Beliau, Ulama yang Memilih Jalan Terjal



Beliau, habaib dan ulama yang kini sedang ditahan bukanlah yang pertama memilih jalan terjal dan keras pada penguasa. 


Di tahun 1990an ada KH Abu Hanifah. Ulama NU asal Banten. Saya masih kecil waktu itu, tapi lebih dari sekali menyaksikannya langsung di podium Maulid atau Isra Mi'raj di kampung. Ceramahnya keras menentang kekuasaan orde baru. Sangat keras! Ada kata-kata kasar? Ya ada. Kalau yang biasa dengar kata-kata lemah lembut mah bakal kaget. 


Tahun 1980an ada KH Abdul Qodir Jaelani yang melakukan perlawanan dari Tanjung Priok Jakarta Utara. Buat teman-teman yang belum tahu sejarah. Saat itu penggunaan jilbab di sekolah negeri masih dilarang. Kata orangtua saya, Salah satu dakwah beliau ya itu. Minta kepada penguasa agar memperbolehkan jilbab dipakai anak perempuan sekolah negeri. 


Masa sebelumnya ada Buya Hamka. Ditarik ke belakang lagi ada KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto dan ulama pemimpin perlawanan lainnya. 


Sebelumnya lagi tentu ada Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Yang bukan hanya berdakwah dengan ceramah tetapi juga membentuk laskar yang beneran pegang senjata. 


#


Di kalangan sahabat Nabi ada Abu Dzar Al-Ghifari yang keras dan tegas sejak awal masuk Islam hingga akhir hidupnya. Sejak pertama kali mengucapkan syahadat, ia sudah terang-terangan mengucapkan Allahu Akbar di dekat Ka'bah yang masih dikelilingi berhala dan para pembesar Quraisy. 


Ketika Islam sudah menampakkan kejayaan dan sampai ke berbagai penjuru jazirah Arab, ketika bendera Islam sudah berkibar Negeri Syam, ketika para gubernur muslim mulai bermewah-mewah dengan harta dan sedikit melenceng dari KEADILAN serta sedikit melupakan KESEJAHTERAAN rakyatnya, Abu Dzar Al-Ghifari tak segan-segan mengingatkan dengan keras. Gak berbisik-bisik di hadapan penguasa, tetapi di tengah pasar. 



Setiap ulama di setiap zaman pasti punya caranya masing-masing. Ada yang memilih jalan lemah lembut, ada juga yang memilih jalan terjal. Pilihan masing-masing dengan pertimbangan dan kapasitas ilmu yang mereka miliki. 


Kalau saya pribadi sih, menghindari banget membandingkan ulama satu dengan yang lainnya. Semuanya harus dihormati. 


Kita mah cuma remahan rengginang di kaleng Khong Guan di akhir bulan Syawal. Sedikit ilmu, cuma kelihatannya aja kayak yang heu euh. 


Subuh 15 Desember 2020 


Enjang Anwar Sanusi


Foto: pixabay 

Posting Komentar

0 Komentar