Pantun, Sastra, dan Rasa


 

Hendaklah santun jadi pejabat

Kalau salah ujar rakyat melawan

Kalau berpantun saya tak hebat

Banyak belajar dari Pak Irwan


Bapak Bupati berbaju katun

Ada acara di masjid An Nur

Maksud hati hendak berpantun

Takut dikira mau jadi gubernur


* * *


Pantun adalah sebuah karya sastra. Menjadi budaya di masyarakat Indonesia, terutama masyarakat melayu. Sering dipakai pada acara-acara penting seperti pernikahan, upacara adat dan agenda budaya lainnya.


Pantun tergolong kepada puisi lama. Biasanya terdiri dari empat baris. Dua baris pertama adalah sampiran. Dan dua baris kedua adalah isi. Ada juga pantun yang dua baris atau enam baris.


Pantun harus disiplin dengan rima tertentu. Yaitu persamaan bunyi pada akhir baris. Rima atau sajak pada pantun biasanya berpola a-b-a-b. Ada juga yang polanya a-a-a-a dalam ke empat barisnya.


* * *


Datang beruntun banyak musibah

Haruslah kita kembali padaNya

Membuat pantun tidaklah mudah

Harus seragam bunyi akhirnya


Kalau Film kartun anda tak terima

Film yang santun hanya pilihannya

Kalau pantun tak ada rima

Bukanlah pantun itu namanya


* * *


Paling minimal dalam sebuah pantun adalah kesamaan rima di akhir baris. Baik berupa huruf vokal seperti a, i, u atau o. Ini biasanya dinamakan dengan rima tak sempurna. Ataupun berupa konsonan rangkap pada dua huruf terakhir seperti ta, ni, ah, ur dan lain-lain. Contoh:


Asam kandis asam gelugur

Ketiga asam siriang-riang

Mayat menangis di dalam kubur

Teringat badan tidak sembahyang


Lebar sekali sidaun talas

Lebar lagi si daun talam

Sikat gigi janganlah malas

Sakit gigi siang dan malam


* * *


Akan semakin tinggi nilai sebuah pantun apabila kesamaan rima itu pada konsonan rangkap dua huruf atau lebih, antara baris kesatu dengan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat. Dalam kata lain terjadi rima sempurna. Contohnya:


Pergi mengaji harus dituntun

Pakai kebaya hendaklah sopan

Maksud hati hendak berpantun

Apa daya tak ada persiapan


Ikan sepat ikan gabus

Ada Ikan lele ikan mujair

Lebih cepat lebih bagus

Jangan bertele-tele segeralah cair


* * *


Akan semakin bagus lagi bila kesamaan bunyi (rima/sajak) tersebut tidak saja diakhir baris. Akan tetapi juga terjadi di tengah baris pantun. Contohnya:


Orang santun sangat menyenangkan

Walau bersalah tetap disegani

Kalau pantun tidak disiapkan

Maka jadilah seperti ini.


Pada pantun di atas, ada kesamaan bunyi tun di tengah baris pertama dengan tun di tengah baris ketiga. Juga bunyi lah di tengah baris kedua dengan lah di tengah baris keempat.


* * *


Dalam satra arab jahiliyah, puisi lama juga mirip dengan pantun. Memiliki rima dan sajak di akhir baitnya. Bahkan sastra jahiliyah telah menempati karya sastra tertinggi sepanjang sejarah puisi arab. Ada 7 karya puisi jahiliyah, dahulu digantungkan dan dipajang di dinding Ka'bah. 


Ke 7 karya puisi tersebut digelari dengan nama al mu'allaqaat as sab'ah atau 7 puisi yang digantungkan. Penulisnya adalah 7 pujangga Arab yang terkenal dimasa itu. Mereka adalah: Umru' Al qais, Zuhair bin Abi Sulma, Thurfah bin Al'abdu, Labid bin Rabi'ah, Amru bin Kultsum, Antarah bin Syaddad dan Al Haris bin Hilzah.


Karena itulah (diantaranya) kemudian Allah SWT turunkan Al Quran dengan keindahan sastra yang lebih tinggi, sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW. Seluruh pujangga Arab bertekuk lutut tak mampu mengalahkan Al Quran. Bahkan meniru satu suratpun mereka tak mampu.


Ada tiga kali Allah SWT menantang pujangga-pujangga Arab untuk melawan Al Quran. Pertama untuk membuat persis seperti Al Quran, mereka tak berdaya. Walaupun seluruh jin dan manusia berkumpul untuk membuatnya. Allah SWT berfirman:


قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا


Artinya: ''Katakanlah, 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.'' (QS Al-Israa’ :88).


Kemudian Allah turunkan tantangannya menjadi 10 surat saja. Merekapun tak sanggup untuk membuat 10 surat mirip Al Quran. Allah SWT berfirman:


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ.


Artinya: ''Bahkan mereka mengatakan, 'Muhammad telah membuat-buat Alquran itu'. Katakanlah, 'Maka datangkanlah 10 surat seumpamanya dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar." (QS Huud: 13).


Dan pada kali ketiga, mereka ditantang untuk membuat mirip dengan satu surat saja, merekapun tidak sanggup melakukannya. Allah SWT berfirman:


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ.


Artinya: ''Atau mereka mengatakan, 'Muhammad membuat-buatnya'. Katakanlah, 'Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil selain Allah, jika kamu orang yang benar'.'' (QS Yunus: 38). 


Ketinggian dan kehebatan pujangga-pujangga Arab ternyata tidak sanggup menghadapi dan mengalahkan tinggi dan  indahnya ayat-ayat Al Quran.


Kehebatan puisi Arab di masa jahiliyah sampai pada sastra dimasa Daulah Abbasiyah, tidak saja pada keseragaman rima pada akhir baris, yang dikenal dengan istilah "qafiyah" (bunyi akhir). Akan tetapi juga terletak pada kesamaan irama dan ketukan nada, yang dikenal dengan "aruudh" atau bunyi huruf mati dan huruf yang berbaris. Sehingga seorang pujangga betul-betul lihai dalam memilih kosa kata yang sama dalam bunyi dan sama dalam ketukan. Dalam sastra Arab dikenal sampai 17 irama (buhur) puisi yang memiliki timbangan bunyi masing-masing.


* * *


Pak Mahmud membaca mantra

Banyak gaya tertimpa tangga

Tidak bermaksud mengajar sastra

Sebab saya bukanlah pujangga


Minyak zaitun banyak khasiatnya

Di pasar bawah toko kencana

Pandai berpantun ada gunanya

Untuk berdakwah dan cairkan suasana


* * *


Walaupun para pujangga kafir quraisy banyak yang menghina Nabi dengan puisi-puisi mereka, namun Rasulullah SAW tidak melarang para sahabat berpuisi. Bahkan Beliau memiliki beberapa sahabat yang jago bersyair. Seperti Hassan bin Tsabit, Abdullah bin Rawahah, Al Khansa' dan lain-lain.


Ketika Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada Umrah Qadha, Abdullah bin Rawahah berada di depan Beliau sambil melantunkan syair:


Oh Tuhan, 

Kalaulah tidak karena Engkau

Niscaya kami tidaklah akan mendapat petunjuk

Tidak akan bersedekah dan shalat. 

Maka mohon turunkan sakinah atas kami

Dan teguhkan pendirian kami 

Jika musuh datang menghadang.

Sesungguhnya orang-orang yang telah aniaya terhadap kami

Bila mereka membuat fitnah

Akan kami tolak dan kami tentang."


Disaat para sahabat bergotong royong membangun Masjid Nabawi di Madinah, mereka bersama-sama melantunkan puisi:


Kamilah yang tlah berjanji setia

Kepada Muhammad yang mulia

Untuk berjuang selama-lamanya

Selama kami ada...


Para ulama semenjak tabi'in sampai saat ini juga banyak yang merupakan penyair dan pujangga. Abdullah bin Mubarak, Fudhail bin 'Iyadh, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim Al Jauziyah dan lain-lain, mereka semua Ulama yang juga pujangga.


Karya-karya mereka dan khutbah-khutbah mereka seringkali dihiasi dengan puisi. Sehingga menambah makna dan nilai dari apa yang mereka sampaikan dan semakin mengena di hati.


Pantun sebagai bagian dari puisi lama, adalah warisan budaya bangsa. Bahkan Unesco telah menetapkannya sebagai warisan budaya Indonesia tak benda, pada tanggal 17 Desember 2020 yang lalu. Pantun telah menjadi alat komunikasi sosial, kaya dengan nilai-nilai dan pesan moral.


Pantun dan puisi bisa digunakan sebagai sarana nasehat, pembelajaran, kritikan, saran dan hal-hal positif lainnya. Adapun untuk hal-hal yang negatif apalagi berakibat dosa, pantun ataupun puisi bisa menjadi sesuatu yang terlarang.


* * *


Orang genius layak dipercaya

Tangannya ringan hatinya lapang

Jangan serius baca tulisan saya

Hanya selingan dikala senggang


Pergi ke tepian membawa kekasih

Yang sudah halal bersama wali

Cukup sekian terima kasih

Salah dan janggal jangan dibuli


Dari Surian ke Lubuk Selasih

Jangan tertinggal di rumah makan

Hanya sekian terima kasih

Salah dan janggal mohon maafkan


Kakek Nabi bernama Abdul Manaf

Itu kajian ketika iktikaf

Maksud hati hanya minta maaf

Tak niatan tuk minta wakaf


Buah kuini buah pepaya

Langsung terbelah ketika jatuh

Sampai disini tulisan saya

Wassalam 'alaikum warahmatullah wabarakaatuh.


Irsyad Syafar

Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat

Posting Komentar

0 Komentar