajahnya yang makin dewasa.

Pernah kemarin saat mau makan malam aku yang bawa motor. Ternyata motornya berjalan tidak stabil, Oleng kanan kiri karena beban dibelakang jauh lebih berat. Motor matic yang ku kendarai tidak bisa membantu menopang beban penumpang.

Beda hal nya jika saya mengendarai mobil. Bukan hanya Dihya yang bisa ku bawa tapi semua anggota keluarga bisa terangkut tanpa oleng, mereka bisa bersantai di dalam mobil. Aku hanya memainkan kaki kanan antara gas dan rem.

Sama hal nya dengan kehidupan ini, mustahil kita hidup tanpa ujian, musibah atau beban hidup yang mendera. Pertanyaannya adalah dengan apakah kita menguatkan diri untuk menopang beban itu...?

Bila sandaran kita lemah bisa-bisa kita malah ikut terjerembab kebawah. Makin oleng hidup kita. 

Bersandarlah kepada yang paling kuat. Gak tangung-tanggung. Ke Dia yang maha Kuat. Karena segala kekuatan itu hanya milikNya.

Jika Allah berkenan kita bisa bersandar padaNya. maka beban kehidupan sebesar apapun jadi ringan dirasakan. 

Ada fenomena menipu yang sering terjadi. Ada pegawai yang menggantungkan hidupnya pada tempat dia bekerja. Lupa sama Allah. Seolah boss nya yang menjamin hidup. 

Bukankah Allah punya kuasa atas keberlangsungan semua bisnis. Berapa banyak karena pandemi akhirnya banyak pabrik merumahkan ribuan pekerja.

Ada orang yang merasa aman dengan kekayaannya. Apakah dia lupa bahwa Qorun di ditenggelamkan bersama semua emas yang dia miliki. 

Ada anak atau istri yang menggantungkan beban pada sosok ayah. Karena dia adalah Qawwam. Pemimpin yang mengayomi. Tidak salah memang, namun ingat bahwa begitu banyak yang akhirnya harus menjadi yatim dan menjanda di usia yang masih muda.

Hanya ada satu tempat bersandar yang sebenarnya. Dialah Allah. Sebesar apa perkiraan bebanmu. Semua akan hilang dikala kita ingat bahwa kita punya Allah yang berkuasa atas beban-beban itu.

Karena mudah bagi Allah membolak balik keadaaan, sesuai keinginanNya. Hanya.. Kun fayakun. Jadi, maka jadilah.

#thankstoAllah


Abi Rumaisha

Posting Komentar

0 Komentar