Kepalkan Aksi, Meski Asap Memasung Nafasmu



Memasuki pekan ke 2, anak sekolah diliburkan. Kutak boleh mengeluh, bahkan mengaduh sekedar menggernyitkan dahipun. Pasti ada penceloteh "baru asap segitu", seperti wilayah tanpa nahkoda pengendali kemudi pemerintahan.

Tidak mesti sampai, bergelimpangan seperti laron patah sayap pada malam yang mengelilingi sumber cahaya. Barulah, seolah menyayangkan "lambat dibawa fasilitas kesehatan".

Memutar ide dengan mengaktifkan seluruh syaraf kecederdasan. Kreatifitas anak usia sekolah yang tidak boleh terpasung meski daya asupan oksigen murni berkurang.

Sekolah memang memberi penugasan, bak pelari estafet berurutan. Agar jam kosong ananda, tidak terlalu banyak. Hal ini yang memicu kebosanan pada level tinggi, bersyukur bila pelampiasannya dengan menghabisan seluruh menu olahan rumah. Namun bila, bujuk rayu gawai yang diincarnya. Akan jauh lebih fatal dampak negatifnya. Dari pemborosan kuota data, serta energi aktif ananda yang tidak tersalurkan, serta rentan candu yang berulang. Meski yang diminta mereka masih sebatas vidio bocah bercharacter lucu menggemaskan.

Pemanfaatan waktu belajar dirumah, inilah hikmah baik bagi orang tua yang minim "bonding" dengan remaja. Yang biasa boarding, atau full day school. Kuarahkan remaja, mengubah tata letak ruangan kamar. Mulai mengecat, menyusun ulang buku-buku sampai menyortir hal yang tidak dibutuhkan.

Lain lagi aksi pra-remaja, yang berkecenderungan racik kuliner. Sediakan bahan olahan dasar sederhana. Mulai membuat aneka bubur sampai camilan tradisional. Selain kreatifitas olah dapur ia meningkat. Juga sangat membantu, inefisiensi anggaran jajan wafer dan sejenisnya. Bila hari sekolah efektif, sebagai tambahan menu bekal mereka.

Sambil sesekali terbatuk dan tersumbatnya pernafasan kami. Hampir jengah, merasakan pengulangan badai asap perlima tahunan.

Kakak sulung, saat menjelang ujian kelas 6, dahulupun pernah merasakan drama belajar dirumah berulang. Lagi berulang, sampai bolak balik rapi dan semangat ke sekolah. Belum masuk ruangan, guru menyampaikan pengumuman di gerbang. Bahwa hari tersebut libur, pasti kurang nyaman dengan himbauan instansi pendidikan yang dadakan seperti ini. Itulah cerita lalu, yang kukira cukup sulung yang merasakan tertunda semangat belajarnya. Akibat asap yang memenuhi langit bumi Lancang Kuning ini.

Hampir lupa, kapan terakhir kami melihat langit biru? Sambil terus kuolah fikir, esok berkreasi apalagi setelah seluruh ruangan divariasikan. Membaca buku sampai sesekali, kebosanan mereka terbatas ruang rumah tipe 45. Disalurkan lewat menghapal cerita kisah nabi melalui speker aktif.

Saatnya idealisme, diet gadget dan minim  televisi teruji saat waktu luang mereka banyak. Meski kadang bersitegang dengan rengekan, memelas "sudah lama tidak melihat Nussa, Diva, Syamil".

Inilah aksi tinju kami, keluarga kecil disuatu Negeri yang mensiasati waktu "terpasungnya nafas"

Posting Komentar

1 Komentar