Hidayahku Untuk Khidmat Kepada-Mu



Part#1

Dialah seorang akhawat muslimah yang telah tercelup pribadinya dengan manisnya tarbiyah. Siraman pertamah hidayah yang sejuk telah menawan hatinya untuk memberikan khidmatnya kepada dakwah islam ini.

Sosok pribadi muslim ideal mungkin akan terlihat pada dirinya meskipun mustahil ada yang sempurna namun jika Allah izinkan seorang itu untuk tetap istiqamah dan tsabat sampai akhir hayatnya tidak ada yang mustahil di tangan Allah Swt.

Kisah ini gabungan antara kisah nyata seorang aktivis dakwah dan kisah fiksi belaka. Dibuat sebagai bahan memudahkan para aktivis dakwah memahami dakwah dan tabiatnya dalam mengamalkan rukun-rukun janjinya kepada Allah, kepada RasulNya dan kepada pemimpinnya.

**^^^^^**^^^^^^^^*

Namaku Risa, lahir dari keluarga yang tak banyak mengetahui agama. O ya ..agamaku Islam, kedua orangtuaku juga muslim sejak kecil.

Usiaku sepekan lagi genap 18 tahun. Ayahku ada rezeki untuk menguliahkan aku di jurusan Teknik Sipila di salah satu universitas ternama di daerahku. Aku sebagai anak pertama dari tiga bersaudara punya beban bakti agar aku belajar dengan baik. Niatku kuliah adalah untuk bisa dapat mendapat pekerjaan secepatnya. Tak terpikir aku akhirnya akan berada di lingkaran para aktivis dakwah yang tak memikirkan diri sendiri lagi tapi tanpa memejamkan mata untuk memikirkan ummat ini.

Sejak kajian awal semester niatku sudah bulat hijrah dan menutupkan  hijab ke seluruh tubuhku.

Alhamdulillah ...
hari pertama hijrah sudah kurasakan kesejukan hidayah itu. Dengan uang seadanya dari sisa uang makan dan biaya praktikum aku membeli gamis dan jilbab syari yang sederhana. Aku mulai memperbanyak kenalan teman yang punya kesibukan kajian kampus dan aktivis unit-unit kegiatan mahasiswa baik di dalam kampus atau pun di luar kampus.

Hari-hari ku bersama tarbiyah menjadikan aku semakin paham bahwa semua harus dilakukan dengan seimbang antara kuliah dan kesibukan dakwah, bukankah kuliah juga dakwah. 
Aku kadang lalai dengan tugas utamaku ini, aku harus punya aktivitas untuk menjadi pengingat bila aku lupa dan lalai. Yakni membina, yaa..dengan aku memegang binaan akan menjadi remot kontrol agar aku selalu memperbaiki diri dan keberhasilan studiku. Aku ingat pesan murabbiyahku dan itu seringkali diulang-ulang:

"Dengan kita membina maka ada semangat untuk memperaiki diri, kualitas ibadah dan akhlak kita"kata Kak Ceri.

Tarbiyah adalah jalan untuk selamat, aku bersyukur sejak bersama para murabbiyahku yang membimbing di jalan ini aku tak risau dengan jodoh dan harus pacaran. 
Suatu hari teman satu penelitianku bertanya:

"Ris, kamu nggak khawatir nggak dapat jodoh kalau kamu tertutup begini..?? Tanya Erni sore itu.

"Maksudnya tertutup gimana Ni..??tanyaku.

"Iya.. kalau kamu nggak ngenal cowok, gimana kamu mau menikah..? Kan kita harus kenal dulu apakah dia laki-laki baik atau tidak" masih berpikir kebanyakan anak muda di Erni ini.

"Erni.., laki-laki baik itu bukan dari pengakuannya sendiri kalau dia baik, tapi perlu ada orang lain yang menyaksikannya bahwa dia benar-benar pemuda shaleh.., ntar kamu di PHP lho sama cowok yang ngakunya aja baik..."  jawabku seperti aku memberi taujih pada adik-adik baru.

"Gimana caranya dong, Sa..??" penasaran juga si Erni.

"Kalau mau tau, ayo ikutan melingkar yang lagi ngehits sekarang.." ku buat penasaran dia.

"Hmm.. nanti aja deh kalau itu, kirain ada cara lain.." jawab Erni manyun. Memang temanku satu ini agak alergi mendengar kata kajian, mentoring atau apalah sejenis anak rohis. Tampilannya saja masih modis dan dandanan kekinian, tapi aku nggak minder apalagi menjauhinya karena aku sadar dia adalah mad'u (objek dakwah)ku yang harus kurangkul dan suatu hari punya kesibukan yang sama denganku.

Sejak aku hijrah, aku mulai menyadari kondisi keluargaku yang masih jauh dari Islam. Ayah yang terkadang meninggalkan shalat kerena kesibukan mencari nafkah, ibu yang belum mau menutup aurat, adik laki-lakiku masih banyak membebankan hidupnya pada orangtua padahal telah akil baligh. Adik perempuanku mulai beranjak baligh sudah mulai mengenal make up dan alat kecantikan. Apakah aku hijrah tidak mendapat rintangan dari keluarga..?? Jangan ditanya..

Saat ada tamu datang ke rumah tanpa salam langsung di depan pintu, spontan aku berlari mengambil jilbab. Maka saat itulah Ayah marah padaku karena dianggap tidak sopan kepada tamu. 

"Lho Risa Pak Jun datang kok malah lari, kamu nggak sopan banget ya sama tamu.."cecar ayahku.

'Lho..yang nggak sopan itu ya tamunya masuk rumah nggak ucap salam' teriak hatiku.

"Maaf ayah, Risa mau cari jilbab dulu.." jawabku di balik pintu kamar.

Hari raya juga aku mendapat teguran di depan keluarga besar, karena aku tidak mau bersalaman dengan sepupu-sepupuku.

"Ayo Risa salaman, inikan abang sepupumu juga. Bukan orang lain, kalau si Maman itu ya.. iyalah kamu nggak mau sentuhan" nada ayahku itu membuat aku meringis di dalam hati.

Lalu apakah aku bersikap sinis dan membenci mereka..?? Aku hanya tersenyum menanggapi semua. Senyum yang kutunjukkan adalah tanda keikhlasanku dan kesabaranku berharap suatu hari hidayah juga mengampiri mereka dan merasakan bagaimana indahnya Islam. 

Bisik-bisik tetangga selalu ku dengar membincangkan aku:

"Ihh.. si Risa itu kuliahnya di mana sih, kok jadi aneh gitu ya agak fanatikan anaknya" bisik teman ibuku.

"Iya.. kok pakaiannya jadi berlapis-lapis gitu sih.., apa nggak repot nyucinya.." masih dalam obrolan di siang itu.

"Kalau anakku yang sulung itu kuliah, jangan sampai kayak si Risa itu. Ihh.. amit-amit dah susah jodohnya" si emak anak tetanggaku sekarang yang komen.

Ayah pertama memang tidak suka dengan hijab syar'i yang kupakai sehari-hari. Pernah aku menangis saat ayah mengundang laki-laki anak temannya ke rumah dan aku disuruh menemani laki-laki yang bukan mahramku. Permintaan itu kutolak dengan halus namun air mata tak bisa ku tahan.

"Yah.., aku tahu kekhawatiranmu terhadapku tidak mendapatkab jodoh, tapi mohon Ayah ini bukan cara yang di sukai Allah.." pintaku.

Kulihat ayah tidak senang dengan caraku itu seolah mengguruinya.
Meskipun gagal, tapi kesedihanku masih belum hilang selama beberapa hari. Sebagai anak yang mengharap dan berdoa selalu kepada Allah Swt agar ayah diberi hidayahNya.

Aku tak pernah mengurung diri jika di rumah, karena aku ingin tunjukkan bahwa yang namanya akhwat muslimah orangnya bergaul, tak memberi batasan dalam bermasyarakat, berbaur dengan para ibu dan anak-anak gadis di kedai, di pesta dan di acara-acara kenduri, yasinan serta arisan. 

Kalau ada acara yasinan ibu-ibu aku akan meminta menggantikan ibuku menghadirinya, atau kalau ada barang dapur habis aku akan cepat bilang ke ibu untuk membelinya ke kedai tetanggaku. Semua kulakukan agar Islam dan tarbiyah ini tidak dituduhkan negatif, bahwa Islam yang sebenarnya adalah rahmatan lilalamin. Tidak tertutup dan menjauhi mereka yang belum menutup aurat secara sempurna.

Lama-lama ayah dan ibuku mulai menilai ternyata anaknya tidak seburuk yang disangka tetangganya. 

Tangisanku di malam hari dalam qiyamullail terkadang mereka mendengarkannya, tilawah Qur'anku menjelang subuh mengusik tidur mereka membuat mereka lebih awal shalat subuhnya.. dan seterusnya tak ada satupun yang mereka lihat yang menyimpang dariku selama ini. 

Ibuku yang terkadang ke pasar selalui ku nasehati untuk menutup aurat yang tadinya sinis dan marah hebat tak terkontrol kini mulai membuka diri dan tak lagi menolak kata-kataku dengan sergahan dan amarah yang meledak-ledak. Meskipun ibu belum mau menggunakan pakaian muslimah. Ibu punya rambut yang cantik dan selalu dipuji teman-teman arisannya, mungkin itu yang membuat ibu masih enggan menutupkan jilbabnya.

Ya Rabb beratnya dakwah keluarga ini.., namun bila mereka telah menjadi pembela-Mu apapun akan mereka korbankan. 
Ya Nabi Salamun alaika..begitu besar ketabahanmu mendakwahi pamanmu sendiri hingga akhir hayatnya tetap dalam keadaan kafir.

***bersambung...

Setiya Tia 
(Kabid Kaderisasi DPD PKS Meranti)

Posting Komentar

0 Komentar