Rosmul Bayan, Obituari KH Hilmi Aminuddin



Agoes Purnomo (Gus Pur)

Mendesain pembelajaran itu satu hal yang menantang dan  tidak sederhana. Melibatkan aspek intelektual, mental dan ketrampilan yang dimiliki oleh pengajar. Setidaknya ini saya rasakan ketika menjadi pengajar di Jogja. Tumbuh dari sekolah politik mikro, pengalaman saya diperkaya oleh pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga tempat saya mengajar untuk meningkatkan kemampuan menyusun desain pembelajaran.

Desain pembelajaran diawali dari menetapkan tujuan pembelajaran,  kemudian bagaimana implementasinya dalam menumbuhkan  kemampuan intelektual, kematangan moral tertentu dan kemampuan melakukan sebuah tindakan bagi seluruh peserta didik sampai kemudian menyiapkan evaluasi atas keseluruhan capaian atas upaya yang telah dilakukan.

Selama menjalankan hasil belajar dan pelatihan tersebut saya sampai pada kesimpulan bahwa “simplicity is power” (sederhana itu kekuatan).

Proses tranfer tersebut secara sederhana diawali dari penguasan saya atas  sebuah konten mata ajar, kemudian dituangkan dalam bentuk skema sederhana  dan sarana pendukung lain, disampaikan dengan antusias dan bersemangat, membangkitkan semangat ingin tahu dan emosi positif, dan juga relevan bagi  semua peserta belajar.
B
mengajar sepenuh hati sebutan paling pas. Meski demikian ini tidak terjadi setiap hari, karena banyak aspek yang mempengaruhi.

Ustadz kami, setelah pulang dari sekolah di luar negeri menemukan fakta mencolok bahwa meski delapan puluh lima persen lebih penduduk Indonesia beragama Islam, tetapi sebagian besar mereka yang berada di kampus “sekuler” adalah “ummiyun” dari pengetahuan tentang bahasa arab dan Islam. Melihat situsasi ini  beliau berijtihad membuat model pembelajaran Islam dan bahasa arab yang ramah kondisi dan relevan dengan lingkungan strategis saat itu. Namanya  rosmul bayan.

Bagi saya methode rosmul bayan ustadz saya ini telah memantik keingintahuan dan semangat belajar yang luar biasa  kepada saya dan teman-teman di Jogja. Satu sisi adalah kejelasan dan kemudahannya untuk sebuah materi ajar, sisi yang lain kadang saya merasa terkejut dengan level pengetahuan yang berhasil diserap.

Suatu saat dalam perjalan bus ekonomi teman saya ditaqdirkan duduk bareng dengan salah seorang pengamal thoriqoh di pantura. Singkat cerita terjadilah obrolan yang hangat diantara mereka tentang hal-hal sederhana dan sehari-hari dari ajaran Islam sampai dengan hal yang saat itu bagi teman saya rumit, tasawwuf.  Sampai pada obrolan tasawwuf ini ada diskusi yang menarik diantara mereka, yakni dari mana mulai bertasawwuf?

Menurut teman duduk ahlu thoriqoh kawan saya ini,  tasawwuf yang populer dan nyambung ke nabi Muhammad dimulai dari laa ilaaha illa Allah. Sampai pada satu tahapan tidak ada satupun tuhan yang ada tersisa di dalam hati si penempuh jalan thoriqoh kecuali Allah. Karenanya seorang penempuh jalan thoriqoh harus mencintai kalimat ini dengan sepenuh hati.

Cinta itu penuh jika pengetahuan si penempuh jalan juga penuh tentang siapa yang dicintai itu. Jika cinta itu penuh dalam hatinya yang meniadakan cinta-cinta kepada selain Allah, maka Ia akan ridho terhadap keinginan “Sang Kekasih”.  Keridhoan terhadap kehendak dan keinginan “Sang Kekasih” akan menghantarkan kepada “warna” yang dikehendaki oleh “Sang Kekasih”.

Kata teman duduk kawan saya yang ahli thoriqoh ini selanjutnya, kamu akan melihat bahwa orang yang saling mencintai sepenuh hati akan mirip wajahnya. Dan pada gilirannya begitu “warna” seluruh diri kamu mengikuti “Sang Kekasih”, kamu adalah sebagaimana yang dikendaki “Sang Kekasih”. KehendakNya  menyatu dengan kehendakmu seuai dengan kadar kehambaanmu.

Obrolan berakhir sampai pertigaan “Mborobudur” karena teman saya turun. Tapi berlanjut  menjadi obrolan serius yang menggairahkan  diantara kawan saya dan kami penghuni kos-kosan  yang ada pada saat itu.

Barusan saya sadar bahwa beliau ustadz kami yang telah merumuskan dengan sangat sederhana tetapi penuh kekuatan  “marohil tafa’ul bi Asy-Syahadataini”  adalah orang yang telah menjalani tahapan itu selama ini dan telah mentranfer dengan sepenuh hati kepada kami.  Bagi saya beliau adalah syaikh dari sebuah thoriqoh yang mu’tabaroh yang nyambung sampai  kepada kanjeng Nabi.

Semoga sholawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad SAW, nabi yang ummiy dan atas seluruh keluarganya dan sahabat-sahabatnya dan para penempuh jalan mereka sampai akhir zaman.

Sugeng tindak ustadz, ndherek titip salam kagem kanjeng nabi…..

end.

sumber: https://www.facebook.com/goes.p.mangkoewidjaya/posts/10213973807857625

Posting Komentar

0 Komentar