Karena Belajar Menghargai Adalah Pekerjaan Sepanjang Hayat

PKSFoto: Aksi Relawan Jatim membantu korban puting beliung


Pemuda itu miskin dan tak punya kelebihan apalagi keahlian. Bukan ahli ilmu yang piawai mengajarkan dan mensyiarkan ilmunya. Bukan ahli manajemen yang bisa mengelola organisasi dan sumber daya manusia. Bukan ahli kepemimpinan yang mampu memimpin dan menginspirasi. Bukan ahli strategi yang bisa memberi banyak ide dan bersiasat.

Pemuda itu cuma punya tenaga yang dibaktikan kepada sosok yang dicintainya, Rasulullah Muhammad shallalahu 'alaihi wa sallam. 


Rabi'ah bin Ka'ab tak punya pekerjaan lain selain melayani keperluan sehari-hari Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, dari bangun tidur hingga tidur kembali. Bahkan tak jarang ia duduk di depan pintu rumah Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam menunggu bila saja tiba-tiba ada kebutuhan beliau yang harus dipenuhi. 


Pemuda miskin itu menetap di Shuffatul Masjid (emper masjid), bersama-sama dengan kawan senasibnya, yaitu orang-orang fakir dari kaum Muslimin. Masyarakat menyebut mereka "dhuyuful Islam" (tamu-tamu) Islam. Bila ada yang memberi hadiah kepada Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, biasanya beliau hanya mengambil sedikit lalu selebihnya diberikan kepada mereka. 


Dedikasi Rabi'ah bin Ka'ab dalam melayani keperluan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam membuat beliau ingin membalas budi. Maka ditanyalah Rabi'ah apa yang dia inginkan. Mendengar pertanyaan orang yang dicintainya, Rabi'ah meminta waktu sejenak untuk mencari jawaban. Dalam perenungannya, ia sempat terpikir ingin meminta diberi kekayaan agar terlepas dari kefakirannya. Tapi kemudian pikiran itu ditepiskannya jauh-jauh. Akhirnya ia kembali ke Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam dan menjawab bahwa ia minta didoakan untuk bersama beliau di surga.


Mendengar jawaban Rabi'ah, Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi. Namun jawaban Rabi'ah bin Ka'ab tetap sama. Maka Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam pun menjawab, ""Kalau begitu, bantulah aku dengan dirimu sendiri. Perbanyaklah sujud."


******

Banyak peran manusia di dunia dengan segala macam bentuknya. Ada yang terlihat, terkenal, mengagumkan bahkan mempesona. Ada yang tersembunyi, tersimpan, biasa saja bahkan cenderung tak menarik. Namun pada kenyataannya semua peran itu dibutuhkan dalam setiap sisi kehidupan. 

Rasanya tak mungkin semua manusia menjadi pemimpin atau manajer atau penceramah kondang atau pengusaha kaya atau penulis ternama atau pejabat publik atau segala peran yang dikenal dan dikagumi. 


Rabi'ah bin Ka'ab bukanlah Abu Bakr, bukan pula Umar bin Khattab, bukan pula Khalid bin Waleed, bukan pula Ibnu Abbas, bukan pula Usman bin Affan, bukan pula Ali bin Abi Thalib. Ia cuma asisten rumah tangga Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Pekerjaannya mengurusi tetek bengek keperluan sehari-hari. Namun apa yang dilakukannya sangat mendukung kehidupan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Walaupun tak ada manusia lain yang berdecak kagum melihat dedikasi dan pekerjaannya, namun Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam sangat berterimakasih padanya.


Sesungguhnya Allah ciptakan manusia dengan konsep

إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ


Sungguh, usahamu memang beraneka macam.

(AlLail : 4)


Peran yang beragam mengajarkan manusia untuk saling menghargai. Tak berarti yang berada di posisi pimpinan lebih mulia dari yang mengurusi pekerjaan kecil. Tak berarti yang kesohor lebih banyak kontribusi dibanding yang bekerja di balik layar. 


Di suatu masa Rabi'ah bin Ka'ab sempat bersitegang dengan Abu Bakr sehingga terucaplah kalimat merendahkan dari lisan Abu Bakr. Namun Abu Bakr segera tersadar dan meminta agar Rabi'ah membalas perlakuannya. Namun Rabi'ah menolak. Karena gusar khawatir kesalahannya tidak tertebus akibat Rabi'ah tak mau membalas, Abu Bakr mengadu ke Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Mengetahui hal tersebut Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam pun memuji Rabi'ah dan menasihati agar ia memohonkan ampun untuk Abu Bakr.


Pernak pernik perbedaan peran dalam kehidupan selalu diwarnai dengan keunikannya. Itupun terjadi di antara para sahabat yang notabene hidup bersama Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam dan selalu berusaha menjaga keshalihan. 

Namun manusia tetaplah manusia yang sering alpa memaknai posisi dan kondisi diri. Yang besar tak jarang jumawa. Yang kecil sering rendah diri 


Karena belajar menghargai adalah pekerjaan sepanjang hayat

قُلۡ كُلّٞ يَعۡمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ سَبِيلٗا


Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.

(Al-Isra' : 84)


Wulan Saroso 

Posting Komentar

0 Komentar