Tsunami Aceh dan Kenangan Relawan Pendamping NGO Kuwait Aid




26 Desember 2020 tepat 16 tahun gempa bumi dan tsunami Aceh. Kedahsyatan bencana itu merenggut 227 ribu korban di berbagai negara.


Jumlah korban terbesar berada di Indonesia dengan korban sekitar 130 ribu sampai 160 ribu jiwa. Bencana besar ini pun tercatat sebagai salah satu bencana alam yang paling mematikan dalam satu abad terakhir.


National Geographic mencatat tinggi tsunami yang menerjang setinggi 30 meter. Tsunami Aceh itu terjadi akibat gempa magnitudo 9,1 yang terjadi di lepas pantai barat Sumatera Utara.


Kala itu, sistem pendeteksi tsunami belum umum digunakan. Apabila dulu sudah ada alat pendeteksi, jumlah korban jiwa yang bisa selamat diprediksi mencapai 51 ribu orang.


Sementara, terjangan tsunami mencapai Aceh hanya dalam waktu 30 menit saja. Apabila sudah ada pendeteksi tsunami, banyak warga yang akan tetap kesulitan menuju tempat tinggi.

Seluruh dunia pun turut memperhatikan bencana di Aceh. 


Mungkin banyak pula yang masih ingat ketika televisi menampilkan orang-orang berkumpul di Masjid Baiturrahman yang kokoh berdiri di tengah terjangan ombak.


Pemerintah pun mendirikan Museum Tsunami pada 2008 lalu. Arsiteknya adalah Ridwan Kamil yang kala itu masih seorang dosen dari Institut Teknologi Bandung.


Museum itu mengambil konsep rumah tradisional Aceh. Isi museumnya terdapat foto-foto korban dan kisah dari para survivor bencana gempa dan tsunami Aceh serta berbagai ornamen bernuansa Islami.


Alhamdulillah, saya mendapat kesempatan menjadi relawan mendampingi NGO Kuwait Aid dan PKPU mengirim bantuan ke Aceh.


Dengan mencarter pesawat carter langsung menuju Bandahara Sultan Iskandar Muda Aceh.


Isi pesawat kebanyakan berisi makanan instan dan bantuan dana.


Disana sudah banyak relawan yang berjibaku membantu korban ataupun membuat posko-posko sesuai dengan lembaganya masing-masing. 


Namun sepanjang pengamatan saya Relawan PKS dan Relawan FPI yang paling dominan, mereka ada di setiap titik posko-posko wilayah yang parah kena Tsunami. Bahkan yang kurang terjangkau relawan biasa disitu ada Relawan PKS dan Relawan FPI.


Sepanjang jalan banyak hilir mudik kendaraan relawan dengan bendera PKS, relawan FPI, relawan NGO lokal/LAZ dan NGO asing.


Saat kami ke lokasi, kondisi masih sangat parah, kota Aceh benar benar mati, luluh lantak,  tak ada listrik, dan masih banyak jenazah berserahkan belum terangkut..tentunya bau anyir mayat masih sangat menyengat.


Kami mendampingi NGO Kuwait Aid menuju titik-titik lokasi yang akan mau dikirimi bantuan, tugas saya meliput dan mendokumentasikan perjalanan kemanusian yang bukti liputannya akan dibawa ke Kuwait untuk fund rising kembali.


Suasana nampak haru sekali karena disinilah titik nadir rasa kemanusiaan itu hidup, hampir semua masyarakat international ada di lokasi bencana Tsunami Aceh tanpa membedakan agama mereka apa. Relawan dari berbagai negara ada.


Subhanallah

Allah SWT telah menampakan kekuasaannya, diantara banyaknya reruntuhan banyak kita temukan bangunan Masjid masih kokoh berdiri. Inilah bukti kekuasaan Allah.


Beberapa tahun kemudian saya berkunjung, kini setelah sekian tahun Aceh sudah semakin cantik dan rapih.


Wassalam

Mantan Relawan Tsunami Aceh

Bang Fai

28 Des 2004 - 5 Januari 2005

Posting Komentar

0 Komentar