Kebenaran Bukanlah Narasi, Bagaimana Cara Menemukannya?


Bismillaahirrahmaanirrahiim.


Buah pemikiran seseorang seringkali dituangkan dalam tulisan yang berbentuk narasi.


Keterampilan menarasikan sesuatu peristiwa terkadang memesona orang-orang yang membacanya. Apalagi dengan menggunakan kekuatan data dan pilihan kata yang terkesan ilmiah. Ditambah dengan gaya bahasa menganalisa plus ilmu logika.


Sangat mengerikan jika buah pemikiran yang salah mengisi kantung-kantung pikiran akal dan relung-relung keyakinan hati, akibat kepiawaian narasi, hingga suatu yang salah nampak sebagai kebenaran.


Sebagaimana para pujangga ingin menandingi al-Quran di masa itu, yang terjadi kemudian  malah menjadi bahan tertawaan manusia.


Kebenaran adalah kebenaran. 

Ia sudah ada Yang memilikinya dan menjaganya. 

Ia tetap akan nampak berbeda dari yang salah.

Ia bersifat absolut, jelas dan abadi.


Jika kedua mata ini begitu lemah membedakan mana yang salah dan mana yang benar, maka gunakanlah mata hati (bashirah) yang tajam resolusinya akibat zikir dan tadabbur.


Mata hati yang jernih akan mampu membedakan yang benar dan yang salah,  dengan bimbingan al-Furqon (al-Qur'an sebagai Pembeda).


Bekalan yang wajib dimiliki para viewer narasi-narasi yang berseliweran di depan mata ini. Bekalan agar tak tergilas oleh zaman, dan fokus pada tujuan penciptaan diri.


Allahummarhamnaa bil Qur'an.


Nur Indah Harahap

Bekasi

Posting Komentar

0 Komentar