Rutte dan Sepedanya

Foto: pixabay


Berita mengenai pengunduran diri PM Belanda Mark Rutte dan pembubaran kabinetnya menyeruak pada akhir pekan lalu, Jumat 15/01/2021. 

Padahal, dua bulan yang akan datang akan diselenggarakan pemilu. 

Sebagian media dan warganet menyebutnya sebagai skandal yang sangat memalukan. 

Salah urus uang negara yang dialokasikan untuk subsidi bagi anak-anak dari keluarga yang tergolong kurang mampu.

***

Akhir tahun yang lalu, telah terbit laporan investigasi parlemen mengenai skandal salah urus itu. Judulnya sangat tajam : “Unprecedented Injustice”.

Fokus perhatian publik terutama pada kesalahan fatal kantor pajak yang menuduh sekitar 26 ribuan orang telah melakukan pemalsuan data pada tahun 2013 sampai 2019. Mereka dimasukkan dalam “blacklist” Pemerintah Belanda.

Sekitar sepuluh ribu diantaranya 
telah diperintahkan agar mengembalikan dana tersebut seluruhnya ke kas negara dalam waktu dua tahun.

Perintah kantor pajak itu telah mengakibatkan sebagian besarnya mengalami kebangkrutan, menjadi pengangguran dan perceraian.

Sekitar sebelas ribu orang yang menyandang nama “asing” menjadi sasaran penyelidikan khusus mengenai masalah etnis atau kewarganegaraan ganda. Seolah memperkuat tradisi “institutional racism” di negara yang sering dilabeli sebagai juara dunia dalam melindungi dan memajukan hak-hak asasi manusia. 

***

Pemerintah telah meminta maaf atas kesalahan kantor pajak. Sembilan puluh enam persen dari blacklist tersebut ternyata tidak akurat.

Sebagai kompensasi, Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 500 juta Euro, yang setara dengan 300 ribu Euro untuk setiap keluarga korban blacklist yang tidak akurat itu.

Alokasi dana kompensasi itu kurang lebih setara dengan satu koma tujuh persen dari belanja pemerintah pada tahun 2020.

Laporan resmi itu dijadikan alasan (utama) oleh PM Rutte untuk mundur dan membubarkan kabinet pada saat menjelang berakhirnya masa jabatan. 

Mark Rutte telah menjadi PM Belanda sejak tahun 2010, dan akan menjadi caretaker PM sampai terbentuknya kabinet yang baru.

***

Publikasi yang cukup ramai di jagat maya, khususnya mengenai “visualisasi” peristiwa pengunduran diri Rutte dapat mengajak imajinasi kita mempraktekkan “speculative reasoning” untuk menelaah pesan-pesan yang hendak dihujamkan ke dalam benak pemirsa.

Dalam perspektif filsafat dan metodologi ilmu pengetahuan, “speculative reasoning” memang bersengaja mengajak kita memaksimalkan potensi akal sehat untuk menelaah suatu masalah, tanpa harus melengkapi dengan “empirical observation”.  

Terkadang penalaran seperti itu (perlu) dibumbui dengan “imajinasi”,  termasuk imajinasi konspiratif, tak sekadar nalar yang dipagari ketat oleh kaidah-kaidah logika yang kaku dan baku.

***

Visualisasi yang paling populer sejauh ini adalah Rutte menunggang sepeda (sendirian) ketika melapor kepada Raja Belanda di Istana. 

Ada juga video pendek yang memperlihatkan sang PM dibuntuti oleh satu orang polisi yang mengawalnya.

Lalu disusul oleh gambar-gambar kesehariannya yang juga sering bersepeda ketika pergi atau pulang ke kantornya.

Statistik tahun 2018 yang dipublikasikan oleh akun @WoW_Sci memperlihatkan bahwa jumlah sepeda di Belanda lebih banyak ketimbang jumlah penduduknya. 

Luar biasa :  23 juta unit sepeda untuk 17 juta orang penduduk.

Lebih dari seperempat orang Belanda (27 %) bersepeda untuk aneka keperluan sehari-hari. 

Sebagian besar penunggang sepeda di Belanda (24 %) menggunakannya untuk pergi dan kembali dari tempat mereka bekerja.

***

Ketika ditanya oleh para jurnalis yang mengerumuninya mengenai mengapa menunggang sepeda, Rutte menjawab : “yaaa ...  saya tak punya yang lain”.

Komentator politik yang kritis memberi label manuver Rutte sebagai #coropolitics dan tidak ada yang istimewa dalam peristiwa itu. 

Mengambil keputusan mundur sebagai PM dan membubarkan kabinet menjelang akhir jabatan, lalu tetap menjadi caretaker pemerintahan transisi selama dua bulan sampai penyelenggaraan pemilu usai, adalah perkara yang akan menguntungkan secara politik. 


“The People's Party for Freedom and Democracy” alias VVD yang berhaluan konservatif-liberal telah memegang tampuk kekuasan di kabinet semenjak 2010 dan diprediksi akan menjadi pemenang pemilu yang akan datang. Mark Rutte sebagai Ketua Partai niscaya menjabat sebagai Perdana Menteri lagi.


***

Kita tidak akan mengabaikan manfaat atau contoh kebaikan dari visualisasi tanggungjawab moral atau etika politik penguasa dalam peristiwa pengunduran diri PM Rutte dan pembubaran kabinet akibat salah urus anggaran subsidi negara bagi kesejahteraan anak. 

Bahkan, kita melihat contoh “kecerdikan” penguasa petahana dalam mengombinasikan publikasi tanggungjawab moral dengan siasat politik untuk memenangkan pemilu lagi.

Begitukah ?

Allahu’alam bishshowwaab. 

SMS
17/01/2021
(updated 21/01/2021)

Posting Komentar

0 Komentar